Bukan makanan yang Vanka bawa ke kamarnya malam ini. Dia tadi mengeluh kelaparan sampai-sampai memutuskan untuk turun ke lantai dasar dimana pantry berada.
Tapi sang Mama mengetahui keberadaannya yang berjalan menuju ke pantry dari ruang santai yang berada di dekat tangga turun ke lantai dasar. Dan sesuatu yang tidak dia harapkan ternyata terjadi.
Mama memanggil Vanka dan mengatakan jika ada bingkisan kado natal untuknya. Karena di malam sebelum natal tiba, Vanka ternyata tidak hadir di saat acara makan malam keluarga intinya ini. Dan dia kelupaan jika ternyata ada satu hal yang terlewatkan, ternyata keluarganya masih memedulikan dia.
Bingkisan yang Vanka bawa itu membuatnya penasaran. Dia mulai memikirkan apakah yang akan didapatkannya di natal tahun ini. Selain berita buruk yang didengarnya secara sengaja tapi disengajakan oleh para penncetusnya.
Karena Vanka penasaran dengan bingkisan berkertas karton seperti karton belanjaan dimana di atasnya ada lubang untuk sebuah pegangan untuk membawanya dengan satu tangan saja.
Dia tidak mengira jika isinya adalah sesuatu yang terbuat dari kain seperti baju hangat dan barang berukuran kecil. Karena bingkisan cukup padat dan berat untuk dipegangnya.
Merasa tidak sabar, Vanka pun membukanya. Ternyata setelah dibuka, Vanka menemukan sebuah buku tebal dengan cover berwarna merah jambu. Dia tidak mengetahui untuk apa buku itu, bahkan di covernya sendiri tidak ada sama sekali tulisan yang menjelaskan isi bukunya. Namun buku cukup berat dan juga luasnya seperti halaman kertas A4.
Namun saat dia buka ternyata dia sadar jika buku itu adalah buku kosong dengan kertas berpola yang cocok untuk dibuat sebagai lembaran journaling. Melihat itu, Vanka bingung apa maksud dari kado natal tahun ini.
Dia melihat buku itu, sungguh sempurna sekali jika dia bisa menulis beberapa hal tentang kisah kehidupannya di lembar demi lembar journaling ini.
Mungkin dengan menulis lettering dan dihiasi oleh banyak bahan-bahan lainnya yang mempercantik lembaran itu. Hati Vanka saat itu cukup senang.
Karena dia merasa jika ada benarnya kalau keluarga kecilnya yang memberikan ini, berarti dia diberi kesempatan untuk menuliskan apa saja yang bisa dan merupakan kisahnya.
Berarti keluarganya masih memperdulikan dia. Dengan berharap dia masih punya kegiatan lain setelah dia diberi tau tentang kabar buruknya ini.
Tapi, Vanka yang senang juga merasa kalut di saat yang sama. Dia memikirkan bahwa tidak mungkin jika saat dia baru mendengar kabar tentang dirinya yang tidak diharapkan ada di keluarga ini, malah diberi kado seberharga seperti ini.
Bahkan dia menganggap ini termasuk kado yang mulia. Karenanya, akhirnya Vanka pun mulai bertaruh dengan kado yang didapatinya. Jika dia berhasil melupakan semua masalahnya dan masih bisa menahan perasannya dalam waktu setahun saja dia akan memberikan buku merah jambu ini untuk Kak Lisya sebagai ucapan terimakasih, dan sebaliknya.
Dia akan mencoba mengisi buku ini sesuai dengan apa yang terjadi dengan dirinya saat dirinya masih dilanda masalah karena memang belum usai untuk dirasakannya.
"Menarik," pikir Vanka setelah dia sedang duduk di pinggir Kasur di kamarnya serambi melihat buku merah jambu ini di depannya.
Dia tidak banyak berharap atas apa yang akan terjadi di masa mendatang. Karena baginya pun akan sangat penuh dengan tanda tanya, apa yang terjadi dengan dirinya di masa depan.
Tapi setidaknya dia juga ingin memberi pelajaran kepada Kak Lisya jika dia masih bisa diterima di keluarganya ini. Dengan memberikan buku merah jambu ini kepada Kakaknya, mungkin saja akan membantu dia bisa menuangkan perasaan Kakaknya lewat menulis journal di buku ini.
Sekalian sebagai ucapan maafnya apabila benar kalau dia sebenarnya adalah seorang yang tidak diharapkan jika itu menyangkut Kakak kandungnya, Kak Lisya.
Akhirnya Vanka pun menyembunyikan dan menaruh buku itu di tempat tepat. Dia ingat dia punya tempat buku berupa kantong plastic tebal cocok untuk buku barunya itu, ukurannya pula pas.
Dia pun beranjak dengan mengambil kantong plastic tebal dan segera memasukkan buku itu, sampai akhirnya dia menaruh buku itu di dalam laci kamarnya yang terdapat banyak boneka kecil di atasnya.
Laci dimana tempat buku-buku berada di sana. Setelahnya, dia pun melupakan malam yang terjadi sebelumya dan kado buku tebal merah jambu itu. Dia beranjak pergi ke atas kasurnya dan merebahkan dirinya serta menarik selimut tepat di atas tubuhnya.
Vanka pun tertidur dalam beberapa waktu dia mulai memejamkan matanya. Dia ingat jika lusa masih ada hari lain dimana ada hari liburan tahun baru 2008.
Tanpa diketahui oleh Vanka saat dia membuka kado berupa buku tebal merah jambu itu. Adalah dia tidak melihat satu pun kartu ucapan natal dan siapa pengirimnya yang terselip di buku itu.
Bahwa dia tidak melihat jika di dalamnya itu terdapat sebuah ucapan quote yang ternyata memiliki arti yang adalah sebuah clue atas masalah dia dengan Kakaknya, Kak Lisya. Tapi untuk siapakah buku itu sebenarnya ?
*****
Hari ini adalah sehari sebelum semua keluarga Natawijaya akan pergi liburan ke Puncak. Karena hari sudah semakin siang, maka saat ini Papa dan Mama pun menyuruh anak-anak semuanya untuk berkemas. Saat itu Lisya dan Syika berada di satu tempat di sebuah tempat di lantai atas dimana kamar mereka berdua dan Vanka berada.
Mereka berdua sedang duduk santai di atas karpet yang ada di tengah-tengah ruangan batas antara kamar Lisya dan Vanka yang saling ada di ujung sedangkan kamar Syika yang ada di samping berhadapan dengan dimana karpet berada.
Dan Mama dan Papa yang sebelumnya ada di kamar utama di lantai tengah dimana satu lantai dengan ruang keluarga, langsung mendekati anak-anaknya yang mereka sudah tau dari kedua suara anak mereka. Jika ada di sebuah ruang terbuka di lantai paling atas.
"Halo, siang Lisya sama Syika. Lagi ngobrolin apa aja nih? Papa mau tanya ke kalian berdua. Apa sudah kemas-kemas barang yang mau di bawa besok ke Puncak?" tanya Papa saat sampai di lantai atas rumahnya.
"Hai, Pah. Belum nih. Lisya sama Syika lagi sibuk ngobrol aja. Belum pada berkemas. Mama sama Papa sudah?" tutur Lisya yang berterus terang dengan perasaannya saat ini. Sebenarnya dia masing mongga-manggu dengan keputusan semua orang di sekitarnya.
"Kok belum, nak? Disegerakan ya. Soalnya kita besok mau berangkat pagi hari," kata Mama menjawab Lisya, seperti biasa Lisya ingin protes ke Mama untuk menjawab jika lebih baik liburan ditunda dulu jika ada Vanka. Tapi Mama memberi kode ke anaknya dengan menaruh telunjuk di bibirnya. Sehingga Lisya pun memilih berdiam saja.
Karena Papa dan Mama hanya melihat Lisya dan Syika saja, akhirnya mereka pun memutuskan mengetuk kamar Vanka untuk memberitau kabar jika mereka sudah harus mulai berkemas-kemas sekarang. Jika mereka ingin ikut serta ke Puncak besok pagi-paginya.
Mengetahui kedua orangtua nya sedang mengajak Vanka untuk memberitau jika harus segera berkemas, Syika pun mengulas senyumnya ke hadapan Kakak perempuannya.
"Sudahlah, kak. Kan sudah Syika bilang. Semua ada hikmahnya, Kak Lisya harus sabar," ujar Syika dengan suara penuh hati-hati dan sangat pelan. Tapi yang Syika lihat hanya muka Kakaknya yang tidak bisa menahan emosinya.
Lisya memendam amarahnya, namun dia pun menutupinya dengan menundukkan kepalanya. Lisya seperti mencoba menenangkan dirinya,
Ketika Syika dan Lisya baru saja berbicara, kemudian terdengar suara bukaan pintu kamar seseorang yang ada berada di kamarnya.
Dan itu adalah Vanka. Yang dia lakukan adalah menyapa salam kedua orangtuanya itu dan bertanya ada aoa gerangan mereka berdua memanggilnya.
"Iya, Pah. Mah. Kenapa? Vanka lagi sibuk main online. Apa ada yang mau disampaikan?" tanya Vanka sesaat dirinya pun mengedarkan pandangan nya dan menemukan kedua Kakaknya sedang ada di ruang santai di atas karpet pada lantai atas rumah orangtuanya.
"Nak, besok kan ada liburan ke Puncak. Kamu jangan lupa ya buat kemas-kemas barang kamu. Kita liburan sampai hari Minggu, mulai dari besok. Bawa perlengkapan seadaannya ya," Mama menjawab Vanka dengan suruhan agar anak bungsu yang sebenarnya tidak disukai itu untuk segera melakukan packing barang.
Sama seperti dengan kakak-kakak lainnya yang saat itu belum memulai kemas-kemas mereka. Akhirnya Vanka pun mengalah, dia pun langsung mengatakan jika dia akan mengemas setelah Kakak-kakaknya akan berkemas.
"Iya, Mah. Gampang. Vanka tunggu Kakak-kakak lainnya berkemas dulu aja. Baru nanti Vanka ikutan," ujar Vanka dengan suaranya yang lantang ketika kedua Kakaknya dan sang Papa mendengar. Seraya Lisya menolehkan kepalanya melihat Vanka.
Dia masih jengkel jika Vanka yang seakan tidak tau atau memang pura-pura tidak tau dengan keadaannya yang genting. Lisya hanya ingin semuanya mengutamakan dirinya.
Termasuk agar Vanka tidak lagi mengganggunya, Tapi itu wacana dia semata, karena belum banyak orang di sekitarnya yang mau buka suara.
"Kalau gitu, Papa sama Mama mau ke pantry dulu ya, Mbok Uut sudah siapkan makan siang. Dan siapa yang paling cepat nanti sampai ke pantry dengan catatan sudah selesai berkemas diberi uang jajan lebih sama Papa buat tiga bulan mendatang," kata Papa saat itu memberi pompaan agar anak-anaknya mentaati apa perintahnya, berhubung Papa mau menyenangkan anak-anaknya. Dengan kebetulan beliau tidak tau tentang tragedi saat malam sebelum natal tiba.
Papa dan Mama bun beranjak dari lantai atas dengan saling bercengkerama entah mengenai apa. Sedangkan Papa dan Mama sudah turun dari lantai atas di mana tujuannya adalah menyuruh anak-anaknya cepat berkemas untuk liburan besok harinya.
Vanka pun mengajak kedua Kakaknya itu untuk berkemas. Tapi bodohnya dia lupa dengan kejadian tiga hari lalu, dia masihlah lugu untuk mengingat percakapan paling buruk bagi pendengarannya.
"Kak, Kak Lisya sama Kak Syika sudah berkemas? Kalau belum ayuk,, kita siap-siap, Kakak-kakak mau bawa apa aja? Kayaknya bawa gameboard buat mainan rame-rame seru Kak. Oh yah, jangan lupa bawa scraff yang Vanka beli buat kakak-kakak," ujar Vanka kali ini mengajak Kakak-kakaknya itu agar mau cepat berkemas saat itu juga.
Keadaan jadi genting saat itu, Lisya mulai menoleh ke arah Vanka yang dengan santainya berkata seperti itu ke dirinya, Dia menatap tajam Vanka, dan menyelidik tentunya, Apa adeknya itu tidak tau dengan bagaimana kondisi dia yang tidak mau ikut serta jika Vanka juga ikut serta.
Sedangkan Syika merasa kebingungan di awal mulai mendehem saat itu juga. Dia ingin agar Vanka tau sedikit dari tolakannya untuk sama-sama berkemas barang yang dibutuhkan untuk liburan,
"Ehemm.. Dek, kamu aja duluan. Kakak-kakak masih nggak mau berkemas. Karena Kak Syika sama Kak Lisya sebenarnya keberatan sama liburan ini," ujar Syika yang saat itu berkata langsung ke inti.
"Degg,," jantung Vanka berdetak. Kali ini dia merasa ada aliran menyengat di tubuhnya. Karena dia tau kalimat terakhir itu membuatnya jadi paham kalau dengan liburan bersamanya, kakak-kakaknya itu tidak bahagia bahkan juga tidak akan merasa itu adalah sebuah liburan spesial. Mengetahui itu Vanka pun hanya menjawab dengan satu kata saja.
"Oh,," itu jawaban dari bibir Vanka. Dia pun kembali lagi ke kamarnya saat itu, dengan maksud agar dia bisa tidak saling mengadakan tatapan muka hanya karena tengsin suasana berubah dengan ucapan Kak Syika jika dia sebenarnya keberatan dengan liburan kali ini.
Vanka saat itu berharap dengan kepergiannya dan tubuhnya yang berbalik arah kembali menuju ke kamarnya bisa membantu dia mendengar suara Kakaknya yang merelat ucapannya. Nyatanya tidak.
"Blam,," pintu kamar Vanka kembali tertutup. Kali ini Vanka menyenderkan badannya ke badan pintu di bagian dalam. Dia melamun selama kurang lebih setengah jam, karena dia merasa kakak-kakaknya itu sudah brutal dengannya.
Tapi setidaknya Vanka tidak selalu bereaksi yang menjerumuskannya, Dia tidak langsung emosi di depan mereka semuanya. Dan Vanka masih menangis, dia tidak sadar jika tangisannya itu terkadang mudah didengar oleh kedua Kakaknya itu.
Keadaan di ruang santai pun sepi, kedua Kakak perempuan Vanka itu, Tau ada baiknya jika mereka mengatakan hal yang jujur, dibalik itu memang akan melatih adek perempuan mereka agar bisa pengertian khususnya ke Kak Lisya.
Mereka berdua tidak peduli dengan suara tangis Vanka yang terdengar, untung saja Vanka tidak menanyakan tangisannya yang datang tanpa dia inginkan agar semua Kakaknya itu mendengar bahkan meminta maaf ke dirinya.