Keesokannya
Pagi ini aku, papa, dan Felix sudah berada di tempat latihan para kesatria muda. Setelah tadi para kesatria memberi hormat, mereka langsung melakukan latihan. Aku dan papa duduk di sebuah tempat yang mirip seperti gazebo yang agak sedikit naik. Dari sini aku bisa melihat semua kesatria berlatih.
Papa bertopang dagu. Kebiasaan papa yang satu ini membuatnya terlihat seperti orang malas. Aku geleng-geleng kepala kemudian bersandar di kursi ku. Aku melihat sekeliling sampai suara seseorang menghentikan ku.
"Segala keagungan dan kemuliaan pada matahari Obelia. Saya penyihir kerajaan sudah datang Yang Mulia."
Lucas sudah datang. Kali ini dia tidak memakai pakaian yang biasanya, jubah ungu yang panjang itu. Dia memakai kemeja putih berlengan panjang yang ditekuk ¾, celana hitam panjang, dan sepatu boot berwarna cokelat tua. Rambut panjangnya diikat dengan pita berwarna merah ruby, seperti warna matanya.
Aku sempat terpana untuk sesaat, tapi segera ku alihkan pandangan ku ke arah lain. Lucas seharusnya sering-sering mengganti model pakaian. Dia terlihat lebih tampan kalau seperti itu meskipun dengan wujud mininya. Ha? Aku ini mikir apa sih? Lucas tampan? Jangan bikin dia tambah sombong Athy!
Papa melirik Felix. Felix mengangguk dan menemui seorang kesatria muda, mungkin pemimpinnya. Setelah berbincang-bincang sebentar, para kesatria yang tadinya melakukan push up berhenti dan berdiri. Papa berdiri dan menuju ke arah para kesatria. Aku dan Lucas mengikutinya dari belakang.
"Kau yakin bisa berpedang kan, Lucas?"
"Kau tidak percaya sekali. Kalau aku bilang bisa, ya bisa."
Aku mengangguk dan menatap depan. Aku melihat sebuah arena tarung kecil. Mungkin ini dipakai oleh para kesatria untuk menilai keahlian sesama kesatria. Felix menghampiri kami bertiga dan meminta Lucas mengikutinya. Papa menggandeng tangan ku dan pergi menuju arah yang berlawanan.
Aku dan papa berhenti di bawah sebuah pohon rindang. Di sana sudah ada dua buah kursi untuk kami duduk. Tempat ini agak lebih tinggi dari arena itu, jadi kami bisa melihat dengan jelas. Jantung ku berdetak kencang. Aku tidak sabar melihat Lucas menunjukkan keahlian berpedang nya. Aku harap dia menang. Bukan-
Dia harus menang!
***
Author POV
Athanasia dan Claude duduk sambil menunggu di bawah pohon yang rindang. Jantung Athanasia berdegup kencang, dia tidak sabar melihat keahlian Lucas. Sedangkan Claude, dia bertopang dagu dengan malas. Dia berpikir kalau ucapan Athanasia bahwa penyihir kerajaan itu bisa berpedang hanyalah bualan semata. Karena bagi Claude, penyihir menara itu hanyalah bocah usia tujuh tahun yang sangat ahli dalam sihir.
Di sisi lain, basecamp para kesatria muda. Felix terlihat bingung. Dia sedang menimbang-nimbang, mencari lawan untuk duel dengan Lucas. Lucas hanya menatap datar ke arah Felix. 'Apakah memiliki satu kesatria sangatlah susah?' batin Lucas.
Felix semakin bingung lantaran mengingat pesan Claude, memilih kesatria paling kuat untuk melawan Lucas. Felix tidak sekejam itu untuk menunjuk langsung kesatria terkuat. Dia melirik ke arah Lucas, Lucas masih saja berekspresi datar.
"Tuan Penyihir. Lawan seperti apa yang Anda cari?" Felix bertanya.
Lucas menatap bingung ke arah Felix dan menjawab dengan sopan, "saya yakin Yang Mulia sudah memilihkan saya seorang kesatria untuk berduel dengan saya. Kenapa Anda malah bertanya kepada saya?"
Felix menelan ludah dan mengangguk pasrah. Mau tidak mau dia harus menunjuk kesatria paling kuat di antara para kesatria di hadapannya. Akhirnya, lawan Lucas adalah seorang kesatria muda yang umumnya sekitar delapan belas atau lebih. Rambut cokelat muda yang tersisir rapi, mata ungu elegan, dan wajah rupawan.
Mungkin bagi orang awam, lawan Lucas adalah orang yang lemah. Namun Lucas bisa melihatnya, lawannya tidak bisa diremehkan. Lucas tersenyum miring, dia berpikir bahwa Claude benar-benar mengujinya.
"Saya Remo Clystion. Senang bertemu dengan Anda, Tuan Penyihir."
Kesatria bernama Remo itu memperkenalkan diri. Lucas tersenyum sopan, tentu saja hanya akting belaka. Mereka mengambil pedang yang sudah disediakan. Pedang dengan bilah sedang, tidak terlalu panjang dan gagang yang sangat nyaman di genggam.
Mereka berdua menuju arena tarung. Lucas dan Remo sudah bersiap di posisi. Seperti kesepakat yang sempat dibuat, Lucas tidak diperbolehkan memakai sihir agar duel adil. Felix berdoa agar Lucas tidak kenapa-kenapa, Athanasia deg-degan tidak karuan menanti-nanti duel tersebut, dan Claude hanya bertopang dagu tidak tertarik.
TENG!
Bel tanda dimulainya duel sudah berbunyi. Remo membuat kuda-kuda, mengangkat pedangnya setengah berdiri di depannya. Lucas di sisi lain mengangkat pedang di samping kepalanya, lurus dengan pandangan matanya. Mereka diam beberapa saat di posisi masing-masing. Sengaja membuat suasana agak tegang.
Ketika suasana benar-benar hening, Lucas dengan cepat menebaskan pedangnya dari samping. Namun respon Remo tak kalah cepat, dia menghentikan tebasan Lucas dan mengarahkan pedang mereka ke bawah. Lucas terpaksa mundur, tapi dia segera maju lagi dan menyerang.
CRING!
Kali ini Remo yang menyerang, Lucas berhasil bertahan. Kejadian serang-bertahan itu terjadi berulang kali. Keduanya terlihat asyik dan serius di saat yang bersamaan. Dengan kecepatan tinggi, mereka menari di arena tarung tersebut bersama pedang masing-masing.
CRING!
TRANG!
CRING!
Kecepatan antara keduanya kian meningkat ketika Lucas menggores pakaian Remo. Remo makin tertantang dan meningkatkan kecepatan tebasan pedangnya. Lucas tak mau kalah, dia pun melakukan hal serupa.
Di basecamp, Felix semakin risau. Dia bisa melihat bahwa Remo tidak main-main dengan Lucas. Hal ini membuat Felix takut kalau Lucas kenapa-kenapa. Di belakangnya, para kesatria menyaksikan duel itu dengan saksama. Mereka menilai pergerakan dan cara masing-masing untuk menyerang dan bertahan.
Athanasia berkeringat, dia takut karena dia tidak bisa melihat duel antara keduanya saking cepatnya pergerakan mereka. Athanasia was-was, tapi dia percaya bahwa Lucas pasti menang.
Di sebelahnya, Claude duduk terdiam. Senyum miring terpampang di wajahnya. Sepertinya dia salah karena meremehkan Lucas. 'Bocah itu boleh juga,' batin Claude. Dia mulai tertarik pada duel ini.
CRING!
Lucas menahan serangan dari Remo. Lucas terlihat serius, Remo hanya menatap bingung ke arah Lucas. Tanpa aba-aba, Lucas mundur. Gerakan tiba-tiba itu membuat Remo kaget dan kehilangan fokus.
Sejenak, Lucas kehilangan kepercayaan dirinya. Namun dia menepis itu jauh-jauh dan melanjutkan pertarungan. Lucas bersiap untuk menebas dari samping. Remo yang mengetahui hal itu segera membuat pertahanan di samping. Namun di saat-saat terakhir sebelum pedang mereka bersentuhan, Lucas menghentikan gerakannya.
"KAU PASTI BISA, LUCAS!" Athanasia berteriak.
Semua kepercayaan dirinya telah kembali, terima kasih pada Tuan Putrinya. Dengan gerakan secepat kilat, Lucas mengubah arah pedangnya dan menebas pedang Remo dari bawah. Remo yang tidak sempat untuk membuat pertahanan hanya bisa diam saat pedang mereka bersentuhan dengan keras.
SRING!
Sebuah pedang melayang sambil berputar. Tak berapa lama kemudian, pedang tersebut jatuh dan menancap di tanah dengan keras.
JLEB!
Remo terdiam, begitu juga semua orang di sekitar arena tarung tersebut. Lucas tersenyum penuh percaya diri di hadapan Remo. Mereka tidak menyangka bahwa ini terjadi. Seorang anak berusia tujuh tahun mengalahkan Remo, kesatria muda paling kuat di istana!
Author POV end
***
"LUCAS! KAU BERHASIL!"
Aku turun dari kursi ku dan berlari ke arena tarung. Lucas menoleh ke arah ku dan menatap ku dengan senyum sombong. Ku biarkan dia bersikap sombong kali ini. Duel tadi benar-benar keren, meskipun aku hampir tidak bisa melihat di tengah-tengah pertarungan.
Aku melihat Felix yang juga menghampiri arena tarung. Felix membawa dua handuk di tangannya. Aku memutar arah dan menghampiri Felix. Ku sambar salah satu handuk dan berlari menuju ke Lucas.
Senyum ku merekah. Lucas sudah memenuhi syarat dari papa. Aku senang sekali. Saking senangnya, aku tidak menyadari apa yang ku lakukan setelahnya.
Ketika aku semakin dekat dengan Lucas, aku melompat senang. Lucas yang kaget cepat-cepat mengambil posisi untuk menangkap ku.
GREP!
Aku jatuh dalam pelukannya, dapat ku rasakan bau mint yang menenangkan darinya. Aku saat itu belum sadar dengan perbuatan ku dan malah memeluk Lucas lebih erat.
"Kau berhasil Lucas! Kau berhasil!"
Aku tidak memikirkan apapun saat itu. Aku benar-benar senang karena aku boleh belajar berpedang. Setelah beberapa saat, aku melepas pelukan ku dan mengelap keringat Lucas. Aku tersenyum padanya.
Lucas hanya diam menatap ku. Hei! Kenapa dia malah diam? Aku masih mengelap keringat Lucas kemudian Felix menghampiri.
"Tuan Putri. Sebaiknya Anda menghentikan itu," cicit Felix pelan.
Aku menatapnya bingung kemudian menatap Lucas. Astaga! Lucas semakin berkeringat! Bukannya aku baru saja mengelap keringatnya? Aku menatap ke arah kesatria yang baru saja berduel dengan Lucas. Dia ternganga menatap ku sambil menunjuk ke belakang. Aku pun berbalik.
Oh. Papa ada di belakang ku. Wajahnya tampak marah. Memangnya kena-
AKU SADAR SEKARANG! Aku menatap Lucas yang kini bergetar, aku mengalungkan handuk di lehernya dan berdiri di sampingnya. Aku yakin habis ini papa akan menghukum Lucas, yang paling buruk adalah membunuh Lucas!
Aku mengatur napas, "Papa! Lucas berhasil! Itu artinya Athy boleh belajar berpedang, kan?"
Papa melirik ku dan menatap tajam ke arah Lucas. Haduh, bagaimana ini? Tidak ada pilihan lain, aku harus nekat!
"Kalau papa marah pada Lucas, Athy tidak akan mau menghabiskan waktu dengan papa."
"Kau membela bocah itu?"
"Itu karena Lucas sudah membantu Athy!"
Papa berdecak kesal dan menatap tajam lagi ke arah Lucas. Lucas bergetar ketakutan, begitu juga Felix dan para kesatria di basecamp. Aku pun menatap sebal ke arah papa. Kita lihat, siapa yang akan menyerah duluan. Aku atau papa?
Beberapa menit kami seperti itu. Rasanya waktu seperti berhenti. Akhirnya papa menghela napas dengan kesal. Dia menatap ku.
"Kapan Kau akan belajar berpedang?"
"Seminggu setelah anak Paman Putih ke Arlanta."
"Baiklah."
Papa berbalik arah bersiap untuk pergi. Namun kemudian berbalik lagi, menatap Lucas dengan tatapan tajam sebentar.
"Heh, bocah! Temui aku sore ini di ruang kerja ku!"
Lucas mengangguk pelan, "Ba...baik Yang Mu..Mulia."
Papa berbalik dan memanggil Felix. Mereka meninggalkan aku dan Lucas bersama dengan para kesatria. Ketika papa sudah tidak terlihat dari kejauhan, Lucas jatuh terduduk.
Aku menghampirinya dan melambaikan tangan ku di depan wajahnya. Dia masih hidup kan? Aku terus melambaikan tangan ku sampai dia menggenggam pelan lenganku.
Aku menghela napas, "Kau baik-baik saja, Lucas?"
Lucas menoleh ke arah ku dan mencubit kedua pipi ku. Lucas setengah berteriak pada ku, "Kau hampir membunuh ku lagi, Athanasia!"
"Mwaafkwan akwu!"
***
Aku dan Lucas menuju Istana Sapphire. Kami berencana merayakan kemenangan barusan di Istana Sapphire. Lucas sepertinya masih marah dengan ku. Dia tidak berbicara sepatah kata pun pada ku. Ah, aku jadi merasa bersalah nih! Hmph! Papa kenapa selalu begitu sih?
Kami sampai di depan Istana Sapphire. Ketika kami melangkah masuk, Seth menyapa kami. Aku menyapa balik sedangkan Lucas mengangguk pelan dan segera pergi. Seth menatap bingung kelakuan tuannya itu.
"Tuan Putri. Apa yang terjadi pada Tuan Lucas? Biasanya dia akan meminta teh dan cemilan saat kembali kemari."
Aku menghela napas dan menceritakan kejadian tadi. Omong-omong sejak kejadian yang lalu, Lucas dan Seth mulai akrab. Lucas menyuruh Seth untuk memanggil dengannya dengan namanya. Selain itu, hubungan tuan dan pelayan ini tergolong baik-baik saja. Ku pikir Lucas tidak akan bisa akrab dengan orang lain.
Setelah mendengar cerita ku, Seth terkekeh pelan. Wow, tuannya sedang dalam masalah, Seth masih bisa terkekeh. Aku menatap heran ke arah Seth. Seth menghentikan kekehan nya dan membisikkan sesuatu.
"Tuan Putri tidak usah khawatir. Tuan Lucas tidak marah pada Tuan Putri. Dilihat dari ekspresinya, beliau kesal dengan Yang Mulia."
Aku melongo. Aku yang dari tadi berjalan di sebelahnya saja tidak tahu, tapi Seth bisa tahu hanya dengan melihat sekilas ekspresi Lucas? Aku yang tidak peka atau Seth yang ahli membaca ekspresi orang? Aku mengangguk pelan.
"Seth. Apakah hadiah dari ku sudah sampai di sini?"
"Sudah Tuan Putri."
"Tolong siapkan teh dan juga hadiahnya ya, Seth."
Aku tersenyum dan melambaikan tangan. Seth membalas lambaian tangan ku dan mengangguk. Aku pun pergi menuju kamar Lucas. Kamar milik Lucas adalah kamar tamu raja. Letaknya di lantai dua istana ini. Setelah sampai di lantai dua, aku hanya perlu melewati lorong di sebelah kanan sampai ke ujung.
Ketika sampai di depan kamarnya, aku mengetuk pintu. Tidak ada jawaban. Apa Lucas tidur? Apa dia sedang pergi? Saat aku memegang gagang pintu, terdengar suara dari dalam yang menyuruh ku masuk. Tanpa pikir panjang, aku pun membuka pintu dan masuk.
Ku edarkan pandangan ku ke sekeliling. Lucas tidak ada di kasur ataupun di sofa. Satu-satunya tempat terakhir kalau tidak kamar mandi ya tempat berantakan penuh buku-buku. Aku memutuskan untuk menuju bagian yang berantakan, menatap buku-buku yang menumpuk layaknya gunung.
"Apa yang Kau lakukan di sini?"
"AAAAA!"
"Diam, bodoh!"
"Kau mengagetkan ku, bodoh!"
Aku mengatur napas ku. Siapa yang tidak kaget coba? Bayangkan saja, kalian sedang melihat-lihat tumpukan buku lalu Ada wajah yang muncul di antara celah-celah buku berbicara pada kalian. Siapa yang tidak kaget coba? Aku menatap kesal ke arah Lucas yang hanya dibalas tatapan datar. Dia masih kesal karena kejadian tadi ya?
"Dengar, Lucas. Aku minta maaf soal yang tadi. Aku terlalu senang Kau tahu?"
"Lalu kalau Kau senang, Kau akan memeluk siapa pun begitu?" tanyanya kesal.
"Jadi Kau tidak suka ku peluk?"
Aku bingung dengan Lucas. Dia itu kesal karena apa sih? Aku membuatnya hampir mati di tangan papa, papa yang mengancam Lucas habis-habisan, atau karena aku memeluknya? Dia tidak suka dipeluk atau bagaimana?
"Jangan lakukan itu pada laki-laki lain selain aku. Itu berbahaya."
"Bagaimana dengan papa dan Felix?"
"Boleh."
"Baiklah."
Kami diam. Aku berpikir sejenak. "Jangan lakukan itu pada laki-laki lain selain aku. Itu berbahaya." Tunggu, maksudnya aku tidak boleh memeluk laki-laki selain papa, Felix, dan Lucas? Bukannya seharusnya hanya papa dan Felix yang boleh ku peluk? Mereka berdua kan bagian dari keluarga. Kenapa Lucas juga masuk?
TOK! TOK! TOK!
"Masuk."
Dengan seizin Lucas, pintu terbuka. Aku dan Lucas menuju ke arah sofa. Seth menyajikan teh dan hadiah dari ku kemudian meminta izin untuk melanjutkan pekerjaannya. Lucas mengangguk dan duduk di sofa, disusul oleh ku yang duduk di sofa di hadapannya. Lucas menatap bingung ke arah meja kemudian menatap ku.
"Kau menyuruh Seth untuk menyajikan ini?"
Aku mengangguk, "kita berencana merayakannya kan tadi?"
"Lalu kue kering ini?" Lucas menunjuk kue kering yang tak lain adalah hadiah dari ku.
"Itu buatan ku dan Lily. Hadiah untuk mu."
Tanpa ba-bi-bu, Lucas langsung mengambil dan melahapnya. Ada ekspresi senang di wajahnya. Akhirnya Lucas sudah tidak bad mood! Aku terkekeh geli melihat tingkahnya saat makan kue kering. Lucas memang menyukai kue buatan Lily. Aku menuang teh dan meminumnya.
Tiba-tiba pundak ku terasa berat. Aku menoleh, Lucas dengan santainya duduk dan bersandar di pundak ku. Aku meletakkan cangkir ku dan menggerakkan pelan pundak ku. Lucas tidak bergeming. Aku ingin menyingkirkan kepala nya dari ku, tapi entah kenapa aku menghentikan gerakan ku.
Aku menghela napas pelan dan bersandar pada sandaran sofa. Ku lepas pita pada rambut Lucas, membuat rambut panjangnya terurai. Entah kenapa aku merasa ngantuk. Apakah ini karena angin sepoi-sepoi yang masuk lewat balkon? Entahlah. Aku menyandarkan kepala ku pada kepala Lucas. Mata ku mengerjap pelan. Sebelum mata ku terpejam, aku berbisik pelan.
"Selamat tidur, Lucas. Terima kasih bantuannya hari ini."
***
Tetiba ada adegan aksinya