Setelah Raya bersiap, Raya mengambil tas yang isinya beberapa bajunya dan baju Fano dan mengambil kunci mobil,
"Pah Raya pergi dulu ya, tolong kasih tau Natan dan Lexa, Raya pergi beberapa hari." Herlambang mengangguk dan terlihat senang.
"Hati- hati nyetirnya." Herlambang masih saja mengkawatirkan Raya walau usianya sudah kepala 3.
"Baik pah, papa jaga kesehatannya." Raya memeluk Herlambang dan berangkat untuk menemui Fano, di jalan Raya berhenti sebentar membeli kue untuk Fano dan beberapa makanan karena Raya yakin, selama ini Fano mengabaikan makannya, Raya mengemudikan mobilnya dengan kecepatan sedang tapi di persimpangan mendadak ada sebuah mobil sport berbelok tanpa melihat mobil Raya sudah dekat dengan mobilnya, Raya dengan cepat menginjak remnya, mobil itu juga berhenti karena menyadari kesalahannya, muka Raya merah menahan marah tangannya mengepal dan menendang mobil yang hampir membuatnya celaka.
"Kamu cari mati?" tanya Raya melihat orang itu dengan muka merah padam kemarahannya memuncak , dia malah mengulurkan tangannya,
"Jodi." Raya melihat mukanya bule, tapi kok namanya jodi... tapi, kemarahannya muncul lagi dan mata Raya menatap tajam kearah pria itu.
"Raya." jawabnya ketus,
"Sorry saya salah, lampu merah masih menerobos." dengan bahasanya yang belepotan dia meminta maaf,
"Okey lain kali hati- hati berkendara." Raya berbalik berjalan menuju mobilnya,
"Kerusakan mobilmu nona?" Pria itu bingung karena Raya tidak meminta ganti rugi yang menyebabkan beberapa goresan tampak di bagian depan mobil Raya cukup parah, mobilRaya juga mobil mahal dan pastinya butuh uang banyak untuk menjadi mulus lagi,
"Tidak usah." Raya langsung masuk kembali kemobilnya dan berlalu menghilang dari pandangan jodi, jodi terdiam sejenak dan mengembangkan senyumnya.
"Cewek istimewa." Gumamnya, jodi masuk kembali kemobil dan pulang kerumahnya,
Sementara Raya memarkirkan mobilnya di Sea Hotel setelah menempuh jarak lumayan lama, 3 jam mengendarai mobilnya.
Raya keluar dari mobilnya menuju resepsionis dan meminta kunci kamar Fano awalnya mereka tidak memberikannya tapi dengan keterangan Raya dan beberapa bukti mereka memberikan kuncinya, Raya dengan gugup masuk kekamar Fano, di dalam tampak gelap lalu Raya menyalakan lampu kamarnya, Fano yang tertidur di sofa menggeliat merasa terganggu tapi matanya tetap terpejam, Raya mengedarkan pandangannya keseluruh ruangan dan terakhir melihat meja hanya ada minuman disana, Raya jadi teringat dulu pernah melakukan hal seperti ini, Raya mendekati Fano dengan perlahan dan mengusap muka Fano dengan lembut,
"Maafkan aku...Maaf..." memandang wajah Fano yang tampak lelah membuat Raya merasa bersalah, sangat... sangat bersalah.
Fano perlahan membuka matanya duduk dan memegang kepalanya yang sedikit sakit, Raya memberikan minum untuk Fano dan Fano meneguknya sampai habis,
"Ray." Raya langsung memeluk Fano dan menangis,
"Ma'af Fano..." Fano masih terdiam dan memegang kepalanya karena dia menyangka dia berhalusinasi, Raya menatap Fano dan mendekatkan bibirnya di bibir Fano mengecup sekilas,
"Aku ada di depanmu dan nyata." Raya berbisik di telinga Fano.
"Kamu benar- benar datang untukku?" Raya mengangguk, Kini Fano tersenyum dan membelai Rambut Raya,
"Makasih."Raya memeluk Fano lagi, melihat reaksi Fano membuat hatinya sakit, betapa baiknya Fano dalam keadaan mabuk berat dia masih bersikap lembut terhadap Raya.
"Mandi dulu biar badanmu segar." Fano cuma mengangguk dan bangun menuju kamar mandi setelah mandi Fano keluar hanya dengan mengenakan handuk dipinggangnya membuat Raya terdiam dan pipinya merona tapi dengan cepat Raya memberikan baju ganti untuk Fano, Fano menerimanya dan memakainya di depan mata Raya membuat badan Raya memanas dan salah tingkah, dan segera memalingkan mukanya, Raya mengalihkan kegiatannya menyiapkan makanan untuk Fano,
"Makan dulu." Fano duduk dan menikmati makanan yang Raya bawa walaupun tidak banyak.
setelah makan Fano duduk di sofa dan menonton televisi dengan diam, Raya tak bisa menahannya,
"Fan ma'af." pipi Raya sudah basah dan menahan sesak di dadanya, Fano menatap Raya dan menarik tubuh Raya kepelukannya,
"Aku sudah mema'afkanmu, cuma aku terlalu banyak minum alkohol aku takut..." Raya baru mengerti dan dengan cepat membungkam mulut Fano dengan bibirnya menekan bibir Fano dan melingkarkan tangan Raya di leher Fano, perlahan Fano bereaksi dan membalas ciuman Raya dan dalam sekejap keduanya sudah polos, Fano membaringkan tubuh Raya di tempat tidur dan untuk yang pertama Fano merasakan seperti melayang di atas awan dan suara desahan Raya dan dirinya yang bersahutan menjadi irama yang indah hingga keduanya mencapai puncaknya, Fano memeluk tubuh Raya erat dan tertidur kelelahan, Raya tersenyum bahagia karena telah melakukan kewajibannya.
" Alan... mulai hari ini aku telah sepenuhnya menjadi milik Fano, begitu juga dengan Fano, aku akan menyimpanmu di memori bukan di hatiku lagi, kamu adalah masalalu dan Fano adalah masa depanku dan sekarang aku mulai mencintainya, terimakasih telah mempersatukanku dengan Fano." gumam Raya sambil sesekali mengecup bibir Fano yang sedang tertidur pulas. Raya menarik selimut menutupi tubuh polos mereka dan tertidur di pelukan Fano.
Pukul 7 malam Fano bangun, melihat Raya masih dalam pelukannya hati Fano sangat bahagia, beberapa kali Fano mengecup kening dan bibir Raya secara bergantian, Raya membuka matanya dan tersenyum melihat Fano masih memeluknya,
"Malam beb... makasih untuk pertama kalinya aku merasakan seperti melayang di awan." mata Raya membulat mendengar pernyataan Fano,
"what you say, you first do this?" Fano mengangguk dan tak ada kebohongan dimatanya,
"Kamu di luar negeri lama, aku kira kamu sering berganti pasangan."
"Kalau pacar ada beberapa, tapi ga terlalu jauh hanya sebatas ciuman aja, dengan Nadin juga aku melakukan hal yang sama, aku dan dia hanya sampai tunangan, tak sampai menikah." Raya bengong mendengarnya.
"Kenapa bengong." Fano tertawa melihat ekspresi muka Raya.
"Cowok setampan dan dengan tubuhmu yang sempurna ini aku yang mendapatkannya."
"Ya, hanya istriku..." Pipi Raya merona mendengar kata- kata Fano.
"Jadi siap- siap! sekarang aku akan memintamu setiap waktu, karena aku telah menahannya selama ini dan selama 1 minggu kemarin aku merasa tersiksa." Raya menundukan kepalanya dan mempererat pelukannya, dirinya sangat merasa menyesal...
"Ma' af." Fano mengangkat dagu Raya dan mengecup keningnya lalu tersenyum.
"Tidak perlu meminta maaf, mungkin aku juga terlalu egois dan ingin cepat memilikimu, Ayo mandi! kita kencan malam ini."
Setelah mandi bersama, Raya memakai dress berwarna peach, memakai sandal putih bertali tanpa hell, sementara Fano memakai kaos di double sama kemeja dan memakai celana jeans, Fano dan Raya keluar dari kamar hotel dan berjalan di sekitar pantai, Tangan Fano melingkar di pinggang Raya dan sesekali merapatkan tubuh Raya ketubuhnya membuat orang yang melihatnya iri karena Fano dan Raya terlihat sempurna. Mereka berhenti di restoran seafood di dekat pantai,
"Kamu pesan apa beb." Fano membuka buku menunya,
"Saya pesan cumi saus tiram, minumnya orange juice, cah kangkung sama ikan bakar sama..."
Fano menatap Raya
"Aku mau cumi juga, minumnya sama Orange juice."
"Ok, di tunggu ya mba, mas." Waitress restoran berbalik meninggalkan meja mereka.
Tangan Fano meremas tangan Raya dan memeluk Raya sesekali mencium bibir Raya.
"Fano ini di tempat umum." Raya memperingatkan
"Kita sudah menikah, apa masalahnya."
"Masalahnya ini di indonesia." Fano tersenyum dan menggoda Raya lagi mendekatkan bibirnya ke bibir Raya membuat Raya reflek mencubit pinggang Fano.
"Aww sakit beb." Raya cemberut, dan Fano terkekeh melihat muka Raya yang makin menggemaskan.
Tak berapa lama seorang Waitress membawa pesanan mereka dan mereka mulai makan, sesekali Raya menyuapi Fano dan begitupun Fano sebaliknya,
"Aku sangat bahagia hari ini." Fano memeluk Raya dari belakang sambil menikmati malam mereka di pinggir pantai.
"Aku juga bahagia." Raya merapatkan tubuhnya di pelukan Fano, Fano segera membuka kemejanya dan dipakaikan kebadan Raya.
"Ayo pulang! kita hangatkan tubuh kita." Fano tersenyum menggoda, pipi Raya merah merona tapi tanpa sadar Raya menganggukan kepalanya, membuatnya tampak bodoh di mata Fano dan betul saja dengan Raya menganggukan kepalanya membuat Fano tersenyum- senyum, Fano juga jadi membayangkan akan merasakan kenikmatan untuk yang kedua kalinya.
Mereka berjalan bergandengan sesekali Raya tertawa kecil saat Fano menggodanya, ciuman Fano sesekali mendarat di pipi Raya, membuat orang yang melihat kemesraan mereka merasa panas dingin apa lagi melihat muka Fano yang tampannya di atas Rata- rata membuat seseorang menahan nafas ketika memandangnya, seorang laki- laki juga merasakan demikian melihat Raya, yang kecantikannya alami tanpa polesan berlebihan tapi membuat mereka terpesona olehnya.