Aku menyesal sudah menyentuh pipi Raina. Getaran panasnya masih menjalari tubuh ku. Tubuhku tegang saat tangan nya menahan tangan ku yang berusaha mengusap sisa-sisa air mata di ujung pelipis mata nya aku terdiam beberapa detik lalu akhirnya aku bisa menahan diri lagi. aku berusaha setenang yang aku bisa tapi ketika aku melihat wajah murung nya betapa aku ingin mendekap nya dan berusaha melindungi nya. Aku sudah cukup mengalah kepada Juna sialan itu tetapi dia menyia-nyiakan gadis yang ingin aku bahagiakan dan aku tidak akan menyerah untuk kali kedua.
Mata raina terbuka lebar menatap ku, rona wajah nya memerah karena pengaruh alkohol tangan ku meregang, dadaku sesak, dan ada kobaran di pembuluh darah ku. Aku tidak pernah memimpikan perasaan ini bangkit lagi. Sialan, jangan biarkan aku menginginkan tubuh indah dan rapuh nya Raina saat ini. aku tidak boleh mengambil kesempataan saat dia sedang mabuk begini betapa brengsek nya aku jika dia menyadarinya.
Aku berusaha menahan diri dan membentuk kembali imunitas pertahan diri ku mengahadapi raina pria mana yang tahan ketika melihat mangsa terbujur lemah tidak berdaya oleh pengaruh alkohol. aku sadar raina adalah wanita yang di bidik oleh semua pria karena kemolekan nya bahkan dia memliki segalanya untuk membuat pria manapun beretekuk lutut di hadapan nya. Ia mempunyai wajah yang cantik dan leher yang indah. Tubuhnya mungil sekaligus seksi dan merupakan harapan yang indah bagi pria normal seperti ku. Tapi yang paling menyerang ku adalah hatinya sudah terisi oleh orang lain yaitu Juna si keparat itu. gigi ku menggertak aku tidak bisa melihat nya terus-terusan seperti ini atau aku akan gila sekarang. Dadaku sudah berdebar keras dan napas ku memburu sesak badan ku mengeras aku tidak yakin bisa menahan nya terlalu lama jika terus-terusan mengamatinya seperti ini fikiran liar ku sebagai pria normal sedang berfantasi jadi segera ku bangunkan raina agar berdiri dari duduk nya memopoh nya masuk ke dalam mobil ku ini demi keselamatan dia dari cengkraman ku.
Juna's Pove
Aku masih duduk tak bergeming di dalam mobil dan menyaksikan pertunjukan yang membuat dada ku terasa sangat sesak, amarah membakar di dalam darah ku, melihat wanitaku sedang di bopoh dengan pria lain dan aku tidak bisa melakukan apa-apa.
"sialan " umpat ku lalu menghantam kan tinju berkali-kali ke stir mobil ku aku tahu padahal stir mobil ku tidak memiliki kesalahan tapi melampiaskan nya cukup membuat amarah ku berangsur padam
"huuuhhh..." desah ku menghempaskan punggung ku di sandaran bangku tempat duduk ku
Aku merasa kalau aku memang tidak berguna bagi raina aku bisa melihat wajah murung nya dari ke jauhan seperti terlalu banyak beban di dalam fikiran nya. Aku ingin berada di samping nya tapi aku tidak mampu aku tidak tahu keadaan begitu sangat rumit untuk saat ini aku sadar akulah pria yang meninggalkan dirinya di hari pernikahan kami membayangkan dirinya ketakutan dan menangis membuat ku terlihat benar-benar seperti seorang bajingan. " aku memang pria brengsek Raina! Aku tidak bisa berada di samping mu saat kau membutuhkan ku" hati ku sangat sakit aku mengusap wajah dan menyusur kuat rambut ku, aku seperti orang bodoh karena terbengong di waktu yang lama sampai akhirnya aku memutar stir mobil ku dan pergi dari sana
Raina's pove
Aku terhuyung bangun dari tidur ku, kepala yang masih sangat sakit karena pengaruh alkohol ku paksakan kepala ku berdiri
"Austin" lirih ku ketika melihat pria yang berada di samping ku. Ia menoleh dan membalas ku dengan senyum lengkung nya yang tipis lalu kembali menghadap ke jalan
"jika kepala mu masih sakit, kau boleh melanjutkan tidur mu nanti jika sudah sampai akan aku bangun kan"
Aku menggeleng " aku baik-baik saja Austin" desah ku. Aku mengamati jalan yang sebentar lagi sudah menuju ke lingkungan rumah ku. Austin memperlambat laju mobil nya dan mengerem tepat di depan rumah berwarna hijau muda dengan pagar yang menjulang tinggi dan di hiasi taman mungil dengan beberapa bunga yang indah yah ini adalah rumah ku, rumah kediaman Cal Maxwell yaitu papa ku seorang direktur di perusahaan textile di kota. Rumah yang di bangun dengan sentuhan gaya tahun 70-an yang membuat mata akan merasa kembali ke tahun itu, karena memang papa ku sangat menyukai model klasik serasa seperti saat ia masih kecil di desa ujar nya setiap pulang kerumah dan menatap rumah nya bahkan Warna cat tembok yang tidak pernah di ganti warna karena ia memang sangat menyukai warna hijau seperti di desa ujar nya setiap aku dan mama meminta untuk mengganti cat rumah. sepintas aku ceritakan papa ku dia seorang pria pekerja keras dan pria serta papa yang lembut dan tegas jadi kami tidak pernah membantah apa pun kata-kata nya karena kami sangat menghormatinya
Austin membukakan pintu mobil untuk ku kemudian menyambut tangan ku saat aku hendak turun dari mobil. Aku menopang kan tangan ku di bahu Austin sampai aku benar-benar bisa berdiri karena memang kepala ku masih sedikit berat.
"mau mampir" tawar ku ke pada Austin. Austin menyengir "mungkin lain kali, aku akan mampir dan memberi salam resmi "
Aku menatap nya dan menaikkan sebelah alis ku seperti sedang mencerna arti dari ucapan lalu berusaha memasang wajah datar kemudian aku membalikkan tubuh ku
Dreeekkkkkk.... bunyi pagar ketika aku membuka nya dan kembali menutup nya. Aku melambaikan tangan ke arah Austin sebagai salam perpisahan mulut Austin melengkung tipis senyum yang samar-samar terlihat oleh ku. Aku mengangguk dengan hati-hati lalu masuk ke dalam rumah ku.
Hujan berubah menjadi gerimis berirama lembut, aku melihat jam yang tidak pernah lupa melingkar di pergelangan tangan ku waktu menunjukkan pukul 8.00 malam. Aku berdiri menuju jendela kamar ku dan memeluk tubuh ku, langit masih gelap dan beberapa kali samar-samar terdengar petir dari kejauhan. Udara malam ini cukup menyiksa ku dan seperti sulit untuk aku hadapi walaupun aku mengenakan jaket tetapi aku merindukan sosok hangat yang mampu menghangatkan tubuh ku. Seketika fikiran ku kembali kepada Juna, aku merindukan pelukan dan dekapan hangat nya yang membuat aku tidak berdaya. Panas tubuh nya yang membuat darah ku mendidih, tangan besar nya yang membelai rambut dan pipi ku, mulut nya yang manis dan menyapu bibir ku aku merindukan itu semua. Air mata menetes di sudut mata ku. " ohh... tuhan aku merindukan Juna"
AYO KITA SIMBIOSIS MUTUALISME, SALING MENGUNTUNGKAN SATU SAMA LAIN DENGAN LIKE N KOMEN YANG MEMBANGUN JUGA PERLU!