Tải xuống ứng dụng
10% Funeral / Chapter 2: 1. Menelusuri Makam

Chương 2: 1. Menelusuri Makam

Satu tahun kemudian….

Di dalam sebuah sekolah menengah pertama, para murid mulai berdatangan dan bersiap memulai hari. Seorang anak laki-laki yang baru saja masuk ke dalam sekolah, berlari cukup cepat seakan sudah tidak sabar lagi menuju lokernya. Dia pun melihat teman yang ingin ditemuinya dan langsung menghampirinya.

“Hey, Archie!”

“Hey, Killian.”

“Kau akan datang malam ini? George tidak sengaja menemukan kunci gerbang pemakaman saat sedang melintas di sekitarnya. Jadi, kami memutuskan untuk menelusuri makam nanti malam.”

“Menelusuri makam?”

“Benar sekali!”

Archie terlihat malas dan tidak bersemangat, sementara Killian terlihat sangat antusias dan bersemangat. Keduanya sudah bersahabat sejak masih duduk di bangku sekolah dasar. Archie, anak laki-laki berambut pirang pendek yang pemalas dan tidak suka melakukan hal-hal aneh. Sementara Killian, anak laki-laki berambur hitam pendek yang selalu memiliki antusias terhadap hal-hal yang menantang.

“Aku pass.”

“Heh … kenapa, Archie?”

“Kau sudah lama mengenalku, harusnya kau tahu apa alasannya.”

Killian terlihat lesu begitu tahu Archie menolak ajakannya. Dia sebenarnya sudah tahu kalau Archie akan menolaknya, tapi dia tetap ingin mengajaknya karena ingin sekali menghibur Archie meskipun hanya sekali saja.

Semenjak Ibu Archie meninggal satu tahun lalu, Archie menjadi anak yang lebih tertutup lagi dari sebelumnya. Bahkan hanya Killian lah murid yang benar-benar dianggap teman oleh Archie karena memang keduanya sudah berteman sejak kecil. Karena hal itulah, Killian terus mencari cara agar Archie mau bermain bersama teman-temannya dan tidak terus berdiam diri di kamarnya dan hanya membaca buku-buku.

Mereka berdua pun tiba di kelas mereka. Sebagian besar anak laki-laki di dalam kelas itu sedang berkumpul membicarakan rencana penelusuran makam yang akan mereka lakukan nanti malam. Membicarakan apa saja yang harus dibawa, sampai gosip apa saja yang beredar tentang betapa angkernya pemakaman yang akan mereka datangi itu.

“Oy, Archie! Kau pasti tidak ikut, kan? Kau pasti ketakutan …”

“Hahaha, benar! Dia pasti tidak mungkin berani.”

Mendengar ledekan teman-temannya itu, Archie hanya diam saja. Dia lebih memilih untuk tetap membaca buku di kursinya, tanpa memperdulikan perkataan mereka. Justru, Killian lah yang terlihat sangat kesal dan langsung berdiri di depan meja Archie.

“Diam, dia tidak penakut. Hanya saja, dia tidak bisa ikut karena ingin membaca bukunya nanti malam. Benarkan, Archie?”

Killian menoleh ke belakang, menunggu Archie menanggapi perkataannya. Namun, Archie hanya diam saja dan tetap membaca bukunya.

“Tidak perlu membelanya, Killian. Kami tahu, dia penakut karena sudah tidak ada lagi yang bisa menenangkan dirinya, karena ibunya sudah tidak ada.”

“Oy, Kevin. Kau terlalu berlebihan …”

Mendengarkan perkataan Kevin yang menyebalkan, Archie langsung bangkit dari kursinya dan berjalan menghampiri Kevin.

“Tunggu, Archie. Jangan tersulut olehnya.”

Killian mencoba menahan Archie untuk tidak pergi menghampiri Kevin. Namun, Archie tidak mengindahkannya dan tetap menghampiri Kevin. Ketika sudah berada di hadapan Kevin, Archie menunjuk wajah Kevin dengan telunjuknya.

“Baiklah, aku akan ikut. Mari kita buktikan siapa yang sebenarnya penakut.”

Setelah mengatakan hal itu, Archie kembali membaca buku di kursinya dan menutupi wajahnya dengan buku. Sementara itu, Killian terlihat sangat cemas dan khawatir dengan keputusan Archie. Dia pun menghampiri meja Archie, lalu menyandarkan kedua tangannya di atas meja dan menatap tajam Archie.

“Archie, kau yakin? Bukannya meremehkanmu, kau itu kan takut dengan hal-hal mistis.”

Archie menurunkan buku yang menutupi wajahnya, kemudian menatap balik Killian dengan tajam. Namun, tangan Archie yang sedang memegang buku terlihat gemetaran dan wajahnya juga terlihat pucat.

“Syukurlah kau ingat apa alasannya aku tidak suka melakukan hal-hal semacam itu.”

“Lalu, kenapa kau menerima tantangannya?”

“Aku tidak mungkin membiarkan orang lain mengatakan hal semacam itu dan menyinggung ibuku.”

Kalau sudah begitu, Killian hanya bisa ikut mempercayai Archie, meskipun dia juga merasa khawatir karena dia tahu Archie sama sekali tidak berani dengan hal-hal semacam itu. Killian pun kembali ke kursinya dengan perasaan cemas pada sahabatnya itu.

***

Malam pun tiba, waktu memunjukkan pukul 11.00 malam. Di depan pintu gerbang pemakaman, semua murid laki-laki sudah datang terkecuali Archie dan Killian.

“Ke mana mereka berdua? Apa jangan-jangan mereka berdua takut dan mengurungkan niatnya untuk ikut? Lihat saja, di sekolah pasti akan aku ejek habis-habisan.”

“Tunggu saja sebentar, Kevin. Mungkin mereka terlambat.”

Setelah menunggu beberapa menit, Archie pun datang membawa senter dan sebuah buku.

“Aku kira kau menyerah karena terlalu takut, ternyata kau berani juga.”

“Aku menunggu ayahku tertidur pulas di depan televisinya. Jadi, agak lama. Killian tidak bisa datang karena dia ketahuan oleh ibunya, dia menghubungiku tadi.”

“Ya, sudah. Ayo kita masuk.”

George yang memegang kunci gerbang makam pun membuka kunci gembok yang tertambat di pintu. Perlahan, Kevin membuka pintu gerbang yang sudah mulai karatan itu. Suara decitan pintu itu membuat suasana semakin terasa menyeramkan. Setelah pintu terbuka, mereka semua pun masuk ke dalam makam dan menyalakan senter yang mereka bawa.

Kevin berjalan paling depan, diikuti dengan anak-anak lain, sementara Archie berjalan paling belakang dengan menggenggam erat buku yang dibawanya. Hembusan angin yang cukup kencang, menerpa dedaunan pohon yang ada di pemakaman itu. Beberapa lampu yang ada di pemakaman itu sebagian besar sudah tidak berfungsi, hanya ada beberapa yang masih menyala, itu pun berkedip-kedip.

Di tengah perjalanan, tiba-tiba saja Archie merasa sangat ingin buang air kecil. Karena tidak berani pergi sendiri, Archie mencoba mengajak yang lain dengan cara yang membuatnya tidak terlihat sebagai seorang penakut.

“Aku mau ke kamar mandi sebentar, ada yang ingin ikut denganku?”

Teman-teman Archie yang lain ikut menghentikan langkah, dan menoleh ke arahnya.

“Ke kamar mandi? Aku tidak butuh.”

“Maaf, Archie. Aku sengaja tidak minum sejak tadi supaya tidak ingin pergi ke kamar mandi di saat-saat seperti ini.”

Mendengar jawaban Kevin dan George, teman-temannya yang lain pun menganggukkan kepala, setuju kalau mereka juga melakukan hal yang sama seperti yang George lakukan. Akhirnya, dengan sangat terpaksa, Archie pun pergi ke kamar mandi.

“Bagaimana, Kevin? Kita akan menunggu sampai Archie selesai?”

“Tidak perlu, kita lanjutkan saja.”

Teman-temannya pun melanjutkan penelusuran tanpa sepengatahuan Archie yang sedang berada di kamar mandi. Sementara itu di kamar mandi, Archie merasa sangat gugup dan ketakutan. Dia menyorot seluruh kamar mandi dengan senternya. Cermin yang terlihat pudar, keran yang terus meneteskan air, bau yang cukup tidak sedap, dan juga lampu yang tidak bisa dinyalakan. Karena terlalu takut, Archie pun mengurungkan niatnya dan memilih kembali ke teman-temannya. Namun, teman-temannya sudah pergi entah ke mana. Tidak mau dianggap sebagai penakut karena langsung pulang begitu ditinggal, Archie memutuskan menyusul teman-temannya sendirian.

Archie terus berjalan menelusuri makam, namun dia tidak kunjung bertemu dengan teman-temannya juga, membuatnya heran sekaligus takut.

“Seharusnya mereka sudah terkejar olehku karena aku mempercepat langkahku dibandingkan langkah mereka tadi.”

Archie tidak mau lansung menyerah. Perjalanannya sudah lebih dari separuh jalan menuju pintu gerbang kembali. Dia pun memutuskan untuk terus berjalan meskipun saat ini dia sudah mulai ketakutan karena tidak bertemu dengan teman-temannya juga. Archie pun berhasil kembali ke pintu gerbang, namun dia dikejutkan dengan pintu gerbang yang sudah tertutup rapat. Karena panik, dia pun langsung berlari menuju ke pintu gerbang. Hanya perasaan kesal lah yang ada dibenaknya sekarang. Pintu gerbang sudah dikunci kembali, membuatnya berpikir bahwa teman-temannya telah mengerjainya dan meninggalkannya di sini sendirian.

Saat Archie sedang berusaha membuka gembok yang tertambat pada pintu gerbang, terdengar suara langkah kaki yang menginjak rerumputan. Dia pun berbalik badan, menyorot ke segala arah dengan senternya dan mendekapkan bukunya di dada.

“Siapa di sana?”

Badan Archie gemetar dan bulu kuduknya merinding begitu sesosok bayangan hitam besar berjalan menuju ke arahnya. Bayangan hitam besar itu terlihat seperti sedang membawa sebuah sekop di tangannya.

“Jangan mendekat!”

Archie yang gemetaran mengeluarkan kalung salib miliknya dari kantong celana dan mengarahkannya ke depan, sampai membuat senter di tangannya terjatuh dan menggelinding ke arah bayangan hitam itu.

Sosok bayangan hitam itu pun mengambil senter milik Archie dan menyorot senternya ke arah Archie. Archie memejamkan matanya karena tidak kuat melihat cahaya senter yang diarahkan padanya, sekaligus tidak berani melihat sesosok bayangan hitam itu.

Saat sudah berada di hadapan Archie, sosok bayangan hitam itu duduh bersimpuh di hadapan Archie dan tetap mengarahkan senternya ke arah Archie.

“Nak, percayalah. Benda itu tidak akan membuatku menjauhi dirimu. Aku bukan vampire.”

Mendengar suara dari bayangan hitam itu yang terdengar layaknya manusia biasa, Archie pun perlahan memberanikan diri membuka kedua matanya. Bayangan hitam itu juga menyorot senternya ke bawah setelah Archie membuka kedua matanya.

“Suaramu seperti manusia, apa kau itu manusia?”

Bayangan hitam itu menyorot wajahnya perlahan dengan senter sambil membuka kupluk yang menutupi kepalanya.

“Menurutmu?”

Archie pun bernapas lega setelah melihat sosok bayangan hitam yang ada di hadapannya hanyalah manusia biasa, bukan setan seperti bayangannya. Dia mengantongi kembali kalung salib miliknya dan duduk tersungkur karena dengkulnya terasa sangat lemas setelah melalui hal semenyeramkan itu. Orang itu pun mematikan senter milik Archie, dan meletakkannya tepat di hadapannya. Kemudian, dia pun berjalan menuju pintu gerbang dan membukakannya untuk Archie.

“Anak-anak nakal itu pasti temanmu, kan? Mereka sudah berlari keluar dari pemakaman ini. Padahal aku hanya ingin mengambil kunci gerbang yang mereka temukan. Untung saja mereka menjatuhkannya saat berlari, jadi aku bisa memilikinya kembali tanpa perlu mengejar mereka.”

Archie pun berdiri, memegang senternya dan berbalik badan menatap ke arah Ron.

“Jangan-jangan kunci itu milikmu? Artinya, kau adalah orang yang menjaga makam ini?”

“Bisa dibilang begitu.”

Archie semakin bersyukur karena Ron hanyalah seorang penjaga makam, bukanlah sosok menyeramkan yang seperti dia bayangkan sebelumnya. Namun, tak lama, Archie kembali mengingat sesuatu yang tadi tidak jadi dilakukan olehnya.

“Ron, bolehkah aku meminta bantuanmu untuk menemaniku ke suatu tempat? Aku sudah tidak tahan.”

“Hmm? Ke mana?”

***

Keesokan paginya, Archie pergi ke sekolah seperti biasanya. Tapi kali ini, dia berpapasan dengan Killian yang juga sedang berangkat ke sekolah.

“Bagaimana semalam? Maaf, aku tidak bisa ikut karena ibuku memergokiku sedang membuka pintu. Habislah aku dimarahinya semalam.”

“Lancar-lancar saja, meskipun agak menakutkan.”

Mendengar jawaban Archie, Killian pun merasa lega karena sahabatnya baik-baik saja. Keduanya pun sampai di sekolah. Setelah mengambil buku di loker, mereka pun menuju ke kelas. Ketika sudah sampai di kelas, tatapan murid laki-laki yang ikut menelusuri makam semalam, tertuju pada Archie.

“Archie!”

Kevin berteriak dan langsung berlari mengampiri Archie, kemudian memeluknya dengan sangat erat. Membuat Archie tidak mengerti apa maksudnya.

“Kevin, kenapa kau ini?”

“Maafkan aku. Kami seharusnya tidak meninggalkanmu sendirian. Syukurlah kau baik-baik saja.”

Kevin melepaskan pelukannya dan mengusap air matanya yang hampir menetes membasahi pipinya.

“Semalam, kami dikejar sesosok bayangan hitam besar yang membawa sabit dan sangat menyeramkan. Itu sebabnya kami langsung pergi meninggalkanmu. Sebenarnya aku ingin sekali kembali ke sana menyelamatkanmu, tapi aku terlalu takut. Maafkan aku. Dengan begini, kaulah yang lebih berani dibandingkan aku dan anak-anak yang lain.”

Dalam hatinya, Archie puas tertawa seakan tidak percaya kalau teman-temannya sangat ketakutan kepada sosok Ron yang hanya seorang penjaga makam. Tapi, di sisi lain dia juga merasa heran dan bingung, seingatnya Ron membawa sebuah sekop, bukanlah sabit seperti yang dikatakan oleh Kevin. Di situlah dia mulai berpikir, apa yang ditemuinya dan teman-temannya adalah hal yang berbeda.


next chapter
Load failed, please RETRY

Quà tặng

Quà tặng -- Nhận quà

    Tình trạng nguồn điện hàng tuần

    Rank -- Xếp hạng Quyền lực
    Stone -- Đá Quyền lực

    Đặt mua hàng loạt

    Mục lục

    Cài đặt hiển thị

    Nền

    Phông

    Kích thước

    Việc quản lý bình luận chương

    Viết đánh giá Trạng thái đọc: C2
    Không đăng được. Vui lòng thử lại
    • Chất lượng bài viết
    • Tính ổn định của các bản cập nhật
    • Phát triển câu chuyện
    • Thiết kế nhân vật
    • Bối cảnh thế giới

    Tổng điểm 0.0

    Đánh giá được đăng thành công! Đọc thêm đánh giá
    Bình chọn với Đá sức mạnh
    Rank NO.-- Bảng xếp hạng PS
    Stone -- Power Stone
    Báo cáo nội dung không phù hợp
    lỗi Mẹo

    Báo cáo hành động bất lương

    Chú thích đoạn văn

    Đăng nhập