Natan telah mandi dan berganti pakaian, perlahan mendekati Ara,
"Hey... bangun Ra, kita makan malam." Natan membelai rambut Ara, Ara mulai terusik dan membuka matanya, bau harum tubuh Natan yang baru selesai mandi membuat jantung Ara berdetak kencang, Ara bangun dan masuk kekamar mandi namun Ara balik lagi menatap Natan lesu.
"Aku enggak bawa baju ganti Nat." Natan tersenyum dan membuka kemari pakaian,
"Kamu pilih saja yang mana yang mau kamu pakai." Ara terbelalak melihat baju- baju perempuan begitu banyak di lemari,
"Ini baju siapa Nat, banyak sekali?"
"Baju kekasihku." Jawabnya pendek,
"Sebelum aku?" Natan menatap Ara gemas dan menarik tubuhnya kepelukan Natan,
"Apa kamu tau sebelumnya aku punya kekasih?" Ara menggelengkan kepalanya dan tertunduk karena pandangan mata Natan tajam menatapnya dari jarak dekat, bahkan sangat dekat.
"Ingat, cuma kamu dan hanya kamu, sekarang dan selamanya." pipi Ara merona, lalu Ara mengambil celana pendek dan baju kaos longgar untuk berganti pakaian, Sepuluh menit kemudian Ara keluar dari kamar mandi dengan muka segar, Ara tidak memakai riasan yang berlebihan cukup riasan natural sudah membuat Ara cantik,
"Ayo makan." ajak Natan, Ara mengambil tasnya dan mengikuti Natan keluar dari kantornya,
"Mau makan apa Ra?" sejenak Ara berpikir,
"Aku ikut saja, apa saja aku makan, termasuk kamu eee..." Ara menutup mulutnya dan meringis menatap Natan, Natan tidak bisa menahan tawanya...
"Aku baru sadar ternyata kekasihku ini memendam keinginannya untuk memakanku..." Natan menatap tajam Ara,
"Memangnya aku bisa dimakan? kalau habis bagaimana?"
"Haaaah... mmm... aku... aku... berbicara asal... ma'af..." Ara menggaruk kepalanya yang tidak gatal, Natan tersenyum lalu mencuri ciuman di pipi Ara.
"Heyyy hati- hati, kamu sedang mengemudi." Natan cemberut, melihat itu kepala Ara sedikit bersandar di bahu Natan.
"Jangan marah." lirihnya, Natan menggeleng dan tersenyum kembali.
Mobil berhenti di sebuah Rumah makan khas sunda, Natan dan Ara keluar dari mobil duduk lesehan di pojok dekat Taman, Ara bersandar di dada Natan,
"Kamu mau pesan apa?" Natan bertanya sama Ara, sambil membolak-balikan buku menu,
"Samain sama kamu aja, tapi minumnya air jeruk hangat."
"Mba nasi timbelnya dua porsi ya, Air jeruk hangatnya dua juga."
"Baik mas, tunggu sebentar." pelayan Rumah Makan pergi untuk membuat pesanan mereka,
"Nat..." Ara membuka pembicaraan setelah beberapa waktu hening.
"Mmm" jawaban Natan pendek,
"Apa kamu bahagia bersamaku." Suara Ara pelan, Natan meletakan handphonenya,
"Tentu aku aku, sangat bahagia."
"Tapi selama ini, aku selalu merepotkan dan menjadi bebanmu."
"Apa yang kamu katakan? aku tidak merasa begitu, aku sangat bahagia seperti ini dan aku ingin nantinya hubungan kita akan lebih serius lagi."
"Apakah menikah tujuan akhirnya?"
"Itu tujuan selanjutnya, karena tujuan akhirnya adalah memilikimu selamanya bukan hanya menikah saja."
"Kalau begitu, aku sudah siap bersamamu, aku tidak akan menyuruhmu menunggu beberapa Tahun lagi..." Natan memeluk erat Ara.
"Betulkah yang kamu katakan barusan?"
"Mmmm."
"Terimakasih sayang, kita akan mempersiapkan segalanya." Natan menghujani Ara dengan ciuman, Ara mengangguk pipinya memerah menahan malu karena beberapa orang memperhatikan mereka, Ara dan Natan tidak sadar tatapan tidak suka terlihat dari Satu pria yang duduk dengan beberapa temannya jaraknya tidak jauh dengan Ara dan Natan, raut mukanya tidak senang.
Pesanan Natan dan Ara datang, mereka menikmatinya sambil bercanda dan saling suap- suapan, Makan malam selesai. Ara dan Natan keluar dari Rumah Makan setelah membayar ke kasir, Ara dan Natan berjalan menuju parkiran dan tiba- tiba tangan Ara di tarik seseorang dari arah samping, sepontan Ara mengibaskan tangannya karena kaget dan melihat ke arah samping.
"Kak Ata..." Pria itu tersenyum dan mengangguk,
"Aku merindukanmu..." perkataannya langsung keluar dari mulut Barata, tanpa melihat dengan siapa Ara sekarang, tentu saja muka Natan merah padam menahan marah, untung saja tangannya di peluk Ara jadi Natan sedikit tenang.
"Maksud kakak?" Ara mengerutkan keningnya.
"Aku menyukaimu." Natan melotot hampir tidak bisa mengendalikan diri,
"Sayang, biarkan aku menyelesaikannya, beri aku waktu." Natan sedikit tenang.
"Ma'af kak, dari dulu Ara menganggap kakak seperti kakak pada umumnya, karena Ara tidak mempunyai sosok seorang kakak, sekarang... Ara sudah bertunangan dengan pria yang bersama Ara dan kami akan segera menikah." Ara dan Natan melangkahkan kakinya hendak meninggalkan Batara,
"Aku akan memperjuangkanmu." Suara Batara setengah berteriak, membuat Natan berbalik dan memukul wajahnya,
"Dia sudah menjelaskannya padamu, dia hanya milikku."
"Aku menginginkannya jauh sebelum dia mengenalmu." suara Batara sinis.
"Tapi pada akhirnya dia memilihku." Suara Natan dingin, dan buk... buk... buk... Batara dan Natan saling memukul, Ara panik apa lagi sudut bibir Natan berdarah, Ara memeluk Natan,
"Sudah sayang ... sudah." Ara menarik tangan Natan untuk menjauh dari Batara, karena kalau masih di situ Ara yakin masalahnya tidak akan selesai, Natan masih terlihat kesal tapi menurut dan masuk kedalam mobil, Ara menyeka darah yang ada di sudut bibir Natan sambil menangis, membuat hati Natan luluh dan memeluk erat Ara.
"Aku takut kehilanganmu." suara Natan lirih,
"Batara hanya bagian masa lalu dan bagian masa kecilku, kalau dia menyukaiku aku akan menjauhnya." Natan akhirnya tenang, menyalakan mesin mobil dan keluar meninggalkan Rumah Makan tersebut, mobil melaju dengan kecepatan sedang dan mobil masuk kepekarangan Rumah Mama Raya, kebetulan mama Raya yang membuka pintu melihat bibir Natan berdarah membuatnya panik,
"Kamu kenapa Nat? habis berantem?"
"Natan kesal mam sama orang yang mengganggu Ara, apalagi dia terang- terangan di depanku bilang suka sama Ara." Raya yang tau sifat Natan hanya menggeleng- gelengkan kepalanya, Ara segera kedapur mengambil es batu dan mengompres lebam Natan lalu mengoleskan salep buat menyembuhkan lebamnya.
"Ayo tidur!" Ajak Natan dan menarik Ara kekamarnya.
"Mam, Ara tidur dulu, selamat malam..." Raya mengangguk dan kembali ke kamarnya,
Natan tidak melepas pelukannya sama sekali,
"Nat lepas! aku bersedia tidur satu kamar tapi tidak seperti ini, aku takut nanti kita tidak bisa menahannya." Natan baru mengendurkan pelukannya, tetapi tubuhnya tetap dekat, sangat dekat.
Ara menarik napas panjang dan tanpa mengganti pakaiannya Ara terlelap. Ara tidak tau tubuh Natan memang bereaksi, Natan dengan segera menjauh dan masuk ke kamar mandi, setelah reaksi tubuhnya normal kembali, Natan keluar dari kamar mandi, berganti pakaian lalu tidur di samping Ara dan memeluknya.
Pagi- pagi Ara terbangun dan menuju kedapur, kebetulan mama Raya sama Bu Mimin sedang memasak, melihat Ara keduanya tersenyum.
"Gimana tidurnya sayang, apa Natan masih manja." Ara tertunduk dan pipinya merona.
"Iya mam Ara.... mmm..." Raya tau Ara akan ngomong sesuatu lalu menarik Ara ke Taman belakang sambil membawa dua cangkir teh panas, Ara mengikuti Raya dan duduk di kursi Taman, lalu Ara menceritakan semuanya,
"Reaksi Natan selalu berlebihan mam."
"Dia sangat mencintaimu."
"Ara tau makanya Ara mempertimbangkan saran mama dan ajakan Natan untuk menikah." Mata Raya membulat dan langsung memeluk Ara,
"Jadi kamu bersedia?" Ara mengangguk,
"Tidak baik mam selalu tidur bersama dan Natan tidak bisa lepas dari Ara." Raya tersenyum dan kagum dengan pola pikir Ara.
"Mama tahu, mama takut saja Natan tidak bisa menahannya, kamu anak baik, mama bangga padamu, mama senang Natan memilihmu."
"Ara yang harusnya berterimakasih, mama dan keluarga mama sangat baik sama Ara tidak memandang siapa Ara dan setatus Ara."
"Itu tidak perlu sayang, yang penting berkepribadian baik, itu sudah lebih dari cukup, mama yakin kalian akan hidup baik."
"Ara berjanji akan menjadi yang terbaik untuk Natan mam."
"Bagus sayang, Oh iya mama dengar Desain bajumu bagus sayang, Apa sebaiknya mama buka butik untukmu, kamu jangan ke Restoran lagi, karena keahlianmu bukan di sana."
"Tidak usah mam, Ara masih belajar. Kalau nanti Ara sudah sanggup Ara akan bilang mama."
"Oke sayang." Raya memeluk erat Ara.
Raya bangkit dari tempat duduknya untuk bersiap- siap kekantor dan Ara membersihkan diri di kamar mandi.
"Nat, bangun! kamu tidak masuk kantor." Natan menggeliat malas dan malah memposisikan kepalanya di pangkuan Ara,
"Nat..." Natan membuka matanya deg ... jantung Ara mulai berdetak tidak benar saat mata Natan bertemu dengan mata Ara menjadi gugup, Natan bangun tidur juga menggemaskan...
"Aku kuliah siang, nanti berangkat dan pulang bareng ya." Ara mengangguk. Natan beranjak dari tempat tidur dan membersihkan diri, setelah selesai mereka ikut sarapan,
Setelah obrolan pagi itu antara Ara dan Raya, keluarga Natan tinggal menunggu keputusan dari Natan untuk masalah pernikahan.