Di cermin meja rias milik Joy tertempel sebuah kerta ukuran A5 dengan tulisan huruf besar.
1. TIDAK BOLEH SEBUT KATA CERAI
2. TIDAK BOLEH MENYAKITI HATI PAPA MAMA
3. HARUS LULUS SEKOLAH SMA
4. HARUS MEMPERTAHANKAN KEUTUHAN KELUARGA
Joy melihat tulisannya berulang kali sampai betul-betul tertanam dipikirannya.
Peraturan nomor satu adalah kesalahan fatal yang dilakukannya. Pria misterius itu mengatakan padanya kalau seandainya dia tidak menyuruh ayahnya untuk menceraikan ibunya, maka perceraian itu tidak akan pernah terjadi.
Peraturan nomor dua juga termasuk kesalahan fatal. Jika seandainya dia tidak mengatakan kata-kata keji saat ayahnya mengajaknya untuk kuliah diluar negeri, maka ada kemungkinan kedua orangtuanya bisa bersatu kembali melalui dirinya.
Jika dilihat kebenarannya, yang suka menghamburkan uang keluarga bukanlah ayahnya, melainkan ibunya.. tidak lebih tepatnya.. saudara-saudara ibunya.
Meskipun ibunya bersalah dan tidak mau mengakui kesalahannya, dia tetap tidak boleh menyakiti ibunya.
Dia ingat kisah yang diceritakan pria misterius dikala mereka berada di toko roti kesukaannya. Ibu dari ayahnya sangat membenci ayahnya dan memperlakukan beliau tidak adil. Meskipun begitu, ayahnya tetap hormat dan sayang pada ibunya membuatnya ingin meniru tindakan itu.
Kemudian peraturan nomor tiga, saat ibunya tahu dia tidak lulus dari sekolah; ibunya tidak bisa makan dan tidur selama berhari hari. Dia tidak tahu bagaimana keadaan ayahnya, tapi pria itu mengatakan ayahnya sangat sedih saat tahu dia tidak lulus.
Karena itu dia memutuskan, tidak peduli seberapa sulitnya materi pelajaran di sekolah, dia akan lulus.
Joy sendiri tidak bisa menjamin nilainya akan bagus, tapi setidaknya dia harus lulus meskipun nilainya pas-pasan. Masih ada waktu satu tahun sebelum ujian kelulusannya. Dia akan menebus waktunya untuk serius belajar.
Kemudian yang terakhir.. Ini adalah tujuannya yang terutama. Dia pasti akan tetap mempertahankan keutuhan keluarga ini.
Dia tidak tahu kapan mimpi ini berakhir sebelum akhirnya dia harus menghadapi kematiannya di sungai, tapi baginya ini adalah kesempatannya yang terakhir.
Tidak peduli apakah ini mimpi atau tidak, dia akan berusaha sekeras mungkin memperbaiki kesalahannya.
Setelah yakin dengan keputusannya, Joy memakai baju seragamnya bersiap-siap berangkat ke sekolah.
Setelah menghabiskan sarapannya, Joy pamit sambil mengecup pipi kedua orangtuanya. Joy tidak melewatkan ekspresi syok pada wajah kedua orangtuanya.
Bagaimana tidak? Selama ini dia tidak pernah pamit bahkan mengecup pipi merekapun tidak pernah. Selesai sarapan, dia akan langsung pergi begitu saja berpura-pura tidak mendengar panggilan mereka.
Meskipun agak canggung dipermulaan, tapi ini adalah awal yang bagus untuk berubah. Mulai sekarang dia akan membiasakan dirinya pamit pada mereka tiap kali dia hendak pergi.
Sesampainya di sekolah, Joy membuka pelajarannya dan berusaha mengingat-ingat bahan apa saja yang harus dipelajarinya.
Pertama-tama dia membuka buku fisika. Matanya melihat rumus-rumus yang dulu tidak pernah ia mengerti. Semakin lama dia membaca, keningnya semakin mengerut.
Akhirnya dia menutup bukunya dan membuka buku matematika. Hal yang sama pula terjadi. Tidak peduli seberapa keras dia berusaha mengerti rumus-rumus tersebut, tidak ada satupun yang menempel di kepalanya.
Sekali lagi Joy menutup kembali buku pelajarannya dan melirik ke buku biologi. Dulu daripada berhitung dia lebih ahli dalam menghapal.
Tapi semenjak perceraian kedua orangtuanya, dia sudah tidak bisa menghapal dengan cepat. Dia yakin kali ini juga pasti sama.
Joy membuka buku biologi dan mulai mempelajari bab mengenai anatomi manusia. Saat menemukan istilah yang dirasanya penting dia mulai menghapalkan nama istilah tersebut beserta artinya.
Kemudian untuk mengetes ingatannya, dia menutup buku biologinya dan kembali mengucapkan istilah beserta artinya didalam hatinya.
Ajaib sekali, dia bisa mengucapkannya dengan lancar. Dia mencobanya kembali dengan istilah lain, hasilnya pun menakjubkan.
Sepertinya dia masih memiliki ingatan yang tajam.
Kini dia lebih bersemangat belajar hapalan. Tidak hanya biologi, dia mulai membuka buku sejarah dan bahasa. Setidaknya untuk saat ini dia akan belajar apa yang dia bisa terlebih dahulu.
"Joy-Joy! Habis ini main ke rumahku yuk."
Suara melengking nan merdu terdengar ditelinganya.
Meryl.. dia adalah putri dari CEO perusahaan mobil.
"Sepertinya tidak bisa hari ini. Aku ingin belajar untuk ulangan besok."
Besok ada ulangan? Bahkan Joy sendiripun tidak tahu darimana asalnya ingatan ini. Sekilas dia melihat gambaran dipikirannya, guru bahasa mereka mengumumkan akan memberikan ulangan minggu depan. Yang berarti besok.
Darimana gambaran itu? Ingatan siapa ini?
Tapi belum sempat mencari tahu jawabannya, pikirannya terpecah saat mendengar suara ejekan dari temannya.
"Apa kau sakit? Belajar? Memangnya kapan kamu pernah belajar?"
Kening Joy berkedut mendengar ini. Dia mulai ingat. Salah satu yang membuat semua teman-temannya meninggalkannya dengan mengejeknya adalah gadis yang menertawainya saat ini.
Meryl yang pertama kali meninggalkannya dan menghinanya begitu tahu kondisi usaha keluarganya bangkrut.
Dia akan melakukan apapun untuk menindasnya di sekolah. Inilah salah satu alasan kenapa dia tidak ingin masuk sekolah dan lebih memilih untuk bekerja.
"Tidak ada salahnya untuk belajar mulai sekarang." jawab Joy dengan nada dingin. Dia mulai malas meladeni gadis itu.
"Kok marah sih? Aku kan baik-baik mengajakmu main ke rumahku. Kalau tidak mau ya bilang saja tidak mau."
Joy mendesah. Meskipun dia bukan teman yang baik diingatannya, tapi setidaknya dia tidak boleh menciptakan musuh.
"Aku tidak marah, hanya saja, aku benar-benar ingin belajar. Kau juga tahu nilaiku mulai jatuh semua. Aku ingin memperbaikinya."
"Terserah saja, tapi kau harus datang ke acara ulang tahunku. Aku tidak mau mendengar kata tidak darimu."
"Ulang tahun?"
Senyuman lebar tampak terlihat jelas menghiasi wajahnya saat memberinya sebuah kartu undangan.
Dia sangat tahu hadiah yang pasti disukai gadis itu. Meryl tidak akan menolak barang apapun selama harga barang tersebut diatas dua ratus juta.
Joy melihat kartu undangan ditangannya dengan tatapan kosong. Ulang tahunnya masih dua bulan lagi. Pasti perayaannya sangat meriah dan megah sampai-sampai undangannya dibagikan sekarang.
Usaha bisnis keluarganya memang masih belum bangkrut dan dia tidak tahu seperti apa finansial dari usaha ibunya.
Tapi dia tahu satu hal yang pasti. Usaha yang dikelola ibunya sedang mengalami krisis.
Dia tidak ingin menghabiskan uang dua ratus juta hanya untuk membelikan sebuah tas sebagai hadiah ulang tahun. Sebisa mungkin dia ingin ikut berhemat dan membeli barang yang benar-benar dibutuhkan.
Tentu saja dia tahu, Meryl mengundangnya dengan harapan hadiah yang sangat diinginkannya... yang untuk saat ini dia tidak mungkin melakukan apa yang diharapkannya.
"Akan aku usahakan." jawab Joy tenang sebelum kembali fokus pada buku pelajarannya.
"Baiklah. Aku tidak akan mengganggumu lagi."
Tidak lama setelah Meryl meninggalkannya dia bisa mendengar suara sorakan dari gadis itu beserta teman-teman yang lain.
Mereka sedang membahas apa saja yang akan mereka lakukan saat tiba di rumah Meryl.
Mendengar percakapan teman-temannya dia tertawa sinis dalam hati. Jika seandainya dirinya ditempatkan dimasa lalu, dia akan tergoda dan ingin bergabung dengan mereka.
Tapi dirinya yang sekarang... dia sudah pernah mengalami pahitnya kehidupan. Tidak bisa makan selama beberapa hari, tidur di luar tanpa ranjang yang lembut dan selimut yang hangat.
Bahkan terkadang dia harus terjaga semalaman agar tidak diserang orang jahat ataupun binatang liar. Satu-satunya tempat yang lumayan bisa dijadikan untuk tidur adalah tempat penaungan tuna wisma.
Sayangnya dia tidak bisa tinggal menetap disana. Tiap hari dia harus mengantri pagi-pagi untuk mendapatkan tempat disana. Jika dia terlambat, maka dia tidak akan mendapatkan tempat dan harus tidur diluar.
Tidak setiap hari dia berhasil mendapatkan tempat dirumah itu. Tapi sekali berhasil mendapatkan tempat tersebut, maka selama satu hari dia akan mendapatkan dua kali makan dan ranjang yang hangat untuk tidur.
Karena itu, percakapan teman-temannya tidak akan pernah membuatnya tergoda. Keputusannya sudah bulat. Dia akan merubah masa depannya.. tidak. Dia akan merubah masa depan keluarganya.
Berhasil atau tidak, dia akan mengerahkan seluruh kemampuannya untuk membuatnya berhasil.