Tải xuống ứng dụng
4.54% Blue Diamond Ring / Chapter 2: Rasa Itu..

Chương 2: Rasa Itu..

Kuberanikan diri membalikkan badan, mataku langsung menuju ke arah suara, tapi, suka cita ketika mendengar suara itu pun akhirnya hilang setelah 100% aku menyadari kondisinya.

"Vivi.. Kamu tinggal disini?", tanya pria itu masih dengan menatapku.

Tapi, belum ada jawaban yang dapat kuucapkan, seolah suaraku nyangkut ditenggorokan, terasa kering di tenggorokanku, sakit di dadaku, seakan membuatku ingin menangis, tapi untungnya logikaku masih jalan.. Vina ariescha saat ini bukanlah Vina yang lemah!

"Papa, ayo kita masuk, panas disini, Pa!", suara bocah dipelukan seorang wanita cantik, menggoyangkan lengan pria itu membuatku tersadar..

Huffff..

"Iya sayang, ayuk kita masuk, sini Papa gendong, kasihan Mama berat memangkumu sejak dimobil tadi!", pria itu menimpali ajakan bocah kecil itu sembari mengangkat, memindahkannya dari gendongan wanita itu ke pelukannya

Oh no... Why i should see this drama, keluhku dalam hati, sembari memalingkan wajahku, fokus ke pintu masuk, berjalan menjauhi keluarga kecil itu tanpa menjawab pertanyaan pria itu. "klik" pas kartuku sudah ditempel ke pintu, dan otomatis pintu terbuka, Aku melaju ke dalam, pas sekali, lift terbuka, sepasang kekasih keluar dari lift, Aku pun bergegas masuk ke dalam lift, dan menutupnya, memencet nomor lantai yang kutuju, secepat mungkin. Tak ingin Aku berada dalam lift yang sama dengan keluarga kecil itu.

Pintu lift terbuka, hanya ada apartemenku dilantai ini, Aku tinggal di penthouse, seluruh lantai teratas apartemen ini telah kubeli, dan kujadikan satu hunian super mewah, meliputi satu kamar tidur, dapur yang cukup besar, living room, gym, theatre, dan ruang baca sebagai tempat tinggalku.

Bukannya Aku tak punya cukup uang untuk membeli rumah. Tapi tinggal di apartemen, Menurutku lebih simple daripada harus tinggal dirumah, dengan halaman yang luas, Dengan banyak pelayan, dan sangat sepi. Karena aku hanya tinggal sendiri. Rumah tak cocok untuk wanita sepertiku, yang hidup sendiri tanpa pasangan dan Aku juga tak berniat tinggal bersama keluarga Mom and Dad.

"klik" pintu apartemenku terbuka, lampu menyala secara otomatis, Aku masuk kedalam apartemenku, mataku menatap jam dinding, sudah menunjukkan pukul 2 pagi. Kuletakkan tas tanganku di sofa, Aku melangkah ke arah dapur, mengambil gelas, menuju kulkas, dan mengambil air putih dingin untuk menghilangkan dahagaku.. Ehmm.. Mungkin bukan dahaga, tapi keterkejutanku. Menghilangkan semua kekesalan dalam dadaku.. Itu yang kuharapkan setelah meminum air dingin ini. Semoga hatiku yang memanas, kembali normal dan segar.

Aku pun beranjak ke kamarku, menuju kamar mandi, untuk menyegarkan badanku dibawah shower. Biasanya, Aku memilih berendam air hangat dalam bath tub. tetapi malam ini berbeda, Aku memilih shower air dingin walaupun Aku tak suka mandi dengan air dingin.

15 menit aku menyegarkan badanku di bawah pancuran shower, menyikat gigi, membersihkan sisa make up dan memberikan cream penyegar diwajahku. Aku menuju ruang ganti, mencari piyama tidur, dan merebahkan badanku diatas kasur.

Tak ada yang ingin kupikirkan lagi, Aku hanya ingin tidur, sudah.. Itu saja.

Tapi..

Tik tok tik tok..

Suara jam dikamarku terdengar masih jelas ditelingaku. Jam sudah menunjukkan pukul 4 pagi, namun mataku belum juga tertidur

"f*ck!! Arrrgggggh!", keluhku sambil berguling-guling ditempat tidur. Sudah kucoba berbagai cara, mulai dengan mengosongkan pikiran, menghitung domba, mematikan lampu, mendengarkan musik pengantar tidur, tapi semua tak ada yang dapat membuatku tidur. Akhirnya Aku menyerah, kembali ke posisi duduk, menyenderkan punggungku disenderan tempat tidur, menekuk kedua lututku, sehingga tanganku bisa memeluk kedua kakiku, dan Aku menunduk, menaruh kepalaku diatas lutut, tak terasa, butiran air mengalir dari dua sudut mataku. Hanya butiran air mata, tanpa ada tangis sesegukan. Seperti yang selalu terjadi setiap malam 10 tahun lalu.

Flash back on

Vina Ariescha, 10 tahun yang lalu, sangatlah berbeda dengan Vina Ariescha saat ini.

Gadis 18 tahun yang cantik, lugu, dan masih polos. Dia bersekolah tingkat akhir di SMA terbaik di jakarta. Hidupnya bisa dibilang menjadi impian semua gadis sebayanya. Orangtua berkecukupan, memiliki tubuh yang cantik, tinggi semampai, kulit putih halus, rambut hitam panjang, mambuatnya menjadi incaran hampir semua anak laki-laki disekolah.

Hidupnya sangatlah sempurna, dikelas, selalu mendapatkan nilai tertinggi, selain itu, sangat aktif dikegiatan ekstrakulikuler. saat itu, Aku, Vina Ariescha.. Memilih ekstrakulikuler PMR dan Sains Club. Siapa yang tidak mau berdekatan denganku? Hampir semua orang disekolah berusaha untuk dekat denganku. Perempuan maupun laki-laki. Karena Aku tidak pernah memilah milih teman. Bagiku, bersikap sama terhadap semua orang adalah yang memang seharusnya dilakukan.. karena tak ada perbedaan diantara manusia dihadapan tuhan, apapun status sosialnya, kepintaran, Kecantikan, dan lainnya. Sehingga semua orang ramah terhadapku, penjual dikantin sekolah, guru, maupun teman-temanku.

"Vin, senin depan kita ujian nasional. Gimana persiapan lo?", tanya Nindy, sahabat terbaikku di sekolah, gadis cantik dengan wajah kecil imut, kulit sawo matang, Tapi terlihat eksotis. Wajahnya yang asli Indonesia, membuat Ia terlihat berparas seperti gadis kraton jawa. Dengan rambut panjang yang dikepang dua, nindy terlihat Mirip seperti gadis pribumi dijaman VOC.

"Aman, Kak Doni udah banyak bantuin gue, jadi guru privat pribadi, pokoknya, gue udah siap tempur, hehehe", jawabku sekenanya.

"hemm.. Enaknya lu.. Guru les ama pacar sendiri! Ati-ati, ada setan lewat entar kebablasan, malahan praktek perkembangbiakan biologi!", celotehnya sambil ketawa menyeringai dan gulungan buku LKS yang ada ditanganku pun mendarat mulus dikepalanya, yang ku harap mampu menyadarkannya dari pikiran yang enggak-enggak.

"sembarangan! Gini-gini, gue masih perawan ting ting, nek! Enak aja lo nuduh gue gituan. Ih, amit-amit!", jawabku menimpali pikiran kotor Nindy.

"hehe, yah, itu mah kan sapa yang tau.. Zaman kaya gini, Vin. Hehehe", lagi-lagi gulungan buku LKS ku mendarat sempurna di kepala Nindy, yang membuatnya cekikikan.

"Lagian elu, enak banget sih, udah mah semua orang stress buat UNAS, eh malahan asik pacaran berkedok les privat", celotehnya kemudian, masih sambil cekikikan.

"Enak aja, mana ada gitu. Gue beneran belajar, nek! Be-la-jar! Ga ada macem macem sama Kak Doni. Lagian tuh ya, emak gue duduk juga deket banget, ga mungkin lah gue macem-macem. Gue belajar di ruang keluarga, bukan ngumpet di kamar hotel, ish!", jawabku berharap sahabatku waras kembali setelah mendengar penjelasanku.

"Hehe," Nindy pun ketawa lepas, "Vi, emang emak lu ga tau kalau Kak Doni pacaran sama lu?", tanyanya lagi penasaran kali ini, agak serius menatapku, biasalah, kepo.

"Justru emak gue tau, makanya ditungguin! Nih liat," Aku menunjuk cincin perak dijari manisku, "Gue udah bukan pacaran lagi ama kak doni. Dia tunangan gue, nek!", jawabku kemudian.

"Ih, serius lu? Sejak kapan?"

"Tahun lalu, pas ultah gue ke 17, mom and dad sama Om Andri dan Tante Sarah sepakat buat ngeresmiin hubungan gue ama Kak Doni." jawabku sambil mengelus cincin di jari manisku.

"wah, gila lu, bentar lagi lu merit ma Dia dong?"

"hemm.. Nunggu Kak Doni lulus s2 nya, baru gue merit. 3 tahun lagi.", jawabku, kali ini sambil menunduk, karena sebenarnya, Aku pun ingin menikah secepatnya dengan Kak Doni. Sudah lama kami saling mengenal, sama-sama suka, dan akhirnya memutuskan untuk mengutarakan perasaan masing-masing.

Saat usiaku masih 7 tahun, itu saat pertama aku bertemu Kak Doni. Waktu itu, Daddy mengajak Mommy dan Aku berkunjung ke rumah rekan bisnisnya, untuk menghadiri jamuan Om Andri, Atas keberhasilan kerjasama perusahaan Daddy dan perusahaan Om Andri. Saat itu, aku melihat Kak Doni. Dia masih berusia 10 tahun, sedang asyik main sepeda dibelakang halaman rumahnya. Om Andri memanggilnya, dan memperkenalkan dengan Kami.

Sikapnya yang sangat perhatian, Baik, dan lucu, membuatku cepat akrab dengannya. Seperti bermain dengan kakak laki-laki. Sangat menyenangkan, apalagi aku memang merindukan seorang kakak yang bisa melindungi adiknya, menyayangi, dan menemani bermain. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, rasa itu semakin berubah, rasanya berbeda. Hingga akhirnya, diusiaku yang ke 15 tahun, Kak Doni menyatakan perasaannya. bagai gayung bersambut, akupun menyatakan perasaanku yang telah kupendam lama.

Keluarga kami tak ada masalah, Mom senang sekali dengan hubungan kami, Daddy lebih senang, karena semakin memuluskan jalan usahanya, yang dengan bantuan Om Andri selama 7 tahun terakhir, telah mampu membuat perusahaan Daddy masuk kedalam 15 besar perusahaan terbesar di negara ini. Om Andri sendiri, saat itu merupakan orang terkaya di negeri ini. Perusahaan keluarga mereka merupakan perusahaan terbesar. Bahkan merupakan perusahaan dengan peringkat 5 besar didunia.

Singkat cerita, hubungan Kami sangat harmonis, tidak ada masalah, bahkan bisa dibilang hubunganku dengan Kak Doni adalah hubungan pasangan muda yang sangat harmonis. Kami pasangan muda yang bikin iri semua orang. Itu yang kurasakan saat jalan bareng nge mall sama Kak Doni. Hampir bisa dipastikan semua pasang mata melirik kepada kami. Akupun sangat bangga memilikinya. Diapun kurasa sangat bangga berjalan denganku. Dengan kecantikanku, yang bukan kaleng-kaleng.

Hingga akhirnya, Om Andri memutuskan untuk membawa hubungan ini lebih serius. Kamipun bertunangan.

"Vin.. Besok sabtu belajar bareng, yuk!", pinta Nindy. Membuyarkan lamunanku saat itu

"Lo kerumah gue aja, entar gue kenalin sekalian sama Kak Doni", kataku sekenanya

"Wiii asiiiik, selama ni gue cuman tau namanya, ga pernah liat orangnya, aseeeek! Kali aja dia punya temen jomblo bisa dikenalin ma gue, Vi!", Nindy mulai berceloteh, sahabatku yg satu ini, emang bener deh, ceplas ceplos. Tapi memang dia sahabat terbaik yang Aku punya. Dan kata-katanya, ga pernah menggangguku. Aku termasuk orang yang serius, keberadaan Nindy membuat kami balance. Seenggaknya, Aku bisa bercanda tersenyum dan curhat sama dia.

"Terserah lo, deh nek lampir!" kataku akhirnya, menghentikan obrolan kami, karena Bu Atika sudah memasuki ruang kelas. Nindy pun harus kembali ke mejanya, yang tepat disebelah mejaku.

--- Esoknya ---

Nindy sudah tiba dirumahku, kami ngobrol banyak di ruang santai keluarga sambil menunggu kedatangan Kak Doni.

"Vivi, tumben ajak teman belajar bareng," Kak Doni tiba dan langsung menyapaku.

"Kenalin kak, ini Nindy, nek lampIr yang sering Aku ceritain, biang rusuh dikelas.", Aku memperkenalkan sahabatku ke tunanganku,

"Doni", Kak Doni mengulurkan tangannya

"Nindy", Nindy pun menyambutnya.

Saat itu.. Adalah saat yang paling Aku sesalkan dalam hidupku. Andaikan Aku tak mengenalkannya ke tunanganku, Mungkin saat ini.. Akulah yang menggendong bocah mungil itu, dan berada disamping Kak Doni..

Yah..

Saat itu Aku ga curiga sama sekali dengan Nindy ataupun Kak Doni. Setelah lulus, Nindy masuk ke jurusan dan kampus yang sama dengan Kak Doni. Karena Dia sangat tertarik dengan jurusan ekonomi. Sedangkan Aku, memilih untuk melanjutkan kuliahku ke luar negeri, oxford university. Karena mendapatkan beasiswa dan tak ingin menyia-nyiakannya, selain itu, tujuan awalku adalah menunggu Kak Doni melanjutkan s2 di kampus itu, dan kami bisa satu kampus! makanya aku menolak untuk masuk universitas di Jakarta. Hanya setahun menunggu Kak Doni lulus s1, maka Dia akan terbang ke oxford university, Kami bisa satu kampus, sampai Dia menyelesaikan s2, pas dengan waktu kuliahku menyelesaikan s1.

Kami akan pulang bersama, dan menikah. Itu tujuanku.

Tapi apa daya, Tuhan berkehendak lain. Setelah 6 bulan berlalu, selepas kepergianku ke England untuk melanjutkan kuliah di Oxford University, Aku mendapatkan kabar dari Kak Doni, berupa pesan singkat whatsapp, berisi photo surat undangan pernikahan dengan Nindy. Ya, Kak Doni, menikah dengan Nindy, yang saat itu sudah hamil 3 bulan.

Betapa hancurnya hatiku saat itu. Nindy sahabatku, dan Kak Doni, lelaki yang sudah 10 tahun menjadi kakak, sahabat, dan kekasihku, mereka.. Mengkhianatiku.

Tak ada kata-kata maaf yang keluar dari mulutnya, tak ada telepon penjelasan apapun, selain surat undangan itu. Dan pesan singkat Kak Doni, "Vi, Aku harus menikahi Nindy, karena dia hamil anakku." itu saja.

Wow.. Mereka tidak memperdulikan perasaanku, Mom and Dad juga meminta penjelasan ke Om Andri, tapi tak ada jawaban. Semua kontrak kerjasama dengan perusahaan Daddy pun berhenti. Walaupun perusahaan Daddy mendapat kompensasi atas pemutusan kerjasama sepihak, tetap saja, keluarga kami mendapat imbasnya. Perusahaan Om Andri merupakan perusahaan raksasa. Pemutusan kerjasama sepihak membuat banyak rekan bisnis menyangka kesalahan ada dipihak Daddy. Mereka ikut memutuskan kerjasama, hingga perusahaan Daddy collapse, kondisi keuangan kami carut marut! untungnya saat itu aku mendapatkan kuliah di Oxford dari hasil beasiswa, sehingga biaya bukanlah masalah untuk melanjutkan sekolahku. Hanya saja, biaya hidup sudah tak dapat ditanggung lagi oleh Daddy. Aku terpaksa bekerja paruh waktu diperusahaan makan cepat saji, membantu proyek dosen, dan membuka les privat untuk mahasiswa baru, untuk menutup biaya hidupku selama di England. Apapun kulakukan, termasuk beberapa bisnis di kampus. Yah, walaupun, hatiku masih berantakan dan carut marut, tak tentu arah. Aku belajar untuk kuat disiang hari, meskipun dimalam hari, Aku akan menangis sejadi-jadinya.

Setiap malam, dalam 3 tahun pertamaku, selepas perpisahan dengan Kak Doni, Aku selalu menangis, menangis dan menangis. Di siang hari, aku sangat berbeda. Aku bagaikan singa kelaparan, Aku belajar, bekerja, mengumpulkan pundi-pundi uang dan terus berusaha untuk mendapatkan kesuksesan dan membantu keluargaku bertahan.

Perusahaan Daddy akhirnya kembali bisa bernapas, setelah 1 tahun peristiwa tersebut, Daddy mengulang semua dari awal, mengambil orderan kecil-kecil, memulihkan kepercayaan dengan pelanggan, dan mendapat lebih banyak kepercayaan dan mengembalikan citra perusahaannya yang telah hancur sebelumnya. Walaupun belum bisa kembali ke 15 besar perusahaan terbesar di negara asalku, tapi kondisi semakin membaik. Mereka mulai mengirimi uang kembali untuk akomodasiku, diakhir tahun ke-1 setelah peristiwa tersebut. Tetapi, Aku menolaknya. Kondisiku saat ini sudah jauh lebih baik, Aku memiliki pekerjaan sampingan, penghasilan, dan tak lagi ingin bergantung dengan siapapun.

Sedikit demi sedikit, Aku menabung sisa hasil kerjaku. Aku tak banyak menghabiskan uangku untuk foya-foya, karena memang kebiasaanku tidak seperti itu sejak kecil, bahkan saat berangkat ke England, tabunganku sedari SD, termasuk uang lebaran, uang tahun baru, hadiah ulang tahun, sudah lebih dari 100k USD. Daddy memberiku 200,000 pounds untuk sewa apartemen 1 tahun di England. Tapi, aku hanya memakai kurang dari 15,000 pounds untuk tempat tinggalku. Aku tidak ingin terlihat eksklusif dikampus. karena Aku ingin memiliki banyak teman dan berinteraksi dengan mereka, jadi Aku tinggal dikawasan yang memang banyak mahasiswannya, sisa uang dari Daddy, Aku selalu menyimpannya. dan ternyata simpanan itu sangat membantu, saat perusahaan Daddy collapse, tabunganku saat itu yang sudah cukup banyak mencapai 5 milliar rupiah. bisa kuberikan ke Daddy untuk modal perusahaannya kembali, dan Aku memulai dari nol disini, di England dengan bekerja untuk Menyukupi kebutuhanku. Yah, boleh dibilang, Aku adalah investor perusahaan Daddy yang baru. Dana segar yang kuberikan, telah mampu menyelamatkan dan menjadi modal untuk membangun perusahaan kembali tanpa harus berhutang ke bank. Walaupun sangat sedikit dibanding kerugian Daddy, tapi dana itu bukanlah hutang.

Akhirnya, setelah 3,5 tahun Aku berjuang dengan kuliahku, Akupun bisa lulus. Dan saat itu, Aku membuka secara resmi perusahaan expedisiku, yang melayani pengiriman dari dan ke berbagai negara. Ini terinspirasi dari keadaan saat kuliah dulu, dimana teman-temanku mereka mengalami kesulitan karena pengiriman barang yang sangat mahal, untuk membawa kembali beberapa barang-barang penting yang mereka punya saat kuliah kenegara masing-masing. Aku memberikan Solusi untuk pengiriman ekspedisi cargo dengan harga yang sangat bagus. Bekerja sama dengan perusahaan lokal di England, dan mulai melebarkan sayapku. Yah, mungkin memang insting bisnisku sudah berjalan, karena sejak kecil, Aku melihat bagaimana Kakek berjuang untuk membesarkan perusahaan yang akhirnya dikelola oleh Daddy, dan sedikit banyak aku belajar saat melihat mereka bernegosiasi dengan Client.

Saat kuliah, apapun yang kupakai, banyak menjadi trend bagi mahasiswi. Seperti handbag yang kugunakan, pakaian, anting-anting Ataupun perhiasan lain yang kupakai sebagai aksesoris, mengundang perhatian mereka, karena terlihat berbeda dari yang ada dipasaran. Saat itulah tercetus olehku untuk membuat website dan menjual secara online dan offline. Menjadikanku sebagai modelnya sendiri, dengan bantuan teman kuliahku, Aurel, yang memiliki keahlian photographer, akupun meng-hire-nya untuk menjadi photographer product jualanku, dan mempostingnya online.

penjualan offline dan online ku berhasil. Apapun yang kujual menjadi trend, dan dengan sedikit modal, Aku menyewa kios di dekat kampusku. Menjual aksesoris handmade buatanku, tas, dan berbagai baju hasil design ku. Memang Aku tidak sekolah design, tapi hobby ku sedari kecil, adalah membuat aksesoris, menjahit, dan membuat berbagai macam pernak pernik handmade, termasuk membuat dress. Menurutku itu lebih hemat daripada membeli dress untuk acara atau jalan bersama Kak Doni ke acara-acara resmi. Banyak yang mengira dress buatanku adalah hasil perancang mahal, mengingat Kak Doni, berasal dari keluarga terkaya di negeriku.

Saat itu Aku hanya menjawab dengan senyuman setiap kali ada yang bertanya siapa yang merancang dressku. Enggan menanggapi serius, lagipula, tak pernah terlintas dalam benakku untuk menjadi designer. Saat itu, aku hanya memiliki satu goal, Kak Doni! Menikah dengan Kak Doni.

Kondisi berubah saat ekonomi keluargaku mengalami krisis. Sedikit demi sedikit kukumpulkan keuntunganku, menyewa ruko dipertokoan dekat dengan apartemen sewaan mahasiswi, lalu membuat butik dilantai 2 nya. Setelah memiliki butik kecil, Aku mulai membuat design dengan harga terjangkau kalangan mahasiswi, karena saat itu, pasarku masih sekitaran anak kampus. Yang kemudian menyebar ke dosen-dosen, dan berbagai kalangan luas. Mulailah aku membuat brand merk untuk setiap designku.

TRUST

Itulah nama brandku. Saat ini, tidak ada yang tidak mengenal nama brand ku. Setiap orang pasti bangga mengenakan busana, aksesoris, tas, dan berbagai barang dengan brand trust. Banyak pula yang membuat imitasi dari design ku. Kini, brandku tidak kalah dengan armani, gucci, dan berbagai merk terkenal lainnya. Berawal dari sebuah butik kecil, telah menjadi salah satu kerajaan bisnis terbesarku di dunia fashion.

Saat masih kuliah dulu, Aku terbiasa memasak di flatku, dan membuat makanan khas negaraku yang kaya rempah, sebagai bekal untuk kuliah. Tak jarang, aku pun membuat jajanan tradisional sekedar untuk melepas rinduku dengan masakan khas negara yang kucintai. Banyak rekanku yang penasaran dengan rasanya, dan kepincut dengan masakanku, sehingga banyak dari mereka yang memintaku membuatkan makanan yang Aku buat. Ini kujadikan salah satu pemasukanku juga, Aku membuka pre order setiap harinya. Sehingga Aku bisa mendapatkan makan gratis dari hasil menjual makanan, dan dengan semakin banyak pre order, akhirnya aku mendapatkan cukup profit, dan memperkerjakan beberapa mahasiswa mahasiswi asal negaraku yang memiliki kesulitan ekonomi sepertiku, untuk membantu menyiapkan pesanan pre order.

Setelah Aku memiliki boutique, Aku membuat lantai pertama sebagai restoran khas dengan nama resto "BUMBU", yang banyak menarik penduduk lokal di England penasaran dengan cita rasanya, dan akhirnya menjadi pelanggan setia resto ku.

Kini, restoran kecil itu sudah memiliki 200,000 cabang diseluruh dunia. Aku membuatnya sebagai franchise, yang menjadi salah satu pundi-pundi penghasilan terbesarku saat ini.

Berawal dari tiga usahaku, perusahaan expedisi, trust, dan bumbu franchise, Aku mulai mendapatkan pengakuan didunia usaha. Semua sudah menjadi perusahaan cukup besar saat Aku kembali ke negaraku.

Dari sana, Aku mulai mengembangkan usahaku yang lainnya, mengepakkan sayapku diberbagai bidang, yang tentunya, Aku bekerja bagaikan singa kelaparan yang tak pernah mengenal lelah. Otakku hanya berpikir bagaimana membuat ini dan itu. Strategi, dan berbagai macam hal yang menjadikanku seperti saat ini, Vina Ariescha, the youngest and richest woman in my country. Bahkan kekayaanku, sudah menjadi nomor 2 di negaraku.

Setelah 5 tahun perpisahanku dengan Kak Doni, Mom mulai melancarkan berbagai jurus untuk menikahkanku. Hingga saat itu. Akhirnya keluargaku memaksaku untuk bertunangan dengan Alfian, salah satu anak rekanan bisnis papa, yang merupakan teman sekelasku juga saat SMP.

Tapi bukan vina Ariescha namaku jika tidak berhasil menggagalkan rencana tersebut. Aku pergi ke Prancis, dan memutuskan hubunganku dengan semua keluarga. Aku juga mulai mempersulit bisnis keluarga Alfian, hingga akhirnya orangtuanya setuju untuk menghentikan proses tunangan ini, asal aku tidak membuat perusahaan mereka collapse.

Namun, kondisi tidak bagus juga terjadi pada keluargaku. akibat ulahku, Nenek mengalami serangan jantung dan kondisinya kritis selama 3 bulan. Walaupun berhasil sembuh dan melewati masa kritisnya, belum ada satupun anggota keluarga yang berhasil memenuhi permintaannya untuk bertemu denganku.

Sejujurnya, saat itu aku juga merindukan Nenek. Tapi aku tidak mau kembali dan menjadi lemah lantas menyetujui pertunangan untuk menikah paksa. Egoku memang sangat tinggi, dan Aku memang dingin untuk hal seperti ini. Hingga akhirnya, Mom and Dad menemuiku di Prancis, berjanji untuk tidak mencampuri urusan asmaraku lagi. Barulah Aku kembali dan menemui Nenek yang sudah kurindukan.

Sejak saat itu, tak banyak waktu kuhabiskan dengan Nenek. Setelah seminggu Aku kembali, Nenek kristis kembali. Dan akhirnya meninggalkan kami semua, menyisakan rasa bersalah yang besar dalam dihatiku.

Masih ingat dalam benakku, saat itu, kondisi Nenek sangat stabil, beliau sangat senang dengan kepulanganku, Kami sedang membahas berbagai hal termasuk kemenanganku melawan Mom and Dad untuk berhenti mencampuri urusan jodohku. Nenek dan Kakek memang sebenarnya tidak setuju dengan perjodohan ini, tapi mereka tak bisa berbuat banyak, karena Mom bilang, Aku akan bahagia dengan menikah dan bisa melupakan Kak Doni. Sudah kujelaskan berulang kali, bahwa Aku sudah bahagia dengan hidupku sekarang, dan melupakan masa lalu. Tapi bukan berarti Aku mau dipaksa menikah. Karena menurutku. Menikah itu urusan seumur hidup. Biarlah Aku sendiri yang memutuskan saat menemukan seseorang yang tepat nantinya.

Saat sedang bercengkrama,, Aunt Fathin yang saat itu baru kembali dari acara arisan sosialitanya, ikut bergabung dengan Kami. dan duduk disamping Nenek, memindahkan channel tv pas sekali wajah Kak Doni, Nindy dan anak mereka sedang di wawancara di stasiun tv tersebut.

Ada guratan sakit dihatiku, kesal dan emosi, tapi Aku masih bisa menahannya, dan tidak menunjukkan ekspresi apapun.

"Maaf Vi!", Aunt Fathin gelagapan, lalu mengganti channel sekenanya, berharap Aku tak terpengaruh dengan yang baru saja kulihat. Tapi bukan padaku masalahnya,

Entah kenapa, hal tersebut membuat Nenek mengalami sesak napas, dan sambil memegang jantungnya, wajahnya pucat, dan badannya menjadi dingin. Kami semua panik. Dan membawanya ke rumah sakit. Tapi sayang, takdir berkata lain, nyawanya sudah tak tertolong saat itu.

Pukulan sangat keras bagiku.. Begitu stresskah Nenek, sehingga memasukkan hal tersebut ke hatinya, dan memikirkanku sebegitu besar sehingga rasa sedih membunuhnya? Apa aku pembunuh? Pembunuh yang menyebabkan Nenekku meninggal? Saat itu, Aku benar-benar tak bisa memaafkan kesalahanku. Tangisanku pun tak berhenti, sakit sekali dadaku kehilangan orang yang selalu ada dihidupku, mendampingiku sejak kecil saat Mom sibuk dengan urusannya.

"ini bukan salahmu, Vi. Tenanglah, supaya Nenekmu bisa pergi dengan tenang.", suara Kakek lembut menenangkanku, Dia mengelus punggunggku, kemudian memelukku, yang masih menangis meratapi kepergian Nenek.

"Ini salah Vi, Kek.. Kalau bukan karena Vi jatuh cinta dengan si brengsek itu, mungkin saat ini Nenek masih hidup.", sambil terisak, Aku meluapkan emosiku pada Kakek

"Sudahlah Vi, ini sudah takdir. Memang usia Nenek sampai sebatas ini, kamu jangan merasa bersalah.", Kakek menghiburku, tapi tetap, saat itu Aku sangat sedih. Karena memikirkan Nenekku telah meninggal..

Kondisi itu, membuatku menjadi semakin dingin, dan justru berpikir sangat keras untuk menghindari perasaan sayang dan cinta. Aku tak mau lagi merasa perih kehilangan, seperti perihnya kehilang Kak Doni dan Nenek. Biarlah Aku cukup menyayangi keluarga yang tersisa, terutama Kakek, tanpa mau membuka cinta yang baru.

Tak sedikit rekan bisnis yang coba membuatku jatuh cinta, tapi tak ada satupun yang berhasil. Hatiku beku, Aku tak melihat satupun dari mereka istimewa, dan hidupku, sudah sangat sibuk dengan pekerjaan. Yah, setiap hari Aku bekerja, tanpa mengenal lelah, menyibukkan hariku, menenggelamkan diriku semakin dalam ke pekerjaanku, melupakan kehidupan pribadiku. Aku bagaikan robot yang hanya menghabiskan waktunya untuk bekerja, inovasi, meeting, dan berbagai kegiatan lainnya.. 5 tahunku, sampai saat ini, tak ada yang bisa menggetarkan hatiku, sampai panggilan tadi malam di basemen.. Yang sukses membuatku menjadi seperti ini.. Terluka kembali.

 

flash back off


next chapter
Load failed, please RETRY

Quà tặng

Quà tặng -- Nhận quà

    Tình trạng nguồn điện hàng tuần

    Rank -- Xếp hạng Quyền lực
    Stone -- Đá Quyền lực

    Đặt mua hàng loạt

    Mục lục

    Cài đặt hiển thị

    Nền

    Phông

    Kích thước

    Việc quản lý bình luận chương

    Viết đánh giá Trạng thái đọc: C2
    Không đăng được. Vui lòng thử lại
    • Chất lượng bài viết
    • Tính ổn định của các bản cập nhật
    • Phát triển câu chuyện
    • Thiết kế nhân vật
    • Bối cảnh thế giới

    Tổng điểm 0.0

    Đánh giá được đăng thành công! Đọc thêm đánh giá
    Bình chọn với Đá sức mạnh
    Rank NO.-- Bảng xếp hạng PS
    Stone -- Power Stone
    Báo cáo nội dung không phù hợp
    lỗi Mẹo

    Báo cáo hành động bất lương

    Chú thích đoạn văn

    Đăng nhập