"Halo, Mah...ada apa? Maaf...Callista jarang telfon Mamah..."
"Iya...gak papa, mamah ngerti kok..."
Hanya terdengar suara hembusan nafas pasrah dari Callista.
"Gimana hubungan kamu sama Deren? Baik?"
"...baik kok..." Callista agak ragu berbohong.
"Yakin? Anak Mamah gak pernah bohong loh...dan kamu tau Mamah gak suka di bohongi. Ayo...bilang"
"Baik kok, Mah..." Callista masih menutupi.
"Deren habis cerita...kenapa? Kenapa kamu gak mau dengerin penjelasan nya dulu?" Kali ini Papah Callista membuka suara.
"..." Callista masih terdiam.
Terdiam di sudut ruangan menatap pemandangan kota dengan telfon genggam nya yang menempel di telinga.
"Callista...kita bisa pertimbangin kalo ada yang salah...kamu jelas in dulu...kenapa...ada apa sebenernya..."
"Callista capek, Pah...Callista capek di bohongi...Deren selalu bohong dengan alasan yang bikin Callista justru merasa bersalah dengan marah ke Deren...emang salah kalo Callista tanya kabar Deren? Emang kalo orang di rumah sakit gak bisa balas pesan ya? Sibuk banget ya, Pah? Segitunya? Oke...Callista gak telfon Deren...tapi pesan dari Callista seenggaknya di balas lah...Callista cuma tanya Deren di mana, udah...Callista udah gak ada niat buat lanjut in perjodohan in—" ucapan Callista terpotong.
"Ssttt...gak boleh gitu...bicara in secara baik-baik...pasti Deren punya alasan Sendiri...dan kamu gak bisa cap alasan itu bohong...mungkin emang itu yang terjadi...kamu tau gak, Nak?...Papah ingin sekali kamu menikah dengan Deren, entah kenapa...tapi hati papah tetap mantap memilih Deren...papah merasa...Deren adalah pilihan yang paling tepat untuk kamu dari tuhan...kali ini keinginan Papah cuma satu...kamu nikah sama Deren...bahagia selamanya...udah...itu aja..." Terdengar suara serak dari ujung sana.
Callista terdiam, menelan ludah seakan ada yang mencekik lehernya.
Callista menangis...menatap ke langit² atap kamarnya...memejamkan mata dengan dahi mengerut...rasanya baru saja dia melakukan kesalahan...
"Pah...kenapa Papah cuma natap lurus ke Deren aja sih? Banyak, Pah...banyak manusia di dunia ini...bahkan seperti yang Papah inginkan...kenapa mesti Deren?"
"Makanya itu papah pilih Deren...karena Deren lah yang Papah inginkan...Papah yakin...cuma Deren yang bisa membahagiakan anak Papah satu-satu nya...anak kesayangan Papah..."
"Tapi, Pah—" Ucapan Callista terpotong.
"Pokoknya kamu bicara in baik-baik sama Deren...Papah ingin apa yang Papah inginkan terwujud...udah ya...Papah lanjut kerja...Papah tutup telponnya...jaga diri kamu baik-baik...sholat lima waktu jangan lupa...selalu lah memaafkan kesalahan seseorang...tuhan saja bisa memaafkan kesalahan kita yang sebanyak buih di lautan...masa kita umatnya gak bisa...udah ya...sekarang istirahat aja dulu...assalamualaikum"
"Waallaikumsalam..."
Tut...tut...tut...
Telponnya sudah mati.
Callista terdiam di sudut ruangan dengan air mata yang masih menetes.
"Masa gini aja lemah...masa lo mau bikin orang tua lo kecewa cuma demi ego lo..." Callista berbicara pada dirinya.
Pikiran dan hati nya kini saling beradu.
"Pengecut lo, Ta!" Callista menunduk, menempelkan jidat nya dengan tangannya yang menopang di atas lutut.
***
"Mbak...awas lantainya basah!" Seorang salah satu pekerja OB berteriak.
"Bruk!" Suara nya sangat keras...jelas sakit...tapi pasti lebih malu...
"Auu..." Callista merintih kesakitan, dia terjatuh dengan keadaan seakan mengesot.
"Mbak...saya kan udah bilang...hati-hati...malah masih jalan cepet-cepet" cowok pekerja OB itu membantu Callista bangun.
"Auu...pinggang saya sakit..." Callista merengek.
"Callista kamu kenapa?" Tiba-tiba Deren datang dan langsung jongkok dengan salah satu lutut yang menyentuh lantai.
"Jatuh, Mas..." jawab pekerja yang menjadi saksi momen memalukan Callista.
"Yaudah, ayo berdiri..." Deren mencoba membantu Callista.
"Pinggang aku sakit!" Callista menabok tangan Deren yang hampir menyentuhnya.
"Ohh..." Deren menghela nafas.
"Yaudah" Deren tiba-tiba membopong Callista.
"Deren! Turunin aku! Deren, jangan ngawur! Deren!" Callista mencoba berteriak.
Tapi percuma, Deren tetap membopong Callista menuju ruangannya.
Pekerja yang melihat kejadiannya hanya terediam.
Deren mengunci pintu ruangannya dan menaruh Callista di atas meja kerja nya.
"Mana yang sakit?" Deren menatap Callista.
Callista hanya terdiam.
Deren memandang lutut Callista yang terluka.
"Tunggu sini" Deren pergi meninggalkan Callista.
Tak sampai semenit Deren sudah datang dengan kotak P3K.
"Kamu mau ngapain?" Callista bingung melihat Deren membawa kotak obat.
"Diem aja..." Deren memegang betadin dan kapas.
Lalu di usap kan lah kapas yang sudah di beri betadin ke lutut Callista yang terluka.
"Sakit?" Deren menatap Callista.
Callista hanya menggeleng.
"Makanya...kalo jalan hati-hati, gak usah lari-lari kaya anak kecil, jatuh kan...malu kan? Lagian kenapa sih pake lari² segala..." Deren mengomel namun masih sibuk membersihkan luka Callista.
"Malah di omelin..." Callista mendengus kesal.
"Udah...masih sakit?" Deren berdiri tegak dengan posisi dekat dengan Callista.
"nggak"
"Mana lagi yang sakit?"
"Gak ada"
"Hati nya enggak?" Deren tersenyum menggoda Callista.
"Apaan sih" Callista tersipu.
Deren terkekeh pelan.
"Yakin nggak minta di obat in?" Deren mendekat ke Callista.
"Enggak"
"Aku tau loh obat nya..." Deren masih menggoda.
"Apaan coba?" Callista bertanya dengan wajah seakan menantang.
"Aku..." Deren tersenyum lebar.
"Gaje" Callista hampir turun.
Tapi Deren langsung menaikkan Callista ke atas meja lagi.
"Aku mau pergi..." Callista mengerutkan kening.
"Di sini aja dulu...aku mau ngomong sesuatu..."
Suasana tiba-tiba hening.
"Aku tau kamu marah banget sama aku gara-gara kejadian itu...aku minta maaf, ya...aku bakal jelas in...jadi waktu itu tiba-tiba Friska sesak nafas, terus aku langsung matiin hape aku, makanya aku gak jawab telfon kamu...gak balas pesan kamu...pas aku mau jawab telfon kamu, Friska tiba-tiba sesak nafas, dan aku panik...makanya aku langsung mati in hape aku...maaf sekali lagi ya..." Deren tersenyum tipis.
"Is that for real? Or fake?" Callista menyipitkan mata.
"Real honey...i'm not making it up at all" Deren semakin mendekat ke Callista.
Deren menaikkan salah satu alisnya dengan senyum seakan menggoda.
"Iya aku percaya, udah sana minggir" Callista mendorong jidat Deren pelan.
"Kamu udah maaf in aku?"
"Iya..."
"Really?"
"Yes...asal kamu gak mengulangi kesalahan yang sama lagi" Callista tersenyum lebar terlihat terpaksa.
"Oke..." Deren tersenyum bahagia.
"Udah ah, aku mau beli sarapan, aku belum sarapan" Calista hampir turun.
Lagi-lagi Deren mencegah nya.
"Kenapa belum sarapan?" Deren mengerutkan kening.
"Tadi udah telat"
"Dasar! Jangan di biasa in begitu! Utama in sarapan dulu" Deren mengetuk pelan kening Callista.
"Iihhh..." Callista mengusap keningnya.
"Ya udah ayo" Deren membelakangi Callista.
"Kamu ngapain?" Callista mengerutkan kening.
"Mau gendong kamu...ayo...nanti kepeleset lagi"
"Gausah kali" Callista terkekeh.
"Udah cepet"
"Malu Deren"
"Kan sama aku...ngapain malu...cepet!" Deren memaksa.
"Iya-iya" Callista turun dari meja dan melingkarkan kedua tangannya ke leher Deren.
Deren pun berjalan sambil menggendong Callista.
-maaf ya...kalo ada typo apa sesuatu membingungkan...aku cuma copas punya aku yang di wattpad...sekali lagi maaf...dan maaf juga kalo di sini update nya lama...karena beda hape...makanya lama dan sekali update langsung tiga atau lebih...jadi aku harap kalian gak kebingungan setelah aku tulis penjelasan ini...kalo mau cari di wattpad, judulnya sama kok...hehe...yaudah ya...makasih support dan rating ceritanya...semoga kalian semua selalu suka sama cerita aku...kalian juga bisa follow instagram aku namanya @artkaa.2706...di sana ada foto tokoh²...kalo di wattpad ada foto nya... kalo di sini gak bisa, jadi langsung ke instagram aja ya
...bye...-