💝💝💝
Arjuna menunggu dengan sabar dan hati berdebar di depan pintu masuk terminal bus. Terminal itu tidak terlalu besar, hanya berupa bangunan berbentuk huruf U tanpa dinding dan ada beberapa loket penjualan tiket di barisan depan dekat pintu keluar.
Sambil menunggu dalam mobilnya, Arjuna membalas beberapa pesan dan email masuk. Perutnya mulai lapar karena perjalanan jauh dari kampung kemudian menunggu selama sejam karena bis yang ditumpangi Ayushita telat tiba. Tetapi Arjuna khawatir Ayushita tidak bisa menemukannya jika dia mengambil waktu untuk makan siang.
Akhirnya Arjuna hanya bisa mengganjal perut dengan keripik dan minuman botol yang banyak dijajakan pedagang asongan di sekitar terminal. Benar-benar tidak sehat, pikir Arjuna. Tetapi biarlah. Asalkan bisa segera bertemu Ayushita.
Lalu, kalau dia bertemu Ayushita nanti, apa yang akan dia lakukan? Memeluk gadis itu? Atau menghadiahi kecupan di pipi?
Hmm. Seandainya mereka sudah menjadi kekasih halal, dia pasti akan memeluk erat gadis lemahnya dan memberikan kecupan di bibir tipisnya. Dan Ayushita akan merona malu sambil memukul dadanya mesra.
Arjuna tersenyum-senyum sendiri membayangkan hal itu. Hingga ....
Tok tok tok. Prang!
Lamunan Arjuna langsung pecah berkeping-keping. Dia menoleh ke arah kaca jendela di sisi kanan mobilnya yang diketuk. Tampak Ayushita melambai kepadanya dari luar jendela disertai senyum manis yang menampilkan lesung pipinya.
Arjuna langsung malu dan salah tingkah. Jangan sampai Ayushita melihatnya senyum-senyum sendiri tadi. Gadisnya bisa salah paham nanti.
Arjuna segera membuka pintu dan Ayushita melangkah mundur memberi ruang pada Arjuna.
"Welcome back my honey love!" seru Arjuna merentangkan tangannya. Menawarkan pelukan selamat datang pada Ayushita.
Ayushita hanya tersenyum dan geleng-gelengkan kepala. Gadis itu langsung melempar tas pakaiannya ke dada Arjuna. Sang dokter sigap menangkapnya.
"Honey love, tidak ada pelukan untukku? I miss you like crazy dan hanya tas ini yang harus aku peluk?" iba Arjuna sambil memeluk erat tas dalam rengkuhannya.
"No! Masih PSBB. Lagian tasku juga kangen sama pak dokter," goda Ayushita. Bibir Arjuna langsung melengkung ke bawah cemberut.
Arjuna mengikuti Ayushita berjalan ke arah kursi penumpang, membukakan pintu mobil layaknya pria sejati. Setelah itu, dia meletakkan tas Ayushita di kursi belakang.
Sekejap senyumnya kembali karena rasa bahagia telah bertemu sang pujaan hati. Dia menghargai prinsip Ayushita yang menghindari sentuhan fisik hanya untuk saling menggoda saat mereka belum halal. Jadi, dia akan menjaga batasan-batasannya hingga nanti Ayushita sah menjadi pendampingnya. Hal yang sama berlaku untuk wanita lain, kecuali dalam keadaan darurat mengingat profesinya.
"Kamu sudah makan, honey love?" tanya Arjuna.
"Belum. Dan lapar banget. Tadi aku sempat mabuk darat?" jawab Ayushita.
"Apa masih mabuk? Kamu baik-baik saja kan?" Raut cemas tergambar di wajah Arjuna.
"Sudah mendingan. Cuma masih rasa sepat saja dikit kerongkonganku," sahut Ayushita. "Oke. Kita makan dulu baru meluncur pulang ke kampung. Kamu pilih saja, kita mau makan apa, honey love," sahut Arjuna.
"Menu berkuah kayanya enak plus es jeruk," usul Ayushita.
"Bagaimana kalau menu coto dekat masjid Agung tempat kita makan dulu?" Arjuna juga memberi usul.
"Boleh juga," ucap Ayushita.
"Oke. Kamu akan mendapatkannya, honey love!" Arjuna mengerling bahagia pada Ayushita. Kemudian dia memacu sedan mewahnya ke tujuan mereka.
"Kenapa sih suka sebut aku honey love? Panggilannya biasa saja kali, Bang!" protes Ayushita.
"No ... No ... No! Honey love adalah panggilan sayangku ke kamu. Hanya sama kamu. Dan kamu tidak boleh protes karena suka tidak suka aku akan tetap panggil seperti itu," sanggah Arjuna. Dia mengedipkan sebelah matanya ke arah Ayushita. Gadis itu merengut.
"Kan bisa nanti kalau sudah halal baru panggil mesra kaya gitu."
"Kalau sudah nikah panggilannya ganti jadi honey wife hehehe." Arjuna terkekeh menyebutkan imajinasinya untuk mempersunting Ayushita.
"Emang kamu mau nikahi aku?" pancing Ayushita dengan senyum jahil.
"Mau dong, honey? Kamu juga mau kan? Kalau kamu sudah bersedia aku bisa ngelamar kamu besok. Hari ini juga bisa," sahut Arjuna dengan senyum tak kalah lebar.
"Hah?? Buru-buru amat? Ada apa sih?" Ayushita langsung mendelik pada sang dokter.
"Tidak ada apa-apa. Biar cepat halal saja. Biar kamu tidak malu lagi mesra-mesra sama aku. Umur aku juga sudah matang untuk menikah. Meskipun gaji aku sekarang sebagai dokter tidak terlalu besar tapi cukuplah untuk menghidupi kamu dan dua belas orang anak kita nanti," tukas Arjuna.
"Apa? Dua belas anak?" Pipi Ayushita langsung merona merah jambu yang sudah ranum dan matang.
"Kenapa? Kurang ya?" ledek Arjuna gemas melihat pipi merona Ayushita.
"Mau buat kesebelasan sepakbola, Bang?" Ayushita melengos.
"Jangan dua anak dong. Sedikit sekali. Kamu saudaranya cuma kak Ayub, aku juga cuma punya dua saudara. Yang lebih kasihan tuh Firda tidak ada saudaranya. Bikin banyak dikit biar ramai."
"Ckckckck, seru banget bahas anak. Dinikahin saja belum," celutuk Ayushita sewot.
"Jadi, maunya dilamar segera nih? Hm?" pancing Arjuna kali ini.
"Nanti saja," pungkas Ayushita. Arjuna langsung diam. Dia sedikit kecewa karena lagi-lagi Ayushita belum memberikan lampu hijau.
Setelah makan siang dan menunaikan shalat Dzuhur di masjid yang mereka lewati, Arjuna memacu sedannya ke arah kampung Petak Hijau. Tak ada pembahasan berat selama dalam perjalanan. Hanya obrolan ringan seputar keluarga mereka. Selebihnya Ayushita asik tidur dalam perjalanan.
Arjuna juga enggan membahas masalah video kafe Zero. Mereka baru bertemu setelah berpisah dua pekan lebih. Dia tidak ingin pembahasan tersebut akan menimbulkan perdebatan di antara mereka. Arjuna sudah meminta bantuan Firda untuk mencari penjelasan tentang masalah tersebut kepada Ayushita. Pembicaraan antar gadis biasanya lebih persuasif.
Tepat setelah azan Ashar berkumandang, Arjuna tiba di depan rumah tinggal Ayushita di kompleks sekolah. Sudah ada Firda menunggu di sana. Kedua gadis cantik tersebut saling melepas rindu dengan pelukan erat. Arjuna sibuk menurunkan barang bawaan Ayushita yang tidak seberapa.
Mereka masuk ke dalam rumah. Saling melepas rindu dengan membicarakan banyak hal.
"Sebenarnya mamaku belum mengizinkan aku balik ke sini. Tetapi aku kasi alasan bahwa sebenarnya kita-kita tidak libur harus tetap memantau siswa belajar di rumah. Karena kalau aku bilang karena ada masalah pasti aku harus dikawal kak Ayub," ulas Ayushita. Dia mengaduk teh dalam poci untuk mereka bertiga. Sementara Firda mengeluarkan bungkusan kue-kue dan menempatkan dalam toples.
"Seberapa parah sih masalahnya?" tanya Arjuna.
"Komplotan Bang Jack merusak rumah peternakan yang sudah selesai dibangun. Malah mereka mengancam Joe dan pemuda lainnya," sahut Firda dengan nada marah.
"Bang Jack?" beo Arjuna.
"Bang Jack itu bos si Joe waktu dia masih jadi preman kampung. Sebelum ditaklukkan sama Ayushita," kerling Firda pada Ayushita. Arjuna hanya ber-oh ria.
"Besok kita adakan pertemuan di sanggar samping rumah kamu, Fir. Kita bahas masalah ini sekaligus aku mau laporkan sumbangan dana donatur dari Santika Jaya Corp. Biar teman-teman kembali semangat," tutur Ayushita. Dia menggeser secangkir teh hangat ke hadapan Arjuna. Mereka sedang mengelilingi meja makan di dapur Ayushita.
"Santika Jaya?" ulang Arjuna dengan kening berkerut.
"Iya. Yang punya Santika Hotel di kota P. Alhamdulillah mereka sumbang banyak," ujar Ayushita dengan senyum bahagia.
"Hmm? Mereka kasi dana non-profit juga ya," gumam Arjuna seperti memikirkan sesuatu.
"Kenapa? Kamu tahu tentang perusahaan Santika Jaya. Aku dan Firda pernah ketemu presdirnya, pak Salam Aminullah. Orangnya ramah dan menyenangkan," tukas Ayushita. Firda mengangguk membenarkan.
"Kalian bertemu pak Salam?" tanya Arjuna dengan mimik kaget.
"Kenapa sih? Kenal ya? Apa dia ayah kamu? Atau paman kamu?" cecar Firda. Arjuna terkesiap mendapat cecaran dari Firda.
"Eh? Ti- tidak kok. Dia terkenal sebagai orang terkaya di kota P setahu saya," elak Arjuna. "Beruntung banget ya kalian bertemu dia."
"Yah ternyata menghadiri pesta si Danuar membawa hoki juga ya." Firda terkikik geli. Arjuna terdiam. Firda menarik napas karena rasa bersalah. Membahas Danuar bikin air muka Arjuna berubah drastis.
Arjuna pamit mau pulang mandi dan shalat Ashar. Ayushita menangkap raut muram di wajah pria itu. Tetapi dia tidak mungkin menanyakan hal tersebut di depan Firda.
Setelah suara deru mobil Arjuna menghilang, Firda memutar tubuhnya menghadap Ayushita. Kini dia siap menginterogasi sahabatnya tersebut.
"Aku mau tunjukkan sesuatu sama kamu dan aku pengen kamu jelasin sejelas-jelasnya. Tidak ada yang ditutup-tutupi," tekan Firda dengan raut serius.
"Apaan sih, Fir?" lengos Ayushita.
Firda membuka galeri di ponselnya lalu memperlihatkan sebuah video kepada gadis di depannya. Dengan wajah bingung Ayushita menerima ponsel kemudian memutar video tersebut. Dia langsung ternganga kaget dan refleks menutup mulutnya dengan sebelah tangannya.
"Dari mana kamu dapat video ini?" tanya Ayushita panik.
"Dari dokter Arjuna," jawab Firda tanpa senyum setitik pun. Gadis mungil itu terlihat menyeramkan juga dengan wajah mengintimidasi seperti itu.
"Apa??" sentak Ayushita. Pantas saja pria itu tidak nyaman saat nama Danuar disebut.
"Aku tidak menyangka ternyata ada yang berani menyebarkan video ini," geram Ayushita.
"Kata dokter Arjuna video itu hanya beredar selama beberapa menit di sosial media kemudian dihapus. Dokter Hendry sempat mentransfer ke ponselnya sebelum dihapus lalu mengirimkan ke Arjuna. Kamu tidak lihat bagaimana kacaunya dia melihat video itu," tutur Firda.
"Kejadian sebenarnya bukan seperti dalam video. Memang benar kami ketemu, maksudnya kami bertiga tapi Elena salah paham," ungkap Ayushita.
"Kamu punya utang penjelasan sama dokter Arjuna. Dia berharap dan berusaha tetap percaya sama kamu, Sit. Jadi kamu harus menjelaskan sama dia. Seperti aku bilang sebelumnya, ketika kamu memberi harapan pada dia maka kamu juga harus terbuka dan memberi dia kesempatan untuk ikut andil menyelesaikan masalahmu. Apalagi jika masalah itu akan mempengaruhi hubungan kalian," pinta Firda penuh harap.
Ayushita menatap wajah sahabatnya lalu mengulas senyum manis.
"Terima kasih sudah mengingatkanku, Fir. Kamu sahabatku yang terbaik. Tanpa kamu, mungkin aku masih Ayushita yang rapuh dan lemah. Selain keluargaku, kamu dan Arjuna adalah orang yang paling mengerti aku," ujar Ayushita dengan mata berkaca-kaca.
"Maka jangan coba-coba melepaskan sang Arjuna. Kamu tidak punya pilihan lain selain dia. Kalau aku insya Allah tidak akan pernah meninggalkanmu," bisik Firda sambil menghapus sebutir bening yang menetes di wajah gadis di depannya. Gadis yang sok kuat seperti karang padahal sebenarnya rapuh seperti debu.
***
Malam harinya, setelah menyelesaikan beberapa rencana program pembelajaran luring-- program pembelajaran luar jaringan dengan melakukan kunjungan ke rumah-rumah siswa secara langsung dengan menggunakan standar kesehatan yang ditetapkan-- yang akan dia laksanakan beberapa hari ke depan, Ayushita mencoba mengistirahatkan tubuhnya yang lumayan letih di atas dipan yang telah ditinggal selama dua pekan lebih.
Nasehat Firda terngiang di benaknya. Segera dia meraih ponsel di atas meja. Mengirim pesan kepada Arjuna.
📤
To : Dokter Arjuna
Besok ketemuan ya? Ada yang pengen aku jelaskan.
Sepersekian detik setelah pesan terkirim, Arjuna melakukan panggilan.
"Assalamu'alaikum! Hai!" sapa Ayushita.
"Wa'alaikumussalam, hai juga!"
"Sudah makan?" tanya Ayushita mencoba bersikap perhatian.
"Sudah."
"Shalat Isya?"
"Hm."
"Kangen?"
"Always."
Hening sesaat.
"Maaf," ucap Ayushita.
"Untuk?" tanya Arjuna dengan nada bingung.
"Karena meragukanmu," jawab Ayushita. Terdengar Arjuna menghela napas lega.
"Apakah sekarang kamu percaya padaku?"
"Aku berusaha. Aku akan menjelaskan banyak hal besok. Aku tidak ingin pak dokter salah paham," ujar Ayushita.
"Terima kasih sudah berusaha. Apapun penjelasanmu aku akan tetap percaya sama kamu."
"Terima kasih kembali. See you tomorrow and good night."
"Good night and nice dream, my honey love!"
Ayushita memutus panggilan dengan hati berdebar. Senyumnya tak pernah luntur. Perasaannya kini berubah lebih baik setelah melihat kesungguhan pria itu. Berpisah selama dua pekan membawa dampak positif bagi perasaannya pada Arjuna.
Rasanya bodoh jika dia membiarkan Arjuna mendapatkan banyak pilihan. Dia harus membuat Arjuna terjebak untuk memilih dirinya seorang. Harus. Tekadnya.
Bersambung ....
💝💝💝
Nb : Masih ada part-part sedih untuk selanjutnya. Perjalanan hidup tak selamanya mulus akan ada waktunya merelakan yang harus direlakan.
Yuk, ikut kampanye ganyang plagiarisme untuk memperjuangkan hak-hak penulis asli.
Batu kuasa seikhlasnya.
See you next chapter 😘