Bagian Tigapuluh Empat.
Rumi memperhatikan amplop yang dipegang Halimun.Amplop surat pernyataan cerai pemberian Herman tadi telah menggoda pikirannya.Kemudian dengan cepat dari dalam ia keluar mendekati Halimun." Amplop apa itu ? ", tanya Rumi.
Halimun tidak banyak bicara,segera ia menyerahkan amplop kepada Rumi." Ini kalau mau tahu isinya lihat aja ucapannya ", ujar Halimun lalu dengan segera masuk ke kamar.
Rumi menerima amplop yang diberikan Halimun, segera membuka isinya dan dengan mengeja hurup demi hurup ia membaca surat pernyataan itu.Tapi tidak sampai tuntas karena tiba-tiba punya keinginan untuk menanyakan sesuatu kepada Halimun.Setelah memasukan kertas yang dibaca tadi ke dalam amplop Rumi bergegas menyusul Halimun ke dalam kamar.
" Herman datang cuma memberi kamu surat ini ? ", tanya Rumi sambil melempar amplop itu ke atas meja rias.
Halimun yang sedang menyisir rambut menoleh ke arah ibunya sebentar,lalu melihat ke arah cermin ia melanjutkan menyisir rambutnya.
Rumi memperhatikan Halimun dengan geram.Menuduh Halimun terlalu lemah disepelekan oleh Herman ia diam saja.Keinginan Rumi seharus Halimun meminta uang nafkah selama beberapa bulan." Sekarang dia kelihatan sudah enak,datang ke kampung Setengah pakai mobil... uangnya juga pasti banyak...seharusnya kamu tuntut uang nafkah juga selama beberapa bulan ", kata Rumi.
Halimun melirik kepada Rumi sebentar sambil menyisir,ketika Rumi sudah keluar Halimun melihat ke cermin rambutnya acak-acakan.Rupanya saat matanya melirik tadi nyisirnya tidak rapi.Halimun melampiaskan kekesalannya sejenak,sesudah itu ia mengulang menyisir rambutnya sambil bersenandung riang.
Sementara dari luar kamar suara Rumi terdengar memuncak emosinya.
Setelah bercermin sambil menyisir rambut Halimun ke luar,melihat Rumi sudah tidak lagi bicara.Ia ragu mau mendekati Rumi akhirnya memutuskan untuk pergi ke rumah Saroh anak pamannya di perkampungan di belakang rumah.
Saroh dengan penuh gembira menyambut kedatangan Halimun.Hati anak pamannya itu sangat senang.
" Saya ini tidak sedang bermimpi kan ? ", ujar Saroh,sementara matanya seperti tidak berkedip memperhatikan Halimun." Kamu terbawa angin apa tidak seperti biasanya datang ke rumah saya ?".
Halimun hanya tersenyum mendengar ucapan Saroh.Seperti ia sudah menduga sebelumnya bahwa Saroh akan berkata seperti itu.
" Saya terbawa angin galau ", sahut Halimun tak lama kemudian ia menghempaskan badan ke atas kursi tamu empuk dari bahan oscar.
" Kenapa galau ? Sudah resmi jadi janda kok galau ? ", sahut Saroh sambil memperhatikan raut wajah Halimun sejenak.
Halimun hanya tersenyum gembira, ia merasa ucapan Saroh tadi tidak perlu ditimpali.Ia tidak mau menceritakan kepedihan yang dialami dalam berumah tangga dengan Herman.
" Sepertinya kamu tidak pernah mengalami tertekan batin ", ujar Saroh kemudian." Nasib kamu selalu baik...jadi janda status janda resmi ".
Halimun tertegun, janda resmi ? Lalu rasa ingin tahu menggoda hatinya." Memangnya ada janda yang tidak resmi ya, seperti apa ? ".
"Ada, seperti saya ini ", sahut Saroh.Ditinggal suami bertahun-tahun,tidak dikirimi nafkah,tidak dicerai..".
"Cari lelaki lagi,jangan diam saja ", sahut Halimun.
"Sudah ", ujar Saroh menimpali.
" Sudah punya ?", tanya Halimun
" Sudah .... sudah ", sahut Saroh sedikit kesal.
" Kapan mau menikah lagi ? ", tanya Halimun.
" Tidak bisa menikah, tidak punya surat jandanya ". sahut Saroh.
" Mengapa tidak diurus ? Bikin saja surat kuasa kepada pak Amil suruh mengurus ", kata Halimun memberi saran,hatinya merasakan sakit melihat Saroh diulur-ulur setatus oleh mantan suaminya.
" Belum punya biaya ", ujar Saroh.
" Cari biaya dong, jangan diam saja.Kalau sudah mendapat surat cerai kamu bisa nikah lagi... ", saran Halimun.
" Saya tidak mau punya hutang,saya mau jalan begini apa adanya saja...", sahut Saroh.
Halimun menatap wajah Saroh dengan hati sedikit kesal." Kamu ditinggal delapan tahun tanpa kabar berita oleh suami apakah kamu masih mau menunggu dia kembali ? "
Saroh mengernyitkan kening,sepontan menimpali ucapan Halimun.
" Aiih amit amit...tidak sudi kalau saya menerima dia lagi...", suara Saroh terdengar ngotot.
" Berarti tekad kamu untuk bercerai dengan suami sudah bulat,tapi mengapa tidak kamu ajukan gugat cerai ke Pengadilan ? ", Halimun terus bertanya.
" Kamu tidak tahu masalah saya dengan orang tua ", ujar Saroh."Abah dan Emih tidak mendukung keinginan saya bercerai.Kalau saya nekad bercerai Abah dan Emih akan mengusir saya dari rumah ini ".
Jalan pikiran paman seperti itu sulit dipahami, terlalu kolot.Mereka menilai setatus janda sangat buruk dan memalukan.
"Orang tua yang tidak menyayangi anak, membiarkan anak statusnya digantung bertahun-tahun tidak diberi nafkah lahir dan batin oleh suami ",pikir Halimun.
Membaca situasi sepupunya itu Halimun jadi geram.Tidak sabar ingin memberi pengertian kepada pamannya supaya memaklumi Saroh bercerai,memilih status janda dari pada status istri ditinggal bertahun-tahun tanpa kabar dan kiriman nafkah.
Halimun menceritakan niatnya untuk bicara dengan pamannya kepada Saroh namun Saroh melarang.
— Chương tiếp theo sắp ra mắt — Viết đánh giá