Tải xuống ứng dụng
88.09% JANJI MANIS SULTAN / Chapter 37: Cheers (1)

Chương 37: Cheers (1)

Noni mulai di sibukkan latihan cheers. Nino juga memilih sibuk kasih Noni makan sebelum Noni latihan di aula. Nino ga perduli rengekan Febry yang minta di antar pulang. Febry tuh parah deh, Nino benar benar nunjukin sikap ga suka begitu terang terangan, tapi Febry terus menerus keukeh ga perduli, kaya matanya buta dan kupingnya budeg. Nino antar juga sekedar antar, kaya tukang Ojek. Boro boro Nino minat mampir, ga deh. Tar Nino mesti jadi gigolo lagi.

"No, ayo antar aku pulang!" ajak Febry.

Nino diam dan sibuk mempergatikan Noni yang dari tadi kelihatan gelisah sambil makan bakso yang Nino pesan.

"Gue anter setelah Queen rapi makan dan dia latihan Cheers" kataku tanpa menoleh ke arahnya, karena aku memilih memastikan si Noni makan bakso tanpa pakai cuka dan banyak sambal. Trio curut dalam mode diam tapi Nino tau mereka kesal. Febry diam tak merengek lagi.

"Udah kenyang No!" kata Noni menyerah.

"Abisin atau ga gue izinin elo latihan!" jeritku kesal.

Noniku cemberut lalu menatap 3 curut dengan tatapan memohon. Kayanya dia ga nyaman ada Febry yang terus memperhatikan dia makan.

"Anter dulu deh, elo bisa balik lagi" saran Roland. Aku menatap ga suka ke arahnya. Tapi aku menyerah saat melihat tatapan memohon dari Noniku. Aku menghela nafas berat, "Ayo gue anter elo pulang! Dan elo Non! Pas gue balik,gue ga mau lihat makanan elo ga habis!" ancamku. Noniku tersenyum lebar, "Siap bosque" jeritnya senang. Febry tersenyum senang saat aku beranjak bangkit dari bangku di sebelah Noniku.

"Elo bertiga liatin dia makan,dan jangan di tinggal, tar ga di abisin,terus nunggu gur balik! Awas kalo pada ga nurut, ga jadi gue bayarin makanan elo semua" ancamku sebelum aku berlalu keluar kantin. Febry mengekor dan dia sama sekali ga pamitan sama Noniku atau pada curut. Sepanjang koridor sekolah dia menggandeng tanganku sambil sesekali menyapa setiap orang yang melintas. Pamer banget. Padahal aku setengah mati nahan mual.

"Elo lelet banget sih, sibuk aja negorin orang. kaya penting banget!" keluhku sambil naik montorku. Aku juga ga kasih dia helm yang biasa Noniku pakai. Ga rela, kalo rambutnya wangi kaya si Non, kalo kutuan? Bahaya kan?

Dia nurut tanpa banyak protes. Aku setengah mengebut memacu motorku agar cepat sampai rumahnya dan dia seperti kegirangan karena dia sudah memeluk pinggangku erat sambil sesekali menggesekkan dadanya di punggungku.

"Diam sih kalo di bonceng! Elo mau kita jatoh!" jeritku kesal.

Febry akhirnya diam. Febry kira aku turn on di pancing pakai dada kendor dia. Ih .... Ilfeel aja.

"Ga mampir No!" katanya maksa.

"Ngapain nanya sih! Kan tau gue mesti balik ke sekolah! Udah ah gue cabut!" kataku ketus. Dasar cewe sakit jiwa, Febry malah ketawa aku jutekin. Bodo amat deh. Aku memacu motorku lagi ke sekolah. Pas aku sampai, trio curut udah main bola dan Noniku ga ada. Aku bergegas ke aula. Dia sudah mulai latihan. Dan aku kembali ke kantin untuk makan. Kesel bikin aku lapar.

"Mas Pur, Noni gue tadi makannya abis ga?" tanyaku. Mas Pur tau kalo aku panggil Noni pada Queen.

"Abis bos! Malah nambah, katanya laper" kata Mas Pur. Aku tersenyum senang, "Nih, bayar yang tadi semua sama bikinin gue satu ya, sisanya buat elo, Mas! Kalo dia makan lagi di sini, besok besok, kalo dia bayar elo jangan ambil Mas, biar gue aja yang bayar. Elo bilang aja sama gue. Tapi ingat tuh botol cuka elo lempar!" perintahku sambil meletakkan uang pecahan 100, dua lembar.

"Siap bosque!" katanya sumringah.

Aku berdiri menunggu pesanan baksoku jadi.

"Mas Nino, tau ga kalo si Non, sering di judesin sama pacar mas Nino?" tanya Mas Pur.

"Kapan?" tanyaku kaget.

"Wah sering mas, kalo neng Queen sendiri. Kalo ada neng Karin atau neng Sinta ga berani. Kasihan mas, kadang suka ga jadi makan. Kasihan saya. Si neng Queen kan makannya cuma bakso atau mie. Mana suka dia jajanan lain. Temenin mas kalo dia makan. Tadi aja pas mas Nino anter pulang pacarnya, si neng Queen langsung semangat makan" jelas mas Pur.

Aku tercenung. Ga bisa di biarin ini, aku mesti ngomong sama trio curut, terutama Obi yang sekelas dengannya, "Mas dengar ya! Siapa pun yang ganggu Noni gue, lapor sama gue, bisa ga lo?" tanyaku.

"Bisalah, mas! Termasuk cewenya mas?" jawabnya sambil cengar cengir.

"Febry bukan cewe gue,dia aja ngaku ngaku. Pokoknya siapa aja!" ulangku.

"Syukur mas kalo yang tadi bukan pacar mas, lega saya. Jauh banget mas, cakepan Noninya mas Nino" cetus tukang bakso langganan si Non.

"Nah elo tau, gue ganteng, maunya sama yang cantik kaya bidadari, mana mau gue sama yang lain!" kataku sambil tertawa.

"Siap mas" kata mas Pur sambil menyerahkan mangkok bakso pesananku. Aku makan sambil berpikir gimana caranya hadapin si Ular dan Noniku aman. Bikin repot aja tuh cewe sakit jiwa!!!

💘💘💘💘💘

"Queen besok jam 7 udah sampe sekolah, ya. Kita berangkat bareng dari sekolah" kata Sinta sebelum berpisah denganku di lapangan dekat Nino Cs.

"Okey Sin, istirahat lo" kataku. Sintia tersenyum, "Lo yang mesti istirahat, dengkul elo masih biru gitu. Padahal udah 3 hari" Kata Sinta lagi. Aku meringis ke arah dengkulku yang pakai deker, "Thank's"

"Gue balik ya, ada salam lo dari Ben. Besok dia datang" kata Sinta sambil cipika cipiki sama aku.

"Salam balik deh" kataku sambil tersenyum.

Sinta berlalu. Miris banget sebenarnya. Anggota cheers yang aktif pada angkatan kami memang cuma aku dan Sinta. Makanya secara aklamasi Sinta di angkat jadi ketua cheers. Tekanan dari kakak kelas yang sangar sangar dulu membuat anggota cheers satu persatu mengundurkan diri.

"Woy balik yuk!" kataku pada Nino.

"Udah selesai?" tanya Nino.

"Udah, ayo buruan sih" kataku. Mereka serempak berdiri menghampiriku.

"Perasaan udah beberapa hari ini elo pake deker?" tanya Obi mulai kepo. Aduh mati aku! Kenapa bisa sadar sih, apa aku pakai celana kependekan ya? Ya, aku memang selalu mengganti celana pendek jika latihan cheers di sekolah dan anggota lain juga begitu. Bukan celana yang pendek banget. Celana hawai sebatas lutut.

"Ga apa apa Obi, gaya doang" sanggahku. Nino menatapku sekilas lalu melanjutkan langkahnya. Aku pikir selesai ternyata tidak.

"Pegangin!" perintahnya.

Aku diam bingung sampai Obi dan Roland mencekal tanganku dan mendudukkanku di jok motor. Nino menarik dekerku sampai betis.

"Astaga!" desis Obi. Aku meringis saat Nino menekan lututku.

"Sakit ga?" tanya Nino. Aku cuma meringis.

"Mama udah kasih aku parem kok kalo malam. Udah mendingan" kataku masih meringis karena Nino masih saja memegang lututku dengan agak menekan. Obi dan Roland melepaskan cengkeraman tangannya di tanganku.

"Kok elo bisa tahan sih tetap ngedance?" tanya Roland sambil meringis.

"Gue bukan keseleo tapi jatuh pas latihan bikin piramid. Apesnya gue ga pake deker pas jatuh. Deker gue ketinggalan" keluhku hampir nangis. Kenapa aku kaya di gerumutin gini sih.

"Kan bisa nyuruh kita ambil du rumah elo atau beli lagi"kata Omen. Aku menggeleng, "Tar elo pada repot, trus gue di bilang cewe nyebelin" kataku mulai menunduk terisak. Mereka ngakak minus Nino.

"Astaga Queen, elo tuh. ampun gue. Trus kenapa elo sekarang nangis?" tanya Obi.

"Elo pada gerumutin dan ngomelin gue. Ino juga udah tau sakit masih aja di pencet pencet. Besok gue tanding di Ancol mulai dari jam 11 siang. Gue mau pulang, mau istirahat" kataku di antara isak tangisku. Nino akhirnya melepaskan tangannya di lututku dan memasang dekerku lagi, "Ayo cabut, biar dia ngaso. Besok aja kita ke Ancol sambil nonton nih cewe tanding, mau lihat gue, dia bikin apa sampe kaki bonyok gitu" kata Nino.

"Jam sebelas ya tandingnya?" tanya Roland.

Aku hanya mengangguk. Akhirnya kami beranjak pulang. Di tengah jalan kami berpisah. Hanya Nino yang mengantarku sampai rumah.

"Masuk trus mandi, gue ke apotik dulu beli obat, pake celana pendek banget, ya" perintahnya saat di depan rumahku.

"Mau ngapain lo, mesum aja" kataku. Nino hanya tersenyum lalu berlalu pergi. Aku buru buru masuk dan mandi. Selesai mandi aku dapati Nino sedang makan di meja makan. Sesaat Nino tampak tertegun melihatku.

Aku langsung memperhatikan penampilanku. Aku pakai tanktop putih dan celana hotpant pink. Ini pakaian tidurku sih. Apa kependekan ya, tapi kan dia tadi yang bilang aku mesti pake celana pendek.

"Kenapa sih?" tanyaku sambil duduk di kursi makan di sampingnya dan mulai makan.

"Jangan pakai baju gini ya kalo ada anak anak, kalo ada gue doang ga apa apa" kata Nino kembali makan.

"Kan tadi elo yang suruh pake celana pendek" kataku cuek.

"Ya ga tau bakal sependek itu yang elo punya"

"Gue punya beberapa buat gue pake tidur dan di kamar"

"Kamar elo yuk!" ajak Nino.

"Ngapain?" tanyaku heran.

"Mau gue perkosa!" kata Nino cuek.

Aku ngakak.

"Anjir ga pernah bayangin elo bisa seksi gini. Sumpah. Rambut elo basah mana keriting lagi. Aduh gagal fokus gue" rutuk Nino.

"Gue ganti baju ya?" tanyaku.

"Ga usah, terlanjur. Lagi lutut elo belum di obatin" kata Nino. Aku akhirnya meneruskan makan. Setelah makan, Nino mendudukkanku di karpet, di ruang tamu. Berkali kali dia tampak menghela nafas.

"Elo kenapa sih?" tanyaku. Nino tidak menjawab, dia terus fokus mengolesi lututku yang biru dengan gel yang aku ga tau apa, tapi rasanya dingin.

"No, ih di tanya juga?" tanyaku merengek.

"Elo mau gue jawab apa, mau gue bilang gue horny" keluh Nino. Aku ngakak. Aku tarik kakiku yang sedang Nino pegang, "Kirain elo nafsunya sama cewe seksi doang, bukan anak kecil kaya gue" kataku sambil duduk di sofa lalu selonjoran. Nino mengusap tengkuknya. Kebiasaan kalo dia lagi grogi. Lalu ikut duduk di sofa denganku sambil menyender.

"Ya kan elo bukan anak kecil juga, cuma belum dewasa" kata Nino sambil melirik pahaku lagi. Aku langsung menutupi dengan bantal sofa.

"Gue tau, buat ukuran cewe elo tinggi, cuma ga nyangka aja kaki elo bisa keliatan sejenjang itu" keluh Nino.

"Fantasi sex elo dong gue" ledekku. Nino menghembuskan nafas berat, "Tau ah, yang pasti gue suka tengkuk elo, elo kan selalu jepit rambut elo ke atas. Kulit elo tuh kan putih kemerahan, seksi gimana gitu. Rambut elo juga gelombang, jadi anak rambut di tengkuk elo jadi keriting bikin gemes" kata Nino cengar cengir.

Aku terdiam, memang sih berkali kali Nino marah kalo aku ga kuncir rambutku. Tapi dia bilang karena liatnya gerah. Hm ... jadi fantasi sex buat seorang Nino .... kedengarannya gimana gitu, ga nyangka. Nino bergeser lalu duduk berhadapan sama aku.

"Elo ga pernah sadar apa Non? Elo tuh cantik banget. Mata biru elo kalo melotot itu keren banget, mata yang selalu bikin gue takjub" kata Nino sambil menatapku lekat.

Aku mengerjapkan mataku.

"Bibir lo Non, walaupun sering ngomel tapi gue suka banget liatnya, apalagi kalo elo cemberut apa merengut. Astaga bayangin aja gue udah tegang" keluhnya kesal. Aku menggigit bibirku grogi.

"Bisa ga obrolan ini di skip aja?" kataku mencari aman. Aman buat diriku yang mulai panas dingin. Please No, bukan kamu doang yang tegang, aku juga. Nino tertawa lalu bangkit. Aku mendongak melihat tubuh jangkung Nino, "Gue balik ya, ga bagus lama lama gue disini" katanya sambil mengelus pipiku lembut.

"Kenapa? Ga temenin gue No" kataku.

"Tidur aja, elo udah terlalu capek hari ini. Besok gue nonton lo tanding ma anak anak. Kaki elo selonjorin terus ya. Itu gel yang biasa gue pake kalo gue memar gara gara main bola. Biasanya manjur" kata Nino sambil mencium pucuk kepalaku.

Aku mau bangkit tapi Nino menahanku, "Ga usah anter Non, gue keluar sendiri aja. Kayanya bi Ijah juga di depan lagi nyapu teras" kata Nino.

"Siapa yang mau anter lo, gue cuma mau berdiri" godaku akhirnya berdiri. Aku langsung menyusup ke pelukan Nino. Nino membalas pelukanku, "Makasih ya No, baik banget suh lo" kataku dalam pelukannya. Nino menciumi rambutku dan bahu telanjangku. Aku sampai merinding, "Jangan cium gitu dong No" karaku sambil mendorong tubuhnya. Nino ngakak lalu berlalu,"Gue cabut, molor lo" jeritnya.

Aku hanya menggeleng menanggapi. Aku buru buru ke kamar untuk tidur.

"


next chapter
Load failed, please RETRY

Tình trạng nguồn điện hàng tuần

Rank -- Xếp hạng Quyền lực
Stone -- Đá Quyền lực

Đặt mua hàng loạt

Mục lục

Cài đặt hiển thị

Nền

Phông

Kích thước

Việc quản lý bình luận chương

Viết đánh giá Trạng thái đọc: C37
Không đăng được. Vui lòng thử lại
  • Chất lượng bài viết
  • Tính ổn định của các bản cập nhật
  • Phát triển câu chuyện
  • Thiết kế nhân vật
  • Bối cảnh thế giới

Tổng điểm 0.0

Đánh giá được đăng thành công! Đọc thêm đánh giá
Bình chọn với Đá sức mạnh
Rank NO.-- Bảng xếp hạng PS
Stone -- Power Stone
Báo cáo nội dung không phù hợp
lỗi Mẹo

Báo cáo hành động bất lương

Chú thích đoạn văn

Đăng nhập