Tải xuống ứng dụng
75% Eclipse - Special Operation in Another World / Chapter 5: REDCON 5 - Silva Tenebris

Chương 5: REDCON 5 - Silva Tenebris

Kontak! Sisi kiri!"

"Gyaaaah!"

"Sial! Killjoy tertembak!"

"Rasakan ini brengsek!"

"Mereka..."

"Setidaknya mereka lebih baik daripada keponakanku yang selalu menangis karena tidak dibelikan smarthphone baru....haha...."

"RPG!"

Aku segera membuka kedua mata sambil bernapas terengah-engah. Sekujur tubuhku dibasahi keringat, seperti aku sudah berlari berpuluh-puluh kilometer. Mimpi buruk...lagi?

Sial! Bisa nggak sih aku tidur satu malam saja dengan tenang tanpa harus diserang mimpi buruk?!

Yah, setidaknya aku bangun jam 7 pagi, sesuai alarm alamiku. Aku duduk di pinggir tempat tidur, mengucek mataku yang sedikit berkunang-kunang. Aku berdiri dan beranjak ke arah jendela. Aku membuka jendela, merasakan sejuknya udara pagi mengisi ruang. Aku melihat sudah cukup banyak orang yang keluar untuk beraktifitas. Entah itu untuk berniaga, sekedar jalan-jalan, atau pergi berburu. Saat aku sedang melihat-lihat ke bawah radioku berbunyi.

"GRE...2, di sini Mar...Komando. Lapo...an situasi!" Kata seseorang di balik transmisi. Kemungkinan itu Kolonel Suzuki. Aku tidak bisa mendengar dengan jelas karena sinyal yang terputus-putus.

Aku bergegas untuk mengambilnya dan memasangkan headset, karena aku tidak mau mengganggu Jeanne yang sedang tertidur.

"Markas Kommando, di sini GREEN 2. Kami telah melakukan kontak dengan penduduk lokal. Kebanyakan dari mereka adalah manusia, namun ada beberapa makhluk-makhluk fantasi seperti Elf, Ogre, Manusia setengah binatang, dan lainnya. Kalian bisa bertanya pada unit lain bila merasa Intel dari kami cuma omong kosong."

Aku melepas tombol jawab, berusaha mengingat-ingat apa yang aku ingin katakan. Aku mengarahkan pandangan pada Jeanne yang sedang tertidur dan segera menjawab.

"Untuk catatan, salah satu dari anggota pasukan penegak hukum lokal bersedia bekerja sama dengan kami. Jika diperintah, kami bisa menggunakannya untuk melakukan kontak langsung dengan pemerintah di sini. Bagaimana, ganti?"

"Dimengerti GREEN 2, ka...perbolehkan....tuk membuat kesepakatan dengan....rintah lokal jika diperlukan. Untuk sementara, kamu....menjadi wakil Jepang...ampai kami bisa mengirim...ang lain ke sana. Lanjut...nak!"

Setelah Kolonel memutuskan komunikasi, aku bergegas pergi ke kamar ganti mengambil handuk basah untuk sekedar membasuh wajahku. Aku tidak perlu mandi...aku tidak sebau itu kan? Lagipula, aku tidak tahu bagaimana cara orang abad pertengahan mandi. Tidak ada shower atau semacamnya.

Setelah kembali untuk mengambil barang-barangku, aku melirik ke arah gadis kesatria itu yang masih tertidur pulas. Sepertinya ia sedang bermimpi indah. Bibirnya menyunggingkan sebuah senyuman.

Aku mengeluarkan selembar kertas dan pulpen dari ransel. Aku menuliskan bahwa aku akan pergi menemui teman-temanku dan memintanya untuk menunggu di depan penginapan.

Aku menaruh kertas itu di atas meja tidur dan memakai seragam dan peralatan tempurku, kemudian meninggalkan kamar.

Karena merasa terlalu memancing perhatian dengan seragam ini, aku memutuskan untuk pergi ke kios perlengkapan berburu di pasar terdekat untuk membeli sebuah mantel kulit dengan kerudung. Dari mana aku dapat uang? Di jalanan pasar tadi sangat ramai, aku sampai harus berdesak-desakan. Secara 'tak sengaja' tanganku merogoh saku seorang pria tanpa ketahuan. Mungkin dia akan menyadarinya nanti, saat aku sudah menghilang dari kota ini.

Aku memakai jubah yang baru aku beli dan menutupi kepalaku dengan kerudung. Ranselnya membuatku terlihat seperti orang bungkuk, tapi itu lebih baik daripada dipelototi karena-

"Uggghh!"

"Kyaaa!"

Tiba-tiba saja seseorang menabrakku dari depan dan membuat kami tersungkur ke tanah.

"Adududuh..." Aku bangkit dengan lututku dan melihat seorang gadis berambut pirang jatuh terduduk tepat di depan. Ia memakai mantel kulit yang hampir sama denganku, tapi yang membuatku sedikit terkejut dia mempunyai telinga runcing layaknya Elf, atau mungkin dia memang seorang Elf. Gadis itu mengelus bokongnya sambil meringis kesakitan.

"Kau tidak apa-apa?" Tanyaku sambil mengulurkan tangan. Gadis ini menggenggam tanganku dan aku menariknya untuk bangkit.

"Um, iya..."

"Begitu ya..." Aku mengangguk dan menepuk pundaknya. "Lain kali, berhati-hatilah kalau berjalan," Kataku sebelum berjalan ke arah keramaian pasar.

"T-t-tunggu!" Aku dapat mendengarnya memanggilku, tapi aku sudah masuk ke lautan manusia dan menjauh darinya. Akan sangat merepotkan bila aku harus berinteraksi lebih lama dengan orang asing disini.

Akhirnya setelah berapa menit berjalan dan mencari arah, aku tiba di pusat kota Darf. Tempat ini juga cukup ramai walau tidak se ramai pasar tadi. Di sana ada sebuah air mancur dengan patung seorang kesatria di tengah- Tunggu dulu, itu bukanlah kesatria seperti anak buah Jeanne kemarin, tapi...samurai? Dia membawa sebuah Naginata* dan memakai kimono di balik sebuah mantel yang tak terkancing...Yang paling mencengangkan adalah telinga di kepalanya berbentuk rubah dan dia memiliki 3 buah ekor. Apa mungkin di dunia ini juga ada Samurai...dan juga Kitsune?

Aku melihat dua orang duduk di pinggir air mancur tersebut. Mereka berdua memakai jubah kulit yang menutupi seluruh tubuh mereka, sama sepertiku. Walaupun tak bisa melihat mereka dengan jelas, aku yakin kalau itu adalah Blade dan Muse.

Tanpa pikir panjang aku menghampiri mereka. Aku duduk di sebelah salah satu dari mereka yang sedang menghisap sebuah cerutu. "Cuacanya bersih ya?" Kata aku sambil memperhatikan sebagian wajahnya yang tertutup kerudung.

Dia menatap wajahku dan menjawab. "Aku sempat menginjak paku."

"Baiklah, aku mengerti..." Suara yang sama, wajah yang sama, dan jawaban counter-sign yang benar. Dia memang Blade.

"Dari mana saja? Kamu terlambat 2 menit," Jika kalian bertanya-tanya kenapa terlambat 2 menit saja bisa jadi masalah, itu karena ini militer. Dan tidak ada toleransi di militer. Karena jika terjadi pertempuran dan pasukan reaksi cepat terlambat walaupun hanya 2 menit, kemungkinan besar nyawa pasukan yang akan mereka selamatkan tak akan tertolong. Itulah mengapa, waktu sangat penting.

"Maaf, beberapa hal yang merepotkan sempat terjadi," Jawabku. Sang Kapten SAS kemudian melemparkan sebuah bungkusan kepadaku. Setelah ku buka, isinya adalah sebuah roti berbentuk bundar yang berukuran sekepal tangan orang dewasa. "Terima kasih," Jawabku sebelum mulai memakan roti itu. Teksturnya cukup keras dan alot, namun cukup enak. Apalagi ditambah dengan krim soes yang ada di dalamnya.

"Hei Wand, mana waifu-mu yang kamu ceritakan kemarin?" Sudah kuduga sang Master Wibu Muse onii-chan akan menanyaiku tentang hal ini.

"Aku sudah memintanya menungguku di penginapan. Kemungkinan dia masih di sana," Jawabku lagi sebelum mengunyah roti itu lagi.

Muse menyeringai setelah menjawab pertanyaanku. "Oho, jadi kalian berdua sudah-"

"Kalo lu nanya lagi, gue gorok lu..." Ancamku walaupun sebenarnya aku tak mungkin menggorok teman masa kecilku. Setidaknya ancaman itu dapat membungkam mulut comberannya dan memberiku waktu untuk melahap habis rotiku.

Setelah melihat aku menelan potongan terakhir, Blade menjatuhkan cerutunya dan memadamkannya dengan kaki. "Sudah selesai?" Aku mengangguk. Kami bertiga bangkit dan berjalan mengikutiku ke arah penginapan tempat aku menginap tadi malam.

"Wand! Kemari!" Di balik kerumunan, aku melihat Jeanne berdiri di dekat pintu depan penginapan sambil melambaikan tangan. Dia sudah membawa barang bawaan di tas selempang di punggungnya.

"Jeanne," Aku menyapa kembali sembari berjalan ke arahnya. "Maaf membuatmu menunggu."

Jeanne tersenyum manis padaku seperti sebelumnya. Aku takkan pernah bosan melihat senyumannya itu. "Hehe, tak apa. Jadi mereka....teman-temanmu?"

"Perkenalkan, ini ketua regu kami Blade," Kataku sambil melihat ke arah Blade. Komandan kami hanya mengangguk perlahan. "Dan yang satu lagi adalah temanku, Muse."

Jeanne dengan sedikit gugup berdiri tegak dan menatap kami. "N-nama saya Jeanne Pitts! Mohon kerjasamanya!"

Blade tersenyum dan mengulurkan tangannya. Kedua petarung berpangkat -kemungkinan- sama ini pun berjabat tangan. "Mohon kerjasamanya juga Nona Pitts. Ngomong-ngomong, aku ingin membicarakan sesuatu denganmu sambil berjalan."

"B-baik."

"Fufufu, santai saja, tak usah terlalu formal."

"Baik, Kapten...Blade, kan?"

Sementara kedua komandan itu saling bercakap, Muse manatap Jeanne dengan sedikit penasaran. "Jangan-jangan dia-"

"'Jangan-jangan dia' apa?" Pertanyaanku membuatnya keluar dari lamunan. Sang Letnan Muda mendesah perlahan.

"Ah, enggak. Entah kenapa aku jadi ingat cerita kakek tentang kakaknya. Dulu kakaknya menghilang saat diterjunkan ke Normandia dalam Operasi Overlord. Jasadnya nggak pernah ditemukan. Dia suka sekali mengoleksi senapan seperti itu," Jawabnya sambil menunjuk ke arah senapan di punggung kesatria itu.

Ini membuatku semakin penasaran saja. Sangat banyak ada titik yang dapat dihubungkan menjadi pola.

"Apa dia dari Divisi Linud ke-101?"

"Yup," Well, shit.

Aku menggaruk leherku yang tidak gatal, berpikir untuk menyambungkan semua informasi yang aku dapatkan. "Ternyata benar...Mungkin gadis itu memang saudara jauhmu..."

"Tapi! Bagaimana bisa dia-" Sahutnya keras-keras.

"Jangan keras-keras bego!" Aku memperingatkannya dengan nada setengah berteriak, membuat Muse sempat tersentak dan langsung menutup mulutnya. "Cepat atau lambat kita pasti akan tahu..."

Anggota Navy SEAL tersebut hanya menunduk pelan.

Kami berjalan mengikuti Jeanne dan Blade yang sedang berbincang, melewati kerumunan orang di jalanan di pagi hari.

--------------------------------------------

Setelah beberapa menit berjalan ke gerbang timur kota, kami berpapasan dengan sebuah kereta yang dikendarai oleh seorang petani. Karena tidak ada kendaraan lain, kami menumpang dengannya. Kebetulan sekali tujuan kami berdekatan.

Blade beserta Jeanne duduk di kursi depan bersama petani pemilik kereta yang sedang mengendarai kuda. Aku dan Muse duduk di gerobak belakang yang penuh dengan karung-karung berisi pakan ternak sambil bersenandung lagu 'King of the Road' karya Roger Miller dan menikmati pemandangan hamparan sawah yang sangat luas.

"Trailer for sale or rent

Rooms to let, fifty cents

No phone, no pool, no pets

I ain't got no cigarettes

Ah, but, two hours of pushin' broom

Buys an eight by twelve four-bit room

I'm a man of means by no means...king of the road!"

Setelah menyelesaikan lagu itu, kapten kami memberi tepuk tangan yang malas. Dalam perjalanan cukup banyak goncangan karena jalanan yang masih terbuat dari tanah dan Pemda sepertinya tak begitu memperdulikan jalan yang berlubang. Walaupun begitu aku menikmati semua ini. Rerumputan dan sawah yang subur, langit yang sangat biru, dan aroma udara yang sejuk dan segar tanpa ada polusi.

Aku melihat di sawah ada beberapa gadis muda yang sedang memanen. Beberapa diantara mereka memiliki telinga seperti kelinci. Tentu saja, si Wibu kelas akut pasti bereaksi.

"Holyshit! Wand lihat! Gadis kelinci!"

Muse langsung berdiri dan melambaikan tangan ke arah mereka. Gadis-gadis itu dengan malu-malu membalas lambaian Muse. Ia tersenyum puas.

"Damn man, aku pasti sedang bermimpi!"

Secara tiba-tiba, aku menampar belakang kepalanya. "Sudah bangun?"

"Apa maksudnya itu?!"

"Hei, kalian di belakang diamlah!" Blade berteriak dari kursi depan. Karena perintah atasan adalah absolut, kami terpaksa diam. "Maafkan keributan yang dibuat anak buahku, tuan."

"Hehe, tak apa tuan. Aku justru senang karena ada hiburan," Jawab sang petani sambil tertawa.

"Ngomong-ngomong, apa kalian yakin akan melalui Hutan Tenebris?"

Blade menatap kembali ke jalanan di depan dan menjawab pertanyaan petani tersebut. "Itu adalah jalan tercepat sampai ibu kota kan?"

Petani itu mengangguk sambil tersenyum, walaupun rasa cemas tergambar di wajahnya.

"Iya benar, tapi tempat itu cukup berbahaya. Banyak monster kelas Alpha berkeliaran. Kebanyakan orang, bahkan petualang berpengalaman pasti akan lebih memilih rute lain yang lebih aman walaupun bisa sampai 3 minggu lebih."

"Tidak usah khawatir pak. Kami tahu apa yang kami hadapi. Lagipula kami membawa penunjuk jalan yang cantik dan sangat handal."

Sang Kapten terkekeh sambil melirik ke arah gadis di sebelahnya. Pipi Jeanne sempat merona saat sang Kapten memujinya.

"Ada apa, Nona Pitts? Apa anda tidak mau digoda oleh Gentleman dari Inggris ini?"

"K-k-kapten Blade!" Jawab Jeanne dengan wajah yang semakin tersipu. Blade tertawa dengan puas sementara sang petani terkekeh dengan bingung.

Aku hanya menahan keinginan untuk melempar sepatuku, seperti wartawan Iran yang dulu melemparkan sepatu pada Presiden Bush, sementara Muse menggerutu

"Dasar tua-tua keladi."

Beberapa detik perjalanan dalam kesunyian, Muse kembali bernyanyi untuk menghilangkan rasa bosan.

"I'm in love with the shape of you!

....."

"Aku lupa liriknya, hahaha..."

"Lucu sekali, aku sampai lupa ketawa," Aku berkomentar dengan nada sarkastik. Muse berhenti menyeringai dan mengacungkan jari tengah ke arahku.

----------------------------------------------

Beberapa menit -atau jam?- kemudian, kami tiba di sebuah peternakan tempat petani itu tinggal. Tempatnya terletak di sebuah desa kecil yang tak jauh dari Kota Darf. Aku dan Muse membantu menurunkan isi gerobak sementara Jeanne dan Blade bersalaman dengan petani tersebut. Mengapa kami selalu melakukan pekerjaan buruh? Huh, terkadang realita tidak seindah ekspektasi.

"Terima kasih atas tumpangannya tuan," Kata Jeanne sambil menjabat tangannya. Petani tersebut membalas senyumannya.

"Sama-sama, nona, tuan-tuan. Berhati-hatilah di jalan!"

Setelah berpamitan, kami pun pergi meninggalkan peternakan tersebut dan berjalan ke arah timur, mengikuti jalanan. Perjalanan ke Hutan Tenebris cukup mulus walaupun terik matahari sangat menyengat. Belum lagi aku membawa beban setengah kali berat badanku. Punggung dan kakiku rasanya membunuhku. Tapi aku harus bisa menahannya demi tugas.

Sepanjang perjalanan aku bercerita dengan Muse tentang berbagai hal sementara Jeanne dan Blade di depan mencari jalan. Terkadang sang Kapten SAS ikut masuk ke percakapan kami jika ada yang ia mengerti. Sayangnya, Jeanne tidak mengerti apa yang kami bicarakan. Aku yakin dia tak tahu apa itu Football, Coldplay, Hustler, Jojo, dan lain-lain. Di tengah perjalanan, gadis itu berhenti melangkah dan berseru.

"Itu dia!"

Jeanne mempercepat langkahnya. Kami bertiga menghentikan percakapan kami dan lari mengikutinya. Kami berhenti beberapa kilometer dari tujuan kami.

"Hutan Tenebris..." Aku menatap sebuah hutan belantara yang sangat lebat dari mana jalan setapak itu mengarah. Melihat hutan itu dari jauh saja membuat bulu kuduk merinding. Banyak batang-batang pohon yang memiliki bentuk menyeramkan. Warna batangnya pun lebih gelap dari pohon biasa, menambahkan kesan 'kegelapan'. Hutan aneh tempat aku mendarat terlihat seperti taman kota jika dibandingkan dengan hutan ini.

Ngomong-ngomong soal kegelapan, aku jadi ingat sesuatu dalam pelajaran bahasa di Kamp Narashino. Karena sifat Pasukan Khusus yang dapat diterjunkan ke seluruh dunia, aku menguasai beberapa bahasa seperti Jepang, Inggris, sedikit bahasa Arab, Rusia, dan Latin. Sebelum aku meracau lebih jauh, akan kuberitahu satu hal.

Tenebris berarti kegelapan dalam Bahasa Latin.

Aku melirik Komandan kami yang menatap datar hutan itu, seolah tanpa rasa takut.

"Baiklah, keluarkan perlengkapan kalian," Blade melepaskan jubah kulitnya. Dia memakai pakaian yang hampir sama denganku, hanya saja motif loreng yang ia kenakan adalah MultiCam. Berbeda dengan Flecktarn-ku, motif MultiCam terbentuk dari warna coklat muda dan hijau muda sehingga cocok dipakai dalam medan apapun, baik itu gurun, hutan, atau yang lainnya.

"Jadi kita akan melawan monster," Tanya Muse sambil melepaskan jubahnya juga. Muse juga mengenakan seragam yang berbeda dari kami berdua. Motif seragamnya yaitu AOR-2 yang bermotif kotak-kotak digital berwarna campuran hijau, hijau muda, hitam, dan putih. Aku juga melihat satu tabung peluncur roket M72 dipunggungnya. Tabung itu sudah dimodifikasi agar bisa diisi ulang.

"Sepertinya," Aku memasukan jubahku ke dalam ransel dan mengokang senapan serbuku. Monster bisa muncul kapan saja, jadi lebih baik menggunakan senapan yang bisa bereaksi dengan cepat. Aku menoleh ke Muse sambil tersenyum 'manis'. "Apa kalian seamen* belum pernah lawan monster?"

"Ugghhhh, today I have to use my Mark 18," Muse memasukan jubahnya ke dalam tas ransel. "I got to say it was a GOOD day*,"

Mendengar gerutu Muse, Blade menoleh ke arahnya.

"Apa itu Ice Cube?"

Blade membawa G36C, varian pendek dari senapan G36 buatan Jerman. Bentuknya seperti persegi yang dibentuk-bentuk menyerupai senapan serbu dengan rel untuk memasang teropong terpisah dari barrel-nya. Sudah terpasang teropong berbentuk kaca kecil berisi titik laser merah atau red dot sight dibagian atasnya dan juga pegangan depan berbentuk segitiga.

Sang Letnan Muda mengangguk. "Iyap, hanya saja seharusnya AK daripada Mark 18," Dia mengangkat senapan Mk18 Close Quarter Battle Receiver, sebuah senapan serbu berukuran pendek dari basis M4A1 yang merupakan senapan yang digunakan oleh kebanyakan tentara di dunia. Karena ukurannya yang pendek, senapan ini sangat cocok untuk pertempuran dalam ruangan sempit. Bagian atas senapan itu sudah dipasangkan teropong berbentuk bundar atau ACOG. Sebelum berangkat ke dunia ini, Muse sudah mengecat ulang senapan itu dengan warna hijau muda.

"Kalian sudah siapa?" Tanya Jeanne setelah ia memeriksa kembali barang bawaan di tas selempangnya.

"Siap," Jawab Blade sambil mengokang senapannya bersamaan denganku. Kami berempat menatap ke arah Hutan Tenebris, hutan angker dan salah satu tempat berburu paling berbahaya di Finia. Sayangnya, aku sudah pernah ke tempat yang lebih menyeramkan dari ini...

Muse menyeringai dengan sangat bersemangat.

"Saatnya beraksi!"


next chapter
Load failed, please RETRY

Tình trạng nguồn điện hàng tuần

Rank -- Xếp hạng Quyền lực
Stone -- Đá Quyền lực

Đặt mua hàng loạt

Mục lục

Cài đặt hiển thị

Nền

Phông

Kích thước

Việc quản lý bình luận chương

Viết đánh giá Trạng thái đọc: C5
Không đăng được. Vui lòng thử lại
  • Chất lượng bài viết
  • Tính ổn định của các bản cập nhật
  • Phát triển câu chuyện
  • Thiết kế nhân vật
  • Bối cảnh thế giới

Tổng điểm 0.0

Đánh giá được đăng thành công! Đọc thêm đánh giá
Bình chọn với Đá sức mạnh
Rank NO.-- Bảng xếp hạng PS
Stone -- Power Stone
Báo cáo nội dung không phù hợp
lỗi Mẹo

Báo cáo hành động bất lương

Chú thích đoạn văn

Đăng nhập