Tải xuống ứng dụng
38.23% Fake Wedding / Chapter 13: Fake Wedding: 11- Jealousy

Chương 13: Fake Wedding: 11- Jealousy

Beberapa hari ini Jimin pulang malam dan itu membuatku jarang sekali bisa menghabiskan waktu bersama Jimin. Karena sesampainya Jimin di rumah,Jimin akan langsung sibuk dengan urusan kantornya yang memang sangat banyak bahkan aku sampai pusing melihat Jimin yang juga pusing dengan pekerjaannya.

Termasuk hari ini,Jimin pulang larut sekali bahkan setelah ia pulang Jimin langsung pergi mandi dan kembali menyelesaikan pekerjaan kantornya. Bahkan saat aku mengajak Jimin untuk tidur, Jimin malah menyuruhku untuk tidur duluan.

Dan aku tak tauh Jimin tidur jam berapa tadi malam, dan hari ini aku bahkan tak tauh jam berapa Jimin bangun tidur. Dan jam berapa ia berangkat ke kantor hari ini. Karena saat aku bangun aku sudah tak melihat sosok Jimin di rumah ini.

Kulangkahkan kakiku dengan malas menuju ruang tamu. Di sana aku melihat ke 4 pelayan baru itu sudah berada di dekat meja makan sambil menunjukkan sikap sopan mereka pada diriku. Setelahnya aku melihat Bibi Sun yang sekarang sedang menghampiri diriku dengan senyum ramahnya.

"Selamat pagi Ny., Anda ingin sarapan?, Tuan tadi pagi telah menyiapkan sarapan pagi untuk anda"

Jelas Bibi Sun sambil mengarahkanku ke meja makan.

Disana kulihat sepiring panecake yang sudah di tumpuk sebanyak 2 layer dan diatasnya telah dihiasi dengan potongan buah stobery dan disirami dengan saus madu. Kududukan bokongku pada kursi makan disana, setelahnya mataku berangsur menatap pada sepucuk surat berwarna biru yang sudah pasti ku ketahui itu adalah pemberian dari Jimin.

Kubaca isi surat itu, dan seketika tawah renyahku memenuhi seisi ruang makan itu. Bisa kulihat raut wajah bahagia yang juga ikut di pancarkan oleh para pelayan dirumah ini.

To: Istri terindah dan tercantik di dalam hidupku Park Sena.

~Pagi sayang, bagaimana tidurmu?. Maaf aku tidak membangunkanmu hari ini,karena aku tauh kau pasti akan lelah jika kubangunkan jam 5 pagi. Hari ini aku buatkan kau sarapan, Hehehe mungkin sedikit hambar tapi tadi aku sudah mencobanya dan rasanya lumanyan. Kuharap kau menyukainya ♥. Aku rindu masakanmu dan aku juga rindu istriku. aku mencintaimu istriku.~

Kuletakan kembali surat itu diatas meja. Dan kini tatapanku tertuju pada panecake yang ada dihadapanku, dan dengan lahap aku menyantap panecake buatan Jimin itu.

Ya, rasanya sama seperti yang di katakan oleh Jimin di surat itu, sedikit hambar tapi enak. Kuhabiskan sisa panecake itu dalam beberapa potong suapan sebelum akhirnya aku beranjak pergi ke kamar untuk bersiap mandi.

Entah kenapa aku sangat ingin hari ini bisa membawakan masakan untuk Jimin. Tapi sebelumnya aku harus belanja dulu ke supermarket untuk membeli beberapa bahan masakan.

Meskipun Jimin pernah melarangku untuk tidak keluar rumah tanpa dirinya. Tapi menurutku tak apa jika aku pergi hanya sekedar untuk membeli beberapa bahan makanan.

Lagi pula jaraknya juga tidak terlalu jauh. Dan setelah aku selesai bersiap-siap aku memutuskan untuk pergi ke supermarket terdekat, tapi sialnya para pelayan itu melarangku untuk keluar rumah dengan alasan bahwa ini semua adalah printah dari Jimin.

Aku sempat merasa heran sendiri kenapa para pelayan ini selalu saja menuruti ucapan Jimin.Mungkin karena Jimin lebih berkuasa dari diriku?. Kurasa juga seperti itu, mengigat jika Jimin adalah tuan rumah dari rumah ini, mau tak mau siapapun yang berada dirumah ini pasti harus menuruti Jimin termasuk diriku.

Tapi hari ini, aku tak mau menuruti perintah Jimin itu. Dan dengan segala kekeras kelapaanku aku memaksakan Bibi Sun untuk mengijinkanku keluar dari rumah ini. Aku bahkan sampai harus memohon kepada Bibi Sun berkali-kali.

Tapi hasilnya nihil, Bibi Sun engan membiarkanku untuk pergi dari rumah ini. Tapi kenapa?, Dan ini sangat menyebalkan!.

"Kumohon hanya sebentar saja, itu tidak akan menghabiskan waktu 1 jam, ayolah Bibi Sun"

ucapku sambil sedikit merengek seperti anak kecil.

"Tapi Ny. jika Tuan tau maka..."

jawab Bibi Sun dengan penuh ketakutan.

"Aku yang akan bertanggung  jawab, lagi pula Jimin tak akan tau, jika tak ada yang memberi tauhnya"

Ucapku dengan penuh keyakinan. Dan kurasa Bibi Sun sudah menyerah dengan semua omelanku yang tak ada hentinya agar Bibi Sun mengijinkanku untuk pergi.

Dan aku berhasil,Saat ini mobil hitam ini sedang membawaku ke supermarket yang berada tak jauh dari kediaman rumah Jimin. Kuturunkan kakiku di parkiran mobil lalu berjalan menuju kedalam supermarket.

Kutelusuri setiap seluk beluk supermarket ini, dan kuambil setiap bahan-bahan yang kubutuhkan untuk keperluan memasakku nantinya. Sebelum akhirnya aku berniat untuk mengantri di kasir.

Tapi niatku terhenti saat troli yang kudorong tak sengaja menabrak salah seorang pria yang sangat tak asing didepan mataku. Tepatnya pria ini adalah pria yang telah mencampakanku dulu.

Kubuang mukaku dengan sangat cuek kearah lain. Sebelum akhirnya aku bergumam meminta maaf padanya. Tapi respon yang kudapatkan dari sosok pria itu adalah respon yang sama sekali tak aku suka.

"Masih menyendiri saja?"

ucapnya mencindir sambil memamerkan senyum sinisnya kepadaku yang kubalas dengan tatapan tak suka.

"Apa kau tidak bisa melihat dengan ma....."

ucapanku terpotong dan niatku yang semulanya ingin menunjukkan cincin pernikahan yang melekat di jari manisku serta memuji suamiku Park Jimin terhenti oleh sebuah suara dari seorang pria yang cukup asing ditelingahku

"Apa kau tidak bisa melihat cincin yang melingkar di jari manisnya?"

tanya pria itu sinis sambil menunjukan jari manisku yang terdapat cincin di hadapan mantan pacarku itu.

Kutolehkan wajahku untuk melihat sosok pria yang baru saja membelaku. Mataku terkejut dan sontak aku ingin sekali mendorong tubuh Hae In menjauh dariku. Tapi niatku tertudah karena sosok Hae In saat ini sedang merangkulku dan membawaku mendekat kearahnya.

"Ada baiknya jika kau berpura-pura mengangapku sebagai suamimu dengan begitu, pria brengsek ini tak akan bisa bicara lagi"

Bisik Hae In tetap di samping telingahku sambil memamerkan senyum mempesonanya padaku.

Awalnya aku ingin sekali menolah tawaran Hae In ini. Karena aku tauh, jika Jimin sampai mengetahui semua ini, Jimin pasti akan sangat cemburu sekali dan dia bisa saja menunjukkan sikap dinginya padaku.

Kusikup tubuh Hae In yang terasa kekar itu untuk melepaskan rangkulannya dari pundakku. Dan pria itu menurut, lalu Hae In menarik lenganku untuk mengengamnya dengan erat, Sontak mataku kembali terbuka lebar karena kaget dengan tindakan ekstrim pria ini.

"Kau tidak ingin pergi dari hadapan kami?"

tanya Hae In dengan suara dingin.

"Oh itu, aku hanya ingin memberi tauh saja pada istrimu bahwa nanti malam akan ada reuni SMA dan mereka mengharapkan agar kita semua datang"

Jawab Junsu sedikit terburu-buru bahkan ucapannya barusan terkesan tak jelas sebelum akhirnya ia pergi sambil berlari kecil.

Mungkin Junsu takut pada sosok Hae In yang saat ini terlihat seperti bos besar dan kurasa siapapun pasti tauh sosok Hae In hanya dengan melihat wajahnya saja. Karena wajah Hae In selalu muncul di papan iklan sebagai seorang pengusaha muda yang sukses.

Tapi Jimin juga seperti itu, aku bahkan sering menatap wajah Jimin di televisi pada waktu senggang saat berada di rumah. Banyak sekali iklan yang memampangkan wajah dari pemilik PJM Group itu dengan tulisan sebagai pemudah sukses di korea dan di dunia.

Buru-buru kutepis tangan Hae In yang masih melekat sempurnah di sela-sela jariku. Kelakuanku itu sontak membuat Hae In menatapku dengan heran tapi hanya sebentar. Sebelum akhirnya ia tersenyum padaku dengan ramah.

"Apa yang kau lakukan disini?"

tanya Hae In sambil memasukan kedua tangannya kekantong.

"Apa lagi kalau bukan belanja"

ucapku sedikit ketus sebelum akhirnya aku berjalan pergi menuju meja kasir.

Entah apa yang dilakukan oleh Hae In, Pria ini malam membututi diriku sampai ke meja kasir, dan yang paling membuatku terkejut Hae In malam membayar semua belanjaanku dengan kartu kredit miliknya.

Sudah kutolak dengan keras kepada Hae In untuk tak membayarkan belanjaan yang kubeli ini. Tapi pria itu keras kepala bahkan sampai membuat penjaga kasir itu tertawa.

"Pasangan mudah memang selalu seperti itu"

Gumam penjaga kasir itu yang membuatku melotot kesal kepadanya.

"Jangan asal bicara Nona, aku telah memiliki suami dan pria ini bukanlah suamiku jadi cepat kembalu kartu miliknya dan terima kartuku ini"

Ucapku sedikit ketus sehingga membuat penjaga kasir itu dengan cepat menuruti ucapanku.

Setelah selesai membayar barang belanjaanku, Kini aku berniat berjalan menuju kearah tempat parkir. Tapi lagi-lagi Hae In mengusik diriku dengan merampas dua kantong belanjaku yang terlihat berat dan membawanya ke tempat parkir.

Bisa kulihat raut wajah cemas yang ditunjukan oleh Pak Han yang benar-benar terkejut dengan kedatanganku bersama dengan Hae In.

"Sekarang kembalikan kantong belanjaanku"

ucapku dengan tegas.

Hae In hanya menagapi ucapanku dengan sebuah senyum menawannya. Kemudian pria itu memberikan kantung belanjaan itu pada Pak Han yang langsung memasukannya kedalam bagasi mobil.

Langkah kakiku yang semula ingin beranjang memasuki mobil terhenti dengan kata-kata yang baru saja diucapkan oleh Hae In lebih tepatnya seperti sebuah sindiran.

"Sama-sama"

ucapnya sambil memarkan senyum menawanya.

"Jangan rapat jika aku akan berterima kasih kepadamu, karena aku tak pernah meminta itu semua dan kau jangan pernah mendekatiku karena aku tak mau ada salah paham diantara kita"

Jelasku panjang lebar sebelum akhirnya aku masuk kedalam mobil dan pergi meninggalkan Hae In yang masih terpaku di tempat.

*

Keletakan semua belanjaan itu di atas meja dapur. Sesekali aku menghelakan nafas kasarku yang masih emosi dengan pertemuanku dengan Hae In. Sebelum akhirnya aku menguncit rambutku untuk bersiap memasak.

Kumasak beberapa jenis masakan yang menurutku paling Jimin sukai karena setelah kegiatan memasakku ini aku akan mengantarkan ke kantor Jimin. Agar Jimin bisa menyantap makan siangnya tepat waktu.

Kulangkahkan kakiku memasuki kantor Jimin yang sangat besar dan luas ini. Bahkan aku sampai tercengang melihat betapa besarnya kantor Jimin saat kakiku pertama kali menginjak lantai dasar di kantor Jimin.

Sebelum kakiku semakin masuk kedalam kantor Jimin ini, aku putuskan untuk merias sedikit wajahku dan menatapa rambutku agar terlihat lebih rapi saat bertemu dengan Jimin.

"Kuharap Jimin akan menyukai masakanku hari ini"

Ucapku antusias.

Lalu kakiku beranjak memasuki lif  menuju lantai 15 tempat dimana Jimin melakukan semua pekerjaannya. Tepatnya ke kantor pribadi Jimin. Tapi langkah kakiku terhenti saat kudengar ada suara wanita dari balik ruangan Jimin tersebut.

Dan mataku langsung disunguhkan dengan sosok Jimin dan Hyejin yang saat ini sedang terlihat sangat mesra. Kulihat tangan Hyejin mengehelus lembut wajah Jimin sebelum akhirnya Hyejin mendudukan dirinya dipangkuan Jimin.

Hatiku sungguh panas saat melihat hal ini, ingin rasanya aku menjambak rambut Hyejin dan membawanya turun dari pangkuan Jimin. Dan untuk Jimin ingin rasanya aku menampar kedua pipi Jimin, dan membuatnya sadar.

Tapi entah kenapa aku tak bisa melakukan niatku itu. Tapi hatiku semakin panas saat melihat Hyejin yanhg dengan manjanya ingin mengarahkan bibirnya kearah Jimin.

Sungguh aku tak bisa tahan dengan semua ini!. Dan aku butuh penjelasan Jimin sekarang!!. Kugengam kenop pintu itu dengan kuat untuk menahan emosiku. Ingin rasanya aku membuka pintu itu dan langsung berteriak untuk memergoki Jimin. Tapi niatku tertundah oleh gengaman sosok pria yang tadi baru saja kutemui di supermarket.

"Jangan melihatnya jika kau tak sanggup untuk melihatnya. Dan jangan menuntur sebuah penjelasan jika pada akhirnya itu hanya akan membuatmu terluka"

Ucap Hae In yang berhasil membuat air mataku mengalir begitu saja.

Rasanya hatiku sesak dan sekarang aku sangat butuh penjelasan dari Jimin. Tapi benar apa yang dikatakan oleh Hae In aku belum tentu siap untuk melihat dan mendegar semua penjelasan Jimin tentang yang kulihat.

Dan yang bisa kulakukan hanyalah menagis sejadi-jadinya di depan lif, berjongkok disana sambil menumpahkan semua kesedihan dan kekecewaanku pada sosok Jimin yang telah secara sepihak menghianati diriku.

Kini kurasakan tangan Hae In perlahan menepuk pundakku sambil sesekali mengapus air mataku yang masih saja terus mengalir deras. Tapi untung saja tak ada satu pengawaipun yang melihat diriku dan Hae In disini.

"Menangislah, jika itu bisa membuat hatimu lebih baik"

Bisik Hae In sambil terus menenangkan diriku.

*

Mataku terasa lelah setelah 1 jam menagis di kantor Jimin. Dan sekarang aku sedang berada diatas kasur di dalam kamar ini. Hatiku masih saja sakit dan hatiku rasanya belum tenang sebelum aku mendapatkan penjelasan dari Jimin.

Tapi kapan aku harus meminta penjelsan dari Jimin?, karena Jimin pasti akan mengelak dan pada akhirnya aku tak akan pernah bisa mendapatkan penjelasan darinya.

Kupejamkan mataku untuk sekedar mengistirahatkan pikiranku yang tengah kacau ini. Tapi rasanya berat, semakin kupaksakan diriku untuk tertidur maka semakin jelas juga banyangan kejadian tadi siang yang berhasil membuatku jadi seperti ini.

Kini kududukan diriku didepan meja rias. Kutatap wajahku yang terlihat bengkak karena terlalu sering menagis. Kuambil beberapa lembar tisue lalu kuseka air mata yang masih mengalir begitu saja.

Dan kini perasaan menyesal itu kembalu menyelimuti diriku. Kenapa aku begitu bodoh memutuskan diriku untuk menikah dengan Jimin saat aku sendiri tak pernah tau bagaimana kelauan dan sifat yang Jimin miliki.

Aku terlalu bodoh dan terlalu mencintai Jimin, hingga akhirnya aku lupa bahwa aku belum mengenal sosok Jimin selama pernikahan kami yang sudah hampir memasuki 4 bulan ini.

Rasanya aku ingin mengulang kembali waktu, menolak semua kata-kata manis Jimin yang telah masuk kedalam hatiku terlalu dalam. Tapi rasanya itu tidak mungkin dan tak akan mungkin terjadi.

Karena aku pasti akan lebih berat lagi untuk melepaskan Jimin. Dan aku tak tauh apa yang akan terjadi jika aku tak bertemu dengan Jimin. Karena kurasa hatiku telah terlanjur mencintai Jimin.

"Kau terlalu bodoh Kim Sena"

Ucapku sambil merutuki diri sendiri.

Tak mau berlarut dengan kesedihan yang hanya akan membawaku semakin terbebani. Kuputuskan untuk pergi ke reuni SMA ku yang diadakan malam ini.

Tapi entah kenapa di jam segini aku sudah mulai bersiap-siap. Mungkin karena aku belum sangup atau memang belum ingin bertemu dengan Jimin. Dan setelah aku merasa siap untuk pergi, aku langsung pergi begitu saja tanpa berpamitan dengan Bibi Sun yang saat ini sedang sibuk di taman belakang.

Tapi sayangnya Pak Han malam menghalangi diriku untuk pergi. Dan beliau mengigatkan padaku bahwa Jimin akan pulang sebentar lagi, dan menyarankan agar aku menunggu sampai Jimin pulang.

Aku menolak ucapan Pak Han dengan sopan, dan memintanya untuk tidak memberitauhkan kepergianku kepada Jimin. Karena aku tak ingin pria itu mencariku.

Tapi Pak Han bersikeras untuk mengantarku ke salah satu Hotel mewah yang ada di Seoul. dan dengan berat hati aku mengiyakan tawaran Pak Han dengan satu syarat agar pak Han tak memberitauhkan kepergianku kepada Jimin, dan pak Han hanya menurut.

*

Suasana reuni di hotel ini sangat membuatku cangung. Maklum aku tak punya banyak teman saat dulu SMA, mengigat jika kondisi keuangan keluargaku berada di bawah batas rata-rata membuat sebagian bahkan hampir semuanya dari mereka engan untuk berteman denganku.

Tapi aku tak ambil pusing. Kedatanganku kemari hanya untuk menghilangkan rasa sakit dihatiku. Setidaknya aku tak akan memikirkan Jimin di tempat ini.

Sapaan suara yang tak asing membuatku memoleh padanya. Kulihat senyum sinis mulai terpancar di wajah pria itu, sambil mengandeng mesra seorang wanita yang ku ketahui itu pasti adalah pacar barunya.

"Jadi seperti ini penampilan seorang istri dari pengusaha muda yang sukses"

Sindir Junsu yang berhasil membuat mataku memicing tak suka.

"Memang apa pedulimu?!"

tanyaku sedikit ketus.

"Aku sungguh penasaran bagaimana caramu memikat pria itu sehingga mau menikahi seorang wanita miskin seperti dirimu. Atau jangan-jangan kau menjual tub...."

Ucapan Junsu terhenti saat kulihat sosok Jimin kini sedang mencengkram kuat jas Junsu yang berhasil membuat banyak pasang mata menatap kearah kami.

"Le...Lepaskan,siapa kau?"

tanya Junsu sambil berusaha melepas ngegaman Jimin yang sangat kuat itu.

"Jangan pernah menilai istriku dengan mulut sampahmu itu!!

Sindir Jimin sambil melontarkan tatapan tak sukanya.

"Jadi kau punya dua suami?!"

tanya Junsu yang masih tak percaya dengan ucapan Jimin barusan.

Ucapan Junsu barusan berhasil membuat Jimin menoleh padaku lebih tepatnya meminta penjelasan dariku.

"Apa masuk ucapannya barusan?, dua suami!"

tanya Jimin penuh dengan penekanan.

"Aku tidak mau menjelaskannya padamu!"

ucapku ketus sambil berusaha menghindar dari tempat ini, lebih tepatnya dari sorot tajam mata Jimin.

Tapi langkah kakiku terhenti dan sekarang Jimin sedang menarikku keluar secara paksa dan kasar meninggalkan hotel itu, dan tanpa mempedulikan semua teriakanku yang memintanya untuk berhenti menarik diriku.

"Kau harus jelaskan ini semua saat kita sudah dirumah!"

printah Jimin tegas dan dingin, setelahnya ia membanting stir meninggalkan hotel itu.

*

Kini kurasakan hawa yang mencekam di dalam kamar ini, dapat kulihat wajah kesal Jimin yang tak dapat tertutupi lagi dan sekarang Jimin menuntut sebuah penjelasan.

"Jelaskan kepadaku sekarang Park Sena!"

ucap Jimin dengan nafas yang tak teratur.

"Aku lelah dan aku tak ingin memperpanjang masalah ini!"

jawabku tak kalah tegasnya dari Jimin.

"Apa kau ingin aku menggunakan cara kasar padamu, dan membuatmu membuka mulutmu untuk bicara!"

ancam Jimin yang membuatku langsung melontarkan tatapan tajamku kepada Jimin.

Tanpa menunggu jawabanku Jimin dengan kasarnya mendorongku kepojok dinding dan dengan kasarnya ia mencium bibirku, mengigitnya sehingga membuatku merasa kesakitan. Sebelum akhirnya dengan sekuat tenaga aku mendorong tubuh Jimin tapi Jimin masih tak mau berhenti sampai tangisku pecah di sela-sela ciuman kami dan disaat itulah Jimin berhenti menciumku.

"Kau sendiri, bagaimana kau menjelaskan tentang kejadian tadi siang yang kulihat di kantormu!!"

Teriakku dengan disertai isak tangis.

"Apa kau suka dicium oleh wanita lain?!, kau anggap apa aku ini!!"

teriak kulagi dengan penuh emosi.

Skatmat!, wajah Jimin berubah menjadi sangat terkejut, Mungkin Jimin tak menyangka jika aku akan datang kekantornya. Dan sekarang giliran Jimin yang diam dan tak bisa menjelaskan semuanya.

"Kenapa kau diam?!, Bukankah seharusnya kau menjelaskan padaku?!"

Tanyaku lagi dengan sinis.

"Kau hanya salah paham Sena"

Jawab Jimin sambil mengatur emosinya.

"Ck, salah paham?!, kalau begitu anggap yang kau dengar dari Junsu itu juga hanya salah paham bagaimana?!"

tanyaku dengan raut wajah sinis.

"Aku tidak bisa mengangap itu sebagai salah paham!"

kata Jimin sambil menatap dingin kearahku.

"Kalau kau tidak bisa, maka aku juga tidak!"

Jawabku lagi sambil sedikit menekankan setiao kalimat yang terucapkan dari mulutku.

"Aku sudah berkata jujur padamu Kim Sena, dan jawab aku!"

printah Jimin sambil mengepalkan kedua tanganya.

Kini aku sadar, saat Jimin memanggilku dengan sebutan Kim Sena maka disaat itulah Jimin benar-benar sangat membenciku lebih tepatnya ia marah pada diriku.

"Begitupun denganku!"

Jawabku lagi dan berangsur pergi dari hadapan Jimin. Tapi tangan Jimin menahanku untuk tak pergi dari kamar ini.

"Jika kau berani meninggalkan kamar ini maka...."

Ucapan Jimin terputus.

"Aku siap menerima apapun termasuk perceraian kita!"

Kataku tegas lalu dengan kasar kuhempaskan tangan Jimin yang masih mengengam erat tanganku, dan dengan kasarnya aku membating pintu dan berlalu pergi dari rumah ini.

'Aku sadar betapa bodohnya diriku saat ini. Dan kurasa kekacauan yang terjadi dalam rumah tangahku ini semuanya adalah akibat kebodohanku sendiri, dan sekarang aku hanya bisa berpasrah pada Tuhan. Kalaupun nantinya ucapanku akan menjadi kenyataan maka aku akan siap menerimah semuanya,termasuk untuk sebuah perpisahan'


SUY NGHĨ CỦA NGƯỜI SÁNG TẠO
Army_VJ Army_VJ

Hai para reader,Gimanani dengan kelanjutan ceritanya?, bagus engak?.

Makasih buat antusias kalian di setiap babnya. Aku harap kalian bakalan baca terus kelanjutanya. Aku harap kalian bakalan BOM KOMENT, BOM VOTE, BOM ULASAN.

Aku janji bakalan update setiap hari, kalau kalian antusisanya besar terus kayak di bab" sebelumnya. So, jadilah nyawa untuk penulis kalian ini. Dan buat penulis kalian meresa karyanya di hargai. Makasih.

LOVE YOU FULL ♡♡♡♡♡♡

next chapter
Load failed, please RETRY

Đặt mua hàng loạt

Mục lục

Cài đặt hiển thị

Nền

Phông

Kích thước

Việc quản lý bình luận chương

Viết đánh giá Trạng thái đọc: C13
Không đăng được. Vui lòng thử lại
  • Chất lượng bài viết
  • Tính ổn định của các bản cập nhật
  • Phát triển câu chuyện
  • Thiết kế nhân vật
  • Bối cảnh thế giới

Tổng điểm 0.0

Đánh giá được đăng thành công! Đọc thêm đánh giá
Báo cáo nội dung không phù hợp
lỗi Mẹo

Báo cáo hành động bất lương

Chú thích đoạn văn

Đăng nhập