Gavin hanya memandang heran saat melihat kakaknya membeli semua barang yang menurutnya sangat tidak biasa dibeli seorang Gavin.
Sejak kapan kakaknya itu suka melukis? Pikirnya.
Sejak awal Gavin mengambil dan memilih semua alat lukis itu, Yervant ada di sana sampai pada proses pembayaran. Sungguh luar biasa mengingat sejak kecil kakaknya itu tidak pernah menyukai seni kecuali seni itu memang benar-benar dapat menarik perhatiannya sampai ia tidak bisa mengalihkan pandangannya dari seni yang sudah menarik perhatiannya.
Yervant hanya diam saja seraya memperhatikan gerak gerik sang kakak sampai pada akhirnya proses pembayaran semua barang yang dibeli Gavin selesai, Yervant tetap diam.
"Tolong bawakan yang satu ini." Kata Gavin menyerahkan satu kantong plastik yang berisi perlengkapan lukis itu.
Yervant menerimanya, tapi dia masih tetap diam. Ia memperhatikan kantong plastik yang ada dalam genggamannya itu.
"Kak, kau membeli semua ini untuk apa? Kau mulai belajar melukis atau apa?" Tanya Yervant akhirnya karena ia sudah tidak tahan lagi untuk bertanya.
Pada dasarnya ia sangat penasaran untuk apa semua alat lukis ini.
Gavin yang tadinya hendak mengangkat barang belanjaannya yang sesungguhnya itu akan menjadi milik Gray pun mengurungkan niatnya dan melihat ke arah Yervant, adiknya.
"Tentu saja tidak! Kalau kau pikir aku mulai suka melukis, kau salah besar! Aku melukis? Yang benar saja! Bahkan menggambar lingkaran yang sempurna aja aku belum tamat. Jangan menghina kakakmu!"
"Lah? Aku cuma bertanya, siapa yang menghinamu? Kau aja yang tensian. Apa salahnya aku bertanya begitu saat melihat kau tiba-tiba saja membeli alat lukis, jadi aku kan tidak salah kalau berpikir kau mulai suka melukis." Kata Yervant sedikit kesal dengan jawaban sang kakak.
"Tentu saja tidak! Ini untuk Gray, tadi aku lihat alat lukisnya patah. Aku juga tadi sempat melihat karya lukisnya, sungguh itu sangat indah. Kau harus melihatnya nanti!"
Yervant hanya menganggukkan kepalanya seraya berpikir. Seperti ada yang kurang, tapi apa?
Jadi, orang yang mampu membuat kakaknya itu berubah seketika dan mampu membuat kakaknya itu repot-repot membeli perlengkapan alat lukis itu adalah orang yang sama. Ah... Dia paham sekarang, sepertinya Gray dapat membawa perubahan yang cukup besar untuk kakaknya itu.
Bicara soal Gray, sepertinya tadi anak itu bersama dengan kakaknya. Lalu kemana dia sekarang? Apa mungkin kakaknya menyuruh anak itu menunggunya dan kakaknya di suatu tempat atau bagaimana? Kalaupun benar demikian, apa kakaknya itu tidak takut terjadi sesuatu pada anak itu secara merekalah yang membawa anak itu. Hal itu membuat secara tidak langsung Gray pasti akan di cap sebagai orang yang berasal dari keluarga terpandang atau bisa saja orang-orang itu menganggap Gray sebagai salah satu keluarga raja bisnis.
Yervant tidak mau berpikir terlalu keras tentang keberadaan Gray, ia tahu betul bagaimana sifat kakaknya itu. Kakaknya itu tidak pernah ceroboh dalam hal apapun. Ia tidak pernah melakukan kesalahan terutama pada anggota keluarga, kakaknya itu tipikal orang yang selalu menjaga keluarganya bahkan nyawanya sebagai taruhan.
Yervant tidak tahu saja kalau kakaknya melakukan kesalahan yang cukup membuat mereka kalang kabut nantinya.
Melihat Gavin sudah mulai beranjak dari tempatnya, Yervant juga ikut beranjak dari tempatnya mengikuti dari belakang kemana langkah kaki kakaknya itu membawa dirinya.
Sampai pada akhirnya mereka berada di depan pintu keluar mall. Yervant yang melihat hal tersebut mengerutkan keningnya bingung. Ia berpikir sebenarnya dimana kakaknya itu menyuruh Gray menunggu mereka. Yervant yang masih percaya sama kakaknya itu hanya diam saja mengikuti langkah kaki kakaknya yang mulai jalan kembali.
Ia berpikir, mungkin kakaknya itu meninggalkan Gray entah dimana yang menurut kakaknya itu aman untuk keberlangsungan hidupnya. Salah, salah, maksudnya Gray di tinggalkan Gavin di tempat yang benar-benar aman sebagai tempat untuknya menunggu kedatangan mereka. Ya, mungkin seperti itu.
Astaga! Ingin rasanya aku memukul kepala Lais bersaudara itu. Bagaimana bisa yang satu meninggalkan Gray tanpa dosa dan yang satunya lagi berpikir kalau Gray itu ditinggalkan di suatu tempat yang aman?
Sungguh luar biasa!
Tidak tahu saja kalau anak orang itu sedang menangis ketakutan mencari keberadaan Lais bersaudara.
Sampai pada akhirnya dimana mereka, Lais bersaudara berada di depan mobil. Kini Yervant tidak bisa berpikir positif. Mungkin sedari tadi Yervant masih bisa berpikir positif, tapi sekarang tidak! Sungguh pikiran positifnya kini berubah menjadi pikiran negatif yang membuatnya takut terjadi sesuatu pada anak pamannya itu.
"Kak?" Panggilnya.
"Hm?" Jawab Gavin dengan deheman seraya memasukkan semua barang belanjaan mereka ke dalam bagasi.
"Dimana Gray?" Tanya Yervant untuk memastikan dan menghilangkan pikiran negatif yang mulai menghampirinya.
"Gray?" Tanya Gavin menutup pintu bagasi mobilnya setelah memastikan semua barang belanjaan mereka sudah berada di dalam.
Setelahnya, Gavin mengalihkan pandangannya ke arah adiknya itu.
"Iya Gray. Tadi kan anaknya barengan sama kakak. Maksudnya tadi kan kakak sama dia sama, terus anaknya dimana?" Tanya Yervant yang tidak bisa berpikir positif lagi melihat gelagat dari kakaknya itu.
"Gray, Gray." Gumam Gavin mengingat apa sebenarnya yang sudah terjadi sebelumnya dan dimana orang yang bernama Gray itu ia tinggalkan.
"Kak-- Jangan membuatku berpikir yang aneh-aneh dong! Astaga! Nanti kepala kita bisa dipenggal sama pak tua itu. Aduh!" Kata Yervant gemas sendiri karena tidak mendapat jawaban dari kakaknya.
Ingin rasanya aku memukul kepala Gavin agar membuatnya ingat atas apa yang telah ia lakukan kepada Gray.
Yervant sendiri tidak hanis pikir dengan kecerobohan sang kakak. Baru kali ini kakaknya melakukan kesalahan seperti ini.
"Kak--"
"Mampus!" Kata Gavin memukul jidatnya dan berlari secepat kilat saat ia mengingat apa yang sedang terjadi.
Berlari secepat mungkin ke tempat dimana ia meninggalkan Gray sendirian dengan boneka yang ia campakkan begitu saja di hadapannya.
Sementara Yervant yang melihat itu ikutan panik melihat kakaknya bertingkah laku tidak seperti biasanya. Ia berlari mengikuti kakaknya berharap apa yang ada dalam pikirannya itu tidak benar.
Berpikir kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi. Tidak, tidak, ia tidak boleh berpikir buruk dulu. Pasti kakaknya itu menitip atau menyuruh Gray menunggu mereka entah dimana. Mungkin kakaknya itu hanya lupa untuk menjemput Gray di tempat dimana kakaknya itu meninggalkan Gray.
Gavin terus berlari hingga akhirnya ia sampai di tempat ia meninggalkan Gray sendirian di sana bersama boneka yang jatuh tak berdaya.
Ia mengedarkan pandangannya saat tidak menemukan keberadaan Gray, berharap Gray masih berada di sekitar situ. Terus melihat ke sekitarnya, melihat ke segala penjuru untuk menemukan sosok Gray.
Yervant yang baru saja sampai, lebih tepatnya ia yang baru saja dapat menyusul kakaknya itu tidak bisa berpikir positif lagi. Ia tidak bisa berpikir positif saat melihat bagaimana gerak gerik kakaknya itu.
Sungguh ia tidak bisa membayangkan segala sesuatu yang akan terjadi.