Yang terjadi ketika makan Fano berakhir dengan memainkan sendoknya tanpa menyuapkan kemulutnya, lalu berdiri dan membalikan badannya dan meninggalkan ruang makan tanpa peduli melihat tatapan aneh dari semua orang yang ada di situ,
"Fano makanmu tidak di habiskan?" Fano menghentikan langkahnya dan berbalik melihat mama Alan,
"Fano sudah kenyang mam..." kemudian berlalu masuk kekamarnya, tanpa membuka sepatu atau mengganti pakaiannya Fano membaringkan tubuhnya di tempat tidur, memejamkan matanya dan mencoba menjernihkan pikirannya,
"Fano... Fano... Raya bukan jelmaan Nadin... dan kamu hanya mencintai Nadin... bukan Raya." beberapa kali Fano memukul jidatnya sendiri,
"Ayo Fano... kamu tidak sedang cemburu bukan... " gumamnya lagi dengan mata masih tertutup.
Terdengar suara ketukan pintu dari luar,
"Masuk!" Fano menyuruh masuk tapi matanya masih terpejam, Fano kaget dan membuka matanya ketika tangan lembut memegang kening Fano,
"Aku khawatir kamu sakit, aku bawakan susu karena kamu tidak betul makannya." Fano hanya diam menatap Raya,
"Heyyy minum!" Raya tersenyum sambil menyodorkan gelas kehadapan Fano, Fano seperti dihipnotis mengambil gelas susu lalu meminumnya sampai habis.
"Jangan lupa mandi air hangat agar capekmu hilang!" Raya tersenyum lagi dan berlalu dari kamar Fano, Fano mengacak- ngacak rambutnya dan berbaring lagi hingga akhirnya tertidur pulas.
Raya benar, paginya Fano tidak bisa bangun karena semua badannya sakit malah panas dingin dan mulai bersein- beresin karena semalem tidak pakai selimut sementara AC di nyalain begitu dingin.
Mama Alan merasa khawatir dengan sikap Fano setelah kepulangan Alan.
Beberapa kali mengetuk pintu tak ada jawaban sama sekali, akhirnya mama Alan membuka pintunya pelan, muka Fano pucat dan sesekali beresin- beresin,
"Bagaimana kamu tidak beresin- beresin Fano, kalau AC nya kaya di kutub, terlalu dingin." omel Mama Alan,
"Semalam Fano kepanasan mam," Mama Alan menatap Fano yang memalingkan mukanya,
"Kamu kepanasan melihat kakakmu?"
"Enggak mam.." suara Fano gugup,
"Mama tau anak mama seperti apa, maaf jika mama selama ini selalu mendekatkanmu dengan Raya, karena mam fikir Alan tidak akan kembali lagi, dan kamu satu- satunya yang terbaik buat Raya untuk menggantikan Alan, tapi Tuhan mempertemukan mereka kembali dan mama tau hatimu seperti apa sekarang."
"Sudahlah mam, mungkin aku masih ingat Nadin, jadi melihat kak Alan sama Raya bareng rasanya hatiku.... entahlah mam, susah sekali mengatakannya dan menggambarkan suasana hatiku sekarang. " Fano menunduk, Mama Alan memeluk Fano,
"Maaf sayang... " Fano hanya diam membeku.
"Mama ambilkan sarapan dan obat ya sayang..." tak lama Mama Alan kembali dengan nampan di tangannya,
" Mama abis bikin bubur Ayam dimakan!"
"Iya mam, makasih." Jawab Fano pelan,
Sementara di kamar Alan, Alan telah siap untuk pergi ke Rumah sakit dengan Raya, berkas riwayat sakit Alan di bawa Kerumah sakit untuk tindakan selanjutnya, tak lupa Raya membawa kursi roda untuk jaga- jaga, kalau- kalau Alan kecapean.
Alan dan Raya menuju meja makan dan mendapati mama Alan sendiri disana sedang menyuapkan bubur ke mulutnya,
"Fano mana mam?" Tanya Alan, karena tidak melihat Fano sejak makan malam semalam,
"Di kamar demam..." Raya menatap Mama Alan dan wajahnya langsung cemas.
"Mama tidak kasih obat yang ada di kotak obat itu kan?" Raya menunjuk kotak obat yang tak jauh dari mereka, mama Alan menghentikan makannya,
"Mama ambil dari situ, memang kenapa?" Raya menjatuhkan sendok ditangannya dan segera berlari kekamar Fano,
"Fano jangan di makan obatnya!" teriak Raya dari pintu membuat Fano mengurungkan meminum obatnya, Fano menatap Raya, karena terburu- buru Raya menabrak tubuh Fano, posisi mereka saling berhadapan dan Raya sampai bisa merasakan napas hangat Fano, Raya segera sadar dan membenarkan posisinya.
"Kenapa?" Fano mengerutkan keningnya.
"kamu alergi obat itu, obatmu ada di laci" Raya menunjuk laci kecil yang berada di sudut ruangan, dan Raya sendiri yang mengambilkan obatnya,
"Kamu harus tau mana obat yang bisa kamu minum sama yang enggak bisa kamu minum!" omel Raya, Fano hanya diam, setelah meminum obat Fano membaringkan tubuhnya kembali, dan Raya menyelimutinya,
Alan dan mama Alan segera menyusul dan menyaksikan Raya yang khawatir sama Fano, dan memperlakukan Fano dengan lembut, membuat darah.Alan mendidih.
"Sabar- sabar..." dalam hati Alan,
"Kenapa Ray?" mama Alan menatap Raya bingung,
"Sebelumnya Raya kasih obat itu Fano sesak nafas mam, itu obat buat Alan sama Raya tapi Fano tidak cocok." Alan maklum dengan kekhawatiran Raya namun kecemburuannya tidak dapat di sembunyikan,
"Aku hanya melindunginya bukan mencintainya." Bisik Raya di kuping Alan,
"Ayo sarapan lagi!" Raya mencuri cuma di pipi Alan terus pergi meninggalkannya, Mama Alan hanya tersenyum melihat betapa cemburunya Alan,
Fano yang mendapat perlakuan Raya tersenyum, walaupun tidak bisa memiliki Raya setidaknya mendapat perhatian sedikit dari Raya sudah cukup,
Alan duduk cemberut dan tak melanjutkan makannya, mama Alan hanya diam melihat pertunjukan selanjutnya,
"Dimakan yank!" Alan menggelengkan kepalanya, Raya mengambil alih mangkuk bubur Alan terus menyuapkan buburnya ke mulut Alan, sambil mencium pipi Alan, otomatis mulut Alan terbuka dan mau mengunyah dan menelan buburnya, mama Alan yang melihat kelakuan manja Alan tersenyum geli...
"Kenapa mam?" suara Alan ketus,
"Enggak ada..." dan tawa mama Alan pecah,
"Aku lagi marah mam..."
"Ayolah yank... Fano itu adikmu, otomatis adik aku juga, kalo ada apa- apa sama dia aku akan merasa bersalah, Fano telah melakukan banyak hal untukku dan semuanya, Aku hanya mencegahnya." Alan mengangguk,
"Tapi aku cemburu..."
"Aku menjaga batas juga kalau enggak, aku sudah nikah sama dia dan lupain kamu." jawab Raya nyeplos,
Apa yang di katakan Raya ada benarnya juga, selama Alan tidak ada bukankah Fano orang yang tepat...?
"Andai kamu nikah sama dia, aku pulang pasti bunuh diri." Raya menghentikan makannya dan memeluk Alan,
"Jangan berandai- andai... aku sekarang masih bersamamu."
"Ehem... ehem... mama jadi kenyang." Mama Alan berlalu meninggalkan dua sejoli yang lagi mesra- mesraan, Pipi Raya merona mendengar ucapan mama Alan, namun Alan ga peduli dan cuex, malah mencium bibir Raya,
"Yank jangan disini...!" Raya memperingatkan Alan,
"Ayo kekamar dulu!" perintah Alan dan menarik Raya masuk kekamarnya tanpa ampun Raya berakhir polos di tangan Alan...
keringat bercucuran di tubuh mereka,
"Yank 1 jam lagi kamu kontrol." suara Raya serak dan mencoba mengatur nafasnya,
"Ya sudah kita siap- siap!" jawab Alan enteng membuat Raya gemas dan mencubit pinggang Alan,
"Aww sakit yank..." Raya bangun membersihkan badannya diikuti Alan setelah siap mereka keluar bersiap berangkat, mama Alan yang keluar dari kamar Lexa tertegun melihat rambut keduanya masih keliatan basah,
"Kalian abis mandi lagi?" keduanya saling pandang dan tersenyum malu.
"Anak mama nakal mam..." celoteh Raya,
"Tapi kamu tak menolaknya." Raya tersenyum dan menunduk, mama Alan hanya menggeleng- gelengkan kepalanya,
"Kami ke Rumah Sakit dulu mam." Alan pamit pada mamanya,
"Oke hati- hati dijalan!" keduanya keluar meninggalkan rumah menuju Rumah Sakit,
sehabis kontrol Raya dan Alan segera pulang kerumah karena Alan sudah terlihat lelah,