Tải xuống ứng dụng
4.77% Gibranku / Chapter 19: Peristiwa Kantong Plastik

Chương 19: Peristiwa Kantong Plastik

"Apa kamu tidak paham dengan kalimatku?"

"Paham. Hanya saja ... pertanyaan kamu aneh. Kamu tau aku disini kerja, dan pekerjaanku seorang OB. Kamu juga tau kalau Mas Toni juga seorang OB. Bukankah kamu bisa menilai tanpa harus bertanya."

"Jelaskan saja apa hubungan kalian, tidak usah basa basi," Protes Gibran.

Kanaya mengangkat sebelah alisnya, seolah merasa aneh dengan sikap Gibran.

"Kamu ini kenapa sih?" Kanaya melenggang pergi, tidak ingin berdebat dengan laki-laki itu sekarang.

"Hei ... jawab aku, Nay."

Kanaya tak mengubris, ia memilik melanjutkan pekerjaannya agar cepat selesai.

****

"Ratu, sejak kapan kamu disini?" Kanaya kaget saar melihat Ratu duduk di depan rumahnya pukul 22.20 Wib.

"Eh," Ratu tersadar dan berdiri, "Aku nungguin kamu untu bicarakan toko foto copy kamu."

"Ya Alloh, Ratu ... kamh kan bisa bicara lewat telvon, tidak perlu menungguku sampai larut malam."

Kanaya membawa Ratu duduk ke dalam rumahnya.

Mereka berbincang-bincang lama tentang toko foto copy yang butuh bahan belanjaan. Kanaya juga sudah membuatkan Ratu minum agar merasa lebih hangat.

"Oh iya, Nay. Aku tadi dapat titipan dari seseorang buat kamu," kata Ratu teringat dengan titipan Brandon.

"Siapa?" Heran Kanaya.

Ratu mengambil barang itu dari tasnya. Ia menyodorkan pada Kanaya dengan mengangkat kedua alisnya. Kanaya tidak lansung menerima, ia mengamati kantong plastil berwarna hitam iti dari tangan sang sahabat.

"Dari siapa, dan ini apa?"

"Dari Brandon."

Jawaban itu cukup membuat perempuan di hadapnya kaget dengan nama yang Ratu sebut. Kedua mata Kanaya terbuka lebar, menandakan rasa tak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar.

"Brandon?" Ujar Kanaya dengan ekspresi tak yakin.

"Iya." Ratu mengangguk meyakinkan.

Kanaya menerima dengan ragu plastik di tangan Ratu. Ia mulai berfikir yang tidak tidak tentang isi titipan yang tak biasa itu.

Kanaya tidak langsung membuka, ia mengamati dan mencoba menebak isi dari kantong plastik, berharap Brandon tidak akan berbuat macam-macam padanya.

"Ini kenapa dia bisa titip sesuatu, aku jadi ragu membuka isinya. Dia macam-macam tidak ya denganku."

"Coba saja kamu buka pelan-pelan, ada aku juga disini yang jadi saksi kalau dia berbuat macam-macam." Ratu berusaha menyakinkan sang sahabat.

Kanaya mengangguk, ia membuka pelan kantong plastik hitam yang sempat membuat heboh kedua perempuan itu.

"Hah, makanan?" Kanaya benar-benar tidak percaya dengan apa yang dia lihat.

"Makanan?" Ratu lamgsung mendekat, untuk ikut melihat isi dari titipan Brandon.

"Ini beneran? Dia kasih makanan bua kamu."

Kanaya menatap bingung ke arah Ratu, ia sendiri juga di buat tidak mengerti dengan sikap sang keponakan.

Isi dari Brandon adalah sebuah martabak terang bulan kesukaan Kanaya. Dulu Brandon sering merebuat martabak dari Kanaya saat kecil, tentu laki-laki itu tau makanan kesukaanya, tetapi yang Kanaya heran dia masih ingat kesukaanya.

"Jangan-jangan ini beracun," tuduh Ratu dengan sedikit yakin.

"Hah, masak sih?" Kanaya ikut kaget dengan tanggapan Ratu.

Kanaya melempar pelan makanan itu ke meja, ia menatap martabak itu dengan sedikit takut.

"Gimana ini?" Kanaya mulai bingung dan takut.

"Kita harus cek makanan ini layak konsumsi atau tidak."

"Gimana caranya?" Bingung Kanaya.

"Kita kasih hewan aja, kalau hewan itu kenapa-kenapa berarti dia berniat meracunimu."

"Eh, jangan. Dosa juga meracuni hewan."

"Tapi itu satu-satunya cara agar kita tau. Gini aja, kita siapkan penawar racun. Jadi, kita kasihnya sedikit saja, kita siapkan penawar saat hewan itu bereaksi aneh atau seperti keracunan."

"Ah terserah! Aku tidak berani menyetujui, takut dosa."

"Kita kasih tikus aja, kan dia hama."

"Darimana kamu dapat tikus?"

"Dintetangga sebelah kamu bukanya peternak tikus putih buat makan ular, kita minta satu."

"Kamu ini aneh-aneh aja. Kita bawa ke temanku aja, dokter. Biar dia cek di makanan itu ada apa-apanya atau tidak," putus Kanaya.

"Kenapa tidak bilang sejak tadi?" Omel Ratu dengan jengkel.

"Hehehe ... tadi masih panik, belum bisa berfikir jernih."

"Alasan."

****

Gibran sedang duduk di sofa apartemenya dengan memegang sebuah handphone. Nampaknya, ia sedang serius dan sibuk dengan benda persegi panjang itu.

"Sebenarnya dia menikah atau belum?" Gumanya dengan raut sedikit kesal.

Ya, Kanaya. Kanaya yang Gibran maksud, laki-laki itu sedang mencari tau tentang Kanaya di instagram, berharap ia akan menemukan jawaba yang menjadi momok baginya. Rasa takut yang sebenarnya Gibran buat sendiri.

"Oh iya, Kanaya bukanya punya toko foto copy. Lalu toko itu bagaimana?" Gibran teringat dengan toko milik perempuan yang sangat dia cintai tersebut.

"Besok aku harus ke tempat itu, aku yakin bisa menemukan jawaban siapa laki-laki yang datang ke rumahnya kemarin."

Gibran tiba-tiba kaget saat ponselnya berbunyi dan bergetar di tanganya, ia menatap layar untuk melihat siapa yang menelvonya di malam hari.

"Hallo, ada apa?" Panggilan itu ternyata dari Rian.

"Besok ada acara reuni di universitas kita."

"Bukanya aku dan kamu beda universitas?"

"Iya, tapi universitas lo dan gue di gabung buat acara bazar besar-besaran."

"Mana undanganya?"

"Kita di pilih jadi panitia, kita harus adakan meeting dulu. Aldi minta aku buat hubungin kamu, supaya kamu hubungin ke teman kamu yang lain untuk meeting. Pembahasan acara itu, setuju apa tidak."

"Iya." Gibran mematikan ponselnya begitu saja. Ia seperti malas menjadi panitia, maklum Gibran selalu jadi orang penting saat sekolah maupun kuliah. Jadi wajar banyak yang selalu menomor satukan Gibran.

****

Sesuai persetujuan dari keduanya, Ratu dan Kanaya membawa sebuah martabak itu ke teman kuliah Kanaya. Kanaya merasa dia harus menemukan jawaban dari keanehan yang terjadi beberapa hari ini dari Brandon.

"Ini kliniknya?" Ratu menatap sebuaj klinik yang cukup besar di tempat itu dengan bingung. Memang ini pertama kalinya ia datang ke klinik teman Kanaya.

"Iya ini kayaknya," jawab Kanaya dengan ragu.

"Hah! Maksud kamu apa ada kalimat kayaknya? Kamu belum pernah kesini?" Kaget Ratu saat tau jawaban yang terdengar aneh.

"Hehehe ... belum," jujur Kanaya.

"Ah! Kamu ini benar- benar membuat naik darah ya," Ratu melotot kesal ke sang sahabat.

Ratu dan Kanaya ikut antrian, ia berharap tidak dalah masuk klinik. Kedua mata Kanaya terbuka sempurna, rasanya ia bahagia meliha sosok teman kuliahnya ada di dalam.

Kini giliran antrian Ratu dan Kanaya, Kanaya harap teman dekatnya itu masih ingat denganya.

"Kanaya ya?" Perempuan yang memakai baju dokter itu menati jawaban dari Kanaya.

"Iya, ini aku Kanaya, Mon," balas Kanaya dengan senyum hangat.

"Nay ...." Perempuan itu langsung memeluk Kanaya dengan rasa bahagia, entah sudah berapa lama mereka tidak berjumpa, hingga menumbulkan rasa rindu pada keduanya.

BACA TERUS KISAH GIBRAN

JANGAN LUPA MASUKKAN RAK YA

NANTIKAN PART SELANJUTNYA

SALAM DARI

GIBRANKU.


next chapter
Load failed, please RETRY

Quà tặng

Quà tặng -- Nhận quà

    Tình trạng nguồn điện hàng tuần

    Rank -- Xếp hạng Quyền lực
    Stone -- Đá Quyền lực

    Đặt mua hàng loạt

    Mục lục

    Cài đặt hiển thị

    Nền

    Phông

    Kích thước

    Việc quản lý bình luận chương

    Viết đánh giá Trạng thái đọc: C19
    Không đăng được. Vui lòng thử lại
    • Chất lượng bài viết
    • Tính ổn định của các bản cập nhật
    • Phát triển câu chuyện
    • Thiết kế nhân vật
    • Bối cảnh thế giới

    Tổng điểm 0.0

    Đánh giá được đăng thành công! Đọc thêm đánh giá
    Bình chọn với Đá sức mạnh
    Rank NO.-- Bảng xếp hạng PS
    Stone -- Power Stone
    Báo cáo nội dung không phù hợp
    lỗi Mẹo

    Báo cáo hành động bất lương

    Chú thích đoạn văn

    Đăng nhập