Tina, kenapa kau belum mau bekerja? Cepatlah pergi ke kota dan dapatkan uang, bukankah kau cantik. Hasilkanlah lebih banyak uang dan hidupi dirimu sendiri. Setelah itu kirim uang ke rumah ini.
Tidak ayah, aku tidak akan melakukan pekerjaan itu.
Sudah berulang kali ayah katakan, segeralah pergi bekerja, lakukanlah pekerjaan yang biasa dilakukan para gadis di desa ini. Atau kau akan memilih tidak akan di perbolehkan makan hari ini.
Apapun yang ayah katakan, aku tetap tidak akan melakukan pekerjaan itu!.
Kau berani membantah. Dengan kayu yang ayah Tina sudah persiapkan, ia mengambil kayu itu lalu memukulkannya ke tubuh Tina. Lantas tubuh yang indah itu pun memiliki jejak berwarna merah lebam.
Namaku Tina, aku tinggal di sebuah pedesaan. Disini aku hidup dengan keluarga yang terbilang cukup lumayan. Di desa ini, setiap penduduknya yang memiliki anak perempuan umumnya, akan bekerja di kota - kota besar sebagai seorang wanita penghibur. Ini adalah rahasia umum yang jarang di bicarakan. Namun semua orang tau, bahwa setiap gadis di desa ini pastilah pergi ke kota untuk bekerja dan mendapatkan uang dengan cara itu.
Banyak gadis di desa ini memilih pekerjaan itu dikarenakan tidak memiliki pilihan lain. Dan itulah satu - satunya cara untuk mendapatkan uang banyak dan memiliki kehidupan yang layak. Rata - rata gadis di desa ini hanyalah lulusan Sekolah Dasar. Sedangkan, yang lulus Sekolah Menengah Atas itu pun jarang apalagi mereka yang lulus dari kuliah. Oleh sebab itu, penduduk di desa mau tak mau harus bekerja dengan cara seperti itu. Agar dapat menghidupi diri mereka dan keluarga nya.
Tak jarang mereka yang bekerja seperti itu, karena di paksa oleh orang tua mereka. Dan ada juga karena terjebak oleh rayuan teman dan berbagai hal.
Para orang tua tidak terlalu peduli akan bagaimana pekerjaan mereka. Yang jelas gadis - gadis di desa ini umumnya memilih pekerjaan itu. Aku juga memiliki teman yang beragam. Ada berbagai jenis dari pekerjaan itu.
Aku merupakan anak ke dua dari tiga bersaudara. Aku memiliki kakak perempuan dan adik laki - laki. Bagi ayahku anak laki - laki adalah anak yang berharga. Sedangkan anak perempuan akan disuruh untuk pergi bekerja seperti kebanyakan gadis - gadis di desa ini.
Aku tergolong anak yang cukup beruntung. Aku masih mendapatkan kesempatan untuk menamatkan jenjang pendidikan di Sekolah Menengah Atas. Sedangkan, untuk kakak perempuan ku, ia tidak bisa sama sekali. Ia tidak memiliki kesempatan untuk menamatkan seluruh jenjang pendidikan. Bisa dibilang kakak tidak punya pilihan sama sekali dan hanya menamatkan pendidikan Sekolah Dasar. Saat itu kakak tidak bisa melanjutkan di karenakan keluarga tidak memiliki biaya sama sekali. Sekalipun sekolah itu di gratiskan, masih memerlukan biaya untuk perjalanannya.
Setelah kakak berusia 15 tahun kakak pergi ke kota untuk bekerja. Aku tau apa pekerjaan kakak. Dia dan teman - temannya pergi bersama - sama para gadis - gadis di desa ini yang telah terlebih dahulu bekerja di kota besar.
Dengan penghasilan kakak, keluarga kami pun perlahan - lahan mulai memiliki kehidupan yang layak. Hanya saja senyuman di wajah dan sinar harapan di mata kakak seolah - olah telah sirna. Kakak tidak banyak berbicara saat ia pulang ke rumah, dan kebanyakan waktu ia habiskan minum - minum dengan teman - temannya. Usia ku pada kakak pergi bekerja adalah 11 tahun terpaut 4 tahun dengan kakak.
Saat aku lulus dari Sekolah Dasar, ayah menyuruh ku untuk tidak perlu melanjutkan lagi sekolah. Karena di desa ini tidak ada Sekolah Menengah. Terlebih untuk masuk Sekolah Menengah membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Di desa ini hanya ada satu sekolah dan itu pun hanya sebatas Sekolah Dasar. Penduduk di desa ini bisa sekolah, di karenakan tidak ada biaya yang di perlukan ketika besekolah.
Aku masih ingat, pada saat itu, ayah tidak mengizinkan ku untuk melanjutkan sekolah. Akan tetapi kakak meminta pada ayah, agar aku dapat melanjutkan sekolah ku. Itu adalah permintaan terakhir dari kakak kepada ayah, agar kami ( aku dan adik lelaki ku ) dapat melanjutkan sekolah.
Setelah aku lulus, kakak kemudian berhenti bekerja dan memilih untuk menikah. Suami kakak berasal dari desa ini, mungkin karena cinta atau tidak ada pilihan lain lelaki itu mau menerima kakak apa adanya.
Pria yang menikahi kakak tau akan pekerjaan seperti apa yang dilakukan oleh kakak. Karena merupakan hal umum di desa ini, bahwa para gadis pastilah memilih pekerjaan yang menghasilkan uang banyak dengan cepat.
Sewaktu kakak menjalani kehidupan malam tersebut. Aku tau kakak selalu menangisi dirinya di dalam kamar. Kakak juga bercerita kepadaku, tentang bagaimana aku harus berusaha agar tidak melakukan pekerjaan kotor itu. Dan mulai saat itu aku sudah bersumpah pada kakak.
"Hey Tina.
Ada apa kakak?.
"Belajarlah dengan giat, 'jangan sampai melewatkan sedikitpun ilmu yang kau pelajari'. Dan berusahalah mencari pekerjaan yang lebih layak dari pekerjaan kakak.
Baik kak, aku berjalan ke kamar kakak. Di dalam kamar kakak selalu menanyakan apa cita - cita ku.
Tina, jika mungkin, ajarilah anak - anak yang tidak mampu sekolah seperti kalian. Ingatlah jangan pernah malas!.
Aku mengingat setiap perkataan kakak dan selalu mengenangnya.
Hari berganti, Tina pun pergi ke sekolah dengan menelusuri jalan yang cukup jauh. Ia pergi untuk mnimba ilmu, setiap hari Tina belajar dengan giat. Di sekolah barunya ia bertemu banyak orang dan teman - teman baru di kota. Banyak anak - anak bersekolah di tempat ini. Beberapa bahkan seperti Tina harus pergi pagi -pagi sekali untuk ke kota agar bisa bersekolah.
Hal ini dapat di maklumi, karena di daerah pedesaan hanya terdapat pendidikan Sekolah Dasar. Dan apabila mereka mau melanjutkan ke jenjang pendidikan berikutnya, mereka harus pergi ke kota terdekat agar bisa melanjutkan pendidikanya.
Selama Tina bersekolah, Tina mendapati murid - murid yang berasal dari kota meremehkan murid - murid yang berasal dari desa. Tina tidaklah merasa marah, karena ia tau bahwa mereka tidak tau apa yang Tina dan teman - teman lainnya yang berasal dari desa rasakan dan alami selama ini. Dan mereka juga tidak tau bagaimana kondisi anak - anak di desa.
Suatu kali Tina pulang dari sekolah, Tina mendapati murid yang bersekolah disana sedang berpacaran. Apa yang Tina lihat tidak sanggup ia katakan, karena daripada merasa kasihan pada gadis yang sedang berpacaran tersebut, Tina mengangap gadis itu tidak menghargai tubuhnya sendiri, dan tidak tau apa yang jadi pantangan bagi seorang laki - laki.
Di sekolah Tina adalah anak yang cukup aktif dalam beberapa kegiatan sekolah, dan ia juga tergolong gadis yang berprestasi di sekolahnya. Tina memiliki wajah yang cantik dan juga kulit yang indah. Banyak laki - laki di sekolah yang berusaha untuk mendekatinya. Tapi, ia tau bahwa tujuan ia ada disini adalah belajar, itu sebabnya ia tidak terlalu peduli pada para pria yang hendak menembak dirinya. Terlebih lagi ia masihlah anak kelas 2 SMP dan bukanlah saatnya untuk berpacaran.
Setiap kali istirahat bermain, Tina tidak pernah pergi ke kantin sekolah. Ia hanya memilih untuk belajar dengan apa yang ia baru pelajari, atau mengikuti anak - anak untuk bermain. Kalau pun ia pergi ke kantin sekolah, ia pastilah akan di traktir oleh teman - temanya. Walau ia selalu menolak, karena ia sadar ia berasal dari keluarga yang tidak mampu, itu sebabnya ia selalu menolak ajakan temanya.
Saat pagi hari sebelum berangkat, Tina akan mempersiapkan bekalnya pagi - pagi sekali. Dan kemudian berangkat ke sekolah. Apa yang ia pelajari di sekolah selalu ia pelajari kembali, dan pada saat di sekolah ia tergolong anak yang aktif dalam kelas.
Tina, ayuk kita ke kantin sama - sama, kata salah seorang temanya.
Tidak ah, aku disini saja (Tina).
Tidak apa - apa, kami yang bayar tenang saja.
Tidak usah aku disini saja.
Sudah tidak apa - apa Tina, biar kami berempat yang akan mentraktirmu.
Tidak ah, aku tidak enak dengan kalian. Aku tidak ingin memberatkan kalian.
Tidak apa - apa, kau sudah membantu kami menegerjakan pr, angap saja ini sebagai balasan kami.
Tidak perlu teman - teman, sudah memang sewajarnya aku membantu kalian, bukannya kalian adalah teman ku.
Tina sudah lama berteman dengan ke empat gadis tersebut. Sejak ia di remehkan ia pikir para gadis di kota tidak akan ada yang mau berteman dengannya. Namun, apa yang ia pikir rupanya cukup berbeda. Dia berteman dengan mereka sejak memasuki Sekolah Menengah Pertama tepatnya kelas 1 SMP. Dan mereka cukup menerima Tina. Pada awalnya ia sempat merasa ragu untuk berteman dengan mereka. Dan saat ia berkenalan, Tania yang tergolong anak yang mampu di sekolah ini mau menerima Tina apa adanya. Dan seiring berjalannya waktu, masing - masing dari mereka sudah mengangap Tina sebagai sahabat karib mereka. Sampai saat ini, yaitu: kelas 2 SMP.
Tania, Rany, Jennisca dan Ayu. Mereka adalah sahabat - sahabat ku. Sejak kami masuk SMP. Pada awalnya aku ragu, namun karena aku menyadari Ranny, yang juga memiliki nasib yang sama sepertiku. Aku pun mulai berteman dengan mereka, dari antara kami memang Tania lah yang keluarganya tergolong cukup mampu. Aku bersekolah di salah satu SMP negeri yang terbilang cukup bagus disini.
Setelah di desak oleh teman - temannya, Tina pun pergi mengikuti mereka untuk ke kantin. Di kantin Tina hanya terdiam saja dan tidak memesan apapun. Teman - teman Tina tau, bahwa Tina tidak akan memesan, oleh sebab itu mereka berinisiatif untuk memesankan makanan untuk Tina.
Kamu mau pesan apa Tina. Kata Tania.
Tidak usahlah, aku cukup menemani kalian saja.
Tidak bisa begitu Tina, kalau gitu gini saja aku yang pesan kau tidak usah membantah, oke. Mbak, tolong menunya.
Setelah itu, Tina dan teman - temanya makan di kantin.
Setahun kemudian aku telah menamatkan pendidikan Sekolah Menengah Pertama ku. Dan aku akan berpindah ke sekolah lain, karena di tempat ku bersekolah hanya menyediakan pendidikan SMP. Sedangkan untuk Sekolah Menengah Atas. Aku harus pergi ke sekolah lain. Aku dan teman ku telah memutuskan untuk tetap melanjutkan sekolah kami bersama - sama. Akan tetapi, kami terpaksa harus berpisah dengan satu teman kami.
Hey Tina, kau akan melanjutkan sekolah mu kan? (Tania).
Iya, aku pikir aku akan tetap melanjutkan sekolah ku.
Bagaimana dengan kalian? (Tania)
Kalau kami tentu dong, kami akan melanjutkan sekolah kami (Jennisca), iya tentu saja (Ayu).
Maaf teman - teman kalau aku tidak bisa melanjutkannya (Rany).
Kenapa Rany? (Tania, Jennisca, Ayu, Tina)
Ibu ku sakit, jadi bagaimana pun aku harus segera bekerja, dan lagi ayah tak akan sanggup membiayai ku untuk sekolah. Maaf ya teman - teman.
Tidak apa - apa Rany, kami mengucapkan maaf tidak bisa membantu mu (Tina).
Semenjak saat itu mereka sudah tidak pernah bertemu Rany lagi.
Waktu pun berlalu Tina dan teman - temannya telah menyelesaikan pendidikan sekolah mereka, dan masing - masing dari mereka memilih jalan masing - masing.
Tania apa kau akan masuk ke perguruan tinggi? (Tina).
Iya, "kau tau kan, 'kita akan sulit mencari pekerjaan', jika kita hanyalah lulusan SMA".
Ya aku tau, bagaimana dengan yang lain?.
Kalau kami, tidak bisa melanjutkannya, kau tau kan untuk kuliah memerlukan biaya yang tidak sedikit, oleh karena itu, kami akan pergi mencari pekerjaan yang mau menerima kami.
Bagaimana dengan mu Tina, ya aku akan sama dengan kalian. Tanpa Tina sadari, bahwa untuk lulusan SMA seperti Tina sulit sekali mencari pekerjaan. Akan tetapi, sebenarnya Tina memiliki hati untuk menjadi seorang pengajar di desanya. Ia sadar kalau pendidikan itu sangatlah penting itu sebabnya ia bersedia menjadi seorang guru.
Kegiatan yang di lakukan oleh tina selama di rumah, adalah membantu pekerjaan ibunya. Karena tina sudah lulus dari SMA, tidak ada lagi yang perlu di lakukan oleh tina. Karena itu tina hanya berada di rumahnya. Ia setiap hari membantu ibunya membersihkan rumah ataupun memasak.
Kakak tina sudah tidak bekerja lagi selepas tina lulus dari sekolahnya, tina sudah tidak bertemu dengan kakaknya. Kakaknya memilih untuk menikahi pria dari desa jni. Awalnya kakak tina tidak terlalu menyukai pemuda ini, namun perlahan - lahan kakak tina mulai jatuh hati dengan sang pria. Pria yang menikahi kakak tina adalah pria yang cukup baik. Ia bekerja menjadi buruh pabrik, namun mereka tetap hidup berkecukupan.
Selama ini; penghasilan terbesar yang membantu keluarga ini, adalah berasal dari pekerjaan kakak. Itu sebabnya, awalnya ayah tidak setuju apabila kakak harus begitu cepat menikah. Namun setelah ibu berusaha membujuk ayah, perlahan - lahan ia mulai luluh.
Ayah tergolong sosok yang cukup keras, kalau bukan karena ibu, mungkin kakak tidak akan di izinkan untuk menikah. Dan kakak akan tetap menjalani kehidupan seperti itu terus menerus. Kehidupan yang sangat tidak kakak inginkan.
Hari pernikahan kakak pun tiba, dengan susah payah membujuk ayah, agar mau merestui pernikahan ini. Kakak sebenarnya pun juga tidak ingin melawan. Tapi aku tau, jika kakak tidak diizinkan menikahi kekasihnya itu, kakak pasti akan memilih kawin lari. Sebenarnya, alasan ayah tidak menyetujui pernikahan kakak, adalah karena pria yang dinikahi kakak bukanlah pria yang kaya.
Pernikahan kakak pun berlansung di desa ini. Acara yang di selengarakan tidaklah terlalu meriah, dengan kondisi seadanya masing - masing pihak mempelai mengundang kenalannya ke acara pesta. Dan sejak saat itu aku jarang melihat kakak lagi.
Saat ini aku telah lulus dari sekolah ku, aku mulai mencari pekerjaan yang mau menerima ku. Namun apa daya aku tak bisa melamar pekerjaan, bukannya aku tak bisa membuat surat lamaran. Akan tetapi melamar pekerjaan pun membutuhkan biaya, saat aku ingin menuliskan surat lamaran, berbagai keperluan dalam biaya pengiriman dan juga perjalanan mulai muncul. Belum lagi, jika lamaran ku tidak di terima oleh perusahaan yang aku kirimkan.
Akhirnya, aku hanya berada di rumah, beberapa surat lamaran telah aku kirimkan namun belum ada kabar dari tempat kerja yang aku kirimkan. Aku hanya menunggu dirumah. Di rumah kerjaan ku hanya membantu ibu ku dalam pekerjaan rumah.
Dikarenakan aku diam saja di rumah, ayah selalu memojokkan ku dan memaksaku untuk bekerja. Pekerjaan yang ayahku sarankan adalah pekerjaan seperti kakak, tentu saja aku tidak mau.
Setiap kali ayah menyuruhku bekerja seperti itu, setiap kali juga aku akan di marahi dan di hukum oleh ayah. Aku tak ingin melakukan pekerjaan hina itu, pekerjaan yang justru membuat kakak menderita. "Aku berpikir" 'seandainya saja aku bisa bekerja' mungkin ayah tidak akan menanyakan hal itu lagi.
Keinginan terbesarku adalah bisa mengajar para murid - murid di sekolah, agar mereka bisa mandiri dan tidak bergantung pada pekerjaan seperti itu. Selama ini aku sadar bahwa pendidikan itu sangatlah penting. Dan aku yakin bahwa aku pasti akan mengajarkan mereka semua hal yang aku ketahui.
Suatu ketika aku mendengar cerita, bahwa sebuah sekolah di desa membutuhkan jasa seorang guru. Aku sempat bertanya kembali pada orang yang menceritakan tentang hal itu, aku penasaran. Jika cerita itu benar, maka keinginan ku untuk mendidik anak - anak akan terwujud. Segera aku langsung pergi ke sekolah tersebut. Sekolah itu terlihat tidaklah terlalu bagus. Aku bisa bilang sekolah itu sangat memprihatinkan, dindingnya hanya di lapisi oleh papan - papan kayu yang terlihat sudah lapuk dan lantainya hanya tanah. Sebenarnya sekolah - sekolah seperti ini, sudah merupakan hal wajar jika itu ada di desa. Aku jadi teringat akan bekas sekolah ku dulu sewaktu masih Sekolah Dasar.
Sesampainya disana aku menemui kepala sekolah yang ada disana, dia menyambutku dengan baik. Kepala sekolah tersebut adalah seorang perempuan, ia tampak seperti wanita berusia empat puluhan tahun, aku kemudian memperkenalkan namaku.
Kami berbicara di kantor kepala sekolah yang juga sama kondisinya seperti sekolah tersebut, disana hanya ada meja dan kursi yang tampaknya milik kepala sekolah tersebut.
Selamat siang bu, perkenalkan, saya Tina. Saya ingin menjadi seorang guru disini.
Salam kenal Tina, saya shandy kepala sekolah disini. Apa benar kamu ingin menjadi seorang guru?.
Benar bu.
Tapi, kau tahu sekolah ini sama sekali tidak bisa membayarmu.
Tidak apa - apa bu, saya juga bersedia mengajar tanpa di bayar.
Apa tidak apa - apa tina kamu mengajar disini? apalagi kamu adalah gadis yang cantik.
Saya akan dengan sukarela menjadi seorang guru dengan tanpa imbalan. Tapi, saya hanya lulusan SMA apakah tidak apa - apa.
Tidak apa, justru saya sangat kaget jika kamu mau menjadi seorang guru, terlebih kami tidak bisa membayarmu. Sungguh kau sangat baik Tina.
Akhirnya Tina menerima pekerjaan itu, ia langsung secara sukarela untuk mengajar di sekolah itu. Berulang kali ibu shandy mengingatkan tina bahwa, pekerjaan seorang guru disana tidak diberikan imbalan apapun tetapi, Tina tetap bersikeras mengatakan kepada ibu Shandy bahwa ia bersedia menjadi guru disana.
Keesokan harinya, Tina pun berangkat untuk pergi bekerja sebagai seorang guru. Ia dengan senang hati pergi untuk mengajari anak - anak di desa tersebut.
Sesampainya disana Tina kemudian masuk ke sekolah dan menjadi seorang guru. Saat tina sampai setiap murid disana begitu kaget dan mereka terpukau akan kecantikan guru baru mereka. Semua mata tertuju pada tina dan mereka seolah tidak yakin bahwa guru yang sangat cantik akan mengajar di sekolah mereka.
Enjoyed