Tải xuống ứng dụng
12.96% Better / Chapter 7: Bad Mood

Chương 7: Bad Mood

Hari ini sangat melelahkan, tapi Nina tidak merasa terlalu buruk karena ia sudah bisa berbaur dengan nyaris semua orang di lingkungan kerjanya. Dia bahkan membantu Fian mengumpulkan shuttlecock yang bertebaran. Lagi-lagi Fian yang membereskan, itu yang dikeluhkan Fian padanya siang ini.

Nina mengambil dokumentasi latihan lagi untuk diabadikan di galeri website. Itu karena pertandingan yang akan mereka hadapi selanjutnya adalah pertandingan yang cukup bergengsi. Nina menyelesaikan tugas dokumentasinya tepat ketika jam pulang kerja.

Hal ke sekian yang membuat Senin ini terasa membahagiakan adalah kabar dari dosen yang tidak bisa masuk. Berarti untuk hari ini Nina bisa senang-senang di rumah, mengurung diri di balik selimut, dan makan malam bersama keluarganya.

"Gue nggak suka."

Nina mendongak ketika mengambil shuttlecock terakhir di hadapannya, suara yang memekakakn telinga itu asalnya dari Kevin yang dari tadi duduk memerhatikannya membantu Fajar.

"Apa?"

Kevin turun dari kursi dan jongkok di depan Nina. Tangannya dilipat di atas lutut. "Gue nggak suka lo terlalu deket sama Fian."

Sejenak, Nina tidak memahami. "Maksudnya apa sih?"

Kevin merutuki dirinya sendiri, baru sadar kalau kalimatnya ambigu. "Maksud gue, tugas lo di sini bukan beres-beres gini, tapi kerja di kantor dan ngurusin yang lain. Ini urusan kami yang latihan di sini. Dan jangan terlalu deket sama Fian, dia kan juga perlu fokus pertandingan. Kita semua di sini butuh focus biar bisa main bagus dan dipanggil ke pusat."

Nina mengulum senyum. "Lo ngigau deh kayaknya. Suka-suka gue dong, jangan sok ngatur. Lagian ini udah di luar jam kerja gue, jadi ya terserah gue mau ngapain aja, toh gue juga nggak ganggu latihan kalian sama sekali."

"Gue serius. Jangan kerjain sesuatu yang bukan kerjaan lo dan jangan terlalu deket sama Fian, kalau lo ngerusak konsentrasinya, dia bisa aja kalah di kualifikasi pertama. Sebaiknya lo harus tau batas lo."

"Lo yang harus tau batas, Vin!" Nina berdiri melepaskan shuttlecock yang sudah ia kumpulkan.

Kevin ikut berdiri dengan cepat menoleh ke sekitar, masih ada beberapa orang ternyata. "Suara lo kecilin dikit, kenapa."

Masa bodoh dengan suaranya yang mengundang perhatian. "Lo nggak bisa ngelarang gue buat akrab sama siapapun, lagi pula dia baik. Gue bisa pastiin kalau gue nggak akan ngerusak konsentrasinya!"

Nina langsung berjalan pergi tanpa peduli dengan shuttlecock itu lagi. Kevin buru-buru mengikuti perempuan itu menyelesaikan pembicaraan yang menurutnya belum selesai.

Kevin menahan tangan gadis itu. Nina melayangkan tatapan protes, tapi Kevin membalas dengan tatapan yang lebih tajam. "Gue serius, lo sama Fian nggak boleh terlalu deket."

Sungguh tidak habis pikir. Nina menyentak tangan dengan cukup kasar. "Lo ini bener-bener keterlaluan. Kenapa lo harus atur-atur hidup orang sementara hidup lo sendiri belum tentu beres."

"Nin, lo punya kepribadian ganda, ya?" tanya Kevin di luar topik pembicaraan mereka.

"Apa maksud lo?!" tanya Nina makin nyolot.

Dengan wajah polos itu, Kevin memberikan jawaban. "Lo bisa baik sama Fian dan yang lainnya, tapi lo jutek dan galak di depan gue. Apa lagi penyebabnya kalau bukan lo punya kepribadian ganda."

Nina tertawa pelan terkesan meremehkan mendengar pertanyaan itu. "Apa lo masih belum sadar kalau gue bener-bener benci sama lo?" tanyanya santai.

"Iya gue tau." Kevin menganggukkan kepala, keringat jatuh dari dagunya. "Makanya, kasih tau gue apa yang bikin lo benci sama gue."

"Pikir aja sendiri."

Kevin gemas sekali, tapi ia coba menahan diri. Setelahnya, Kevin kembali lagi ke gelanggang dan membereskan apa yang belum beres di sana.

*****

Nina masih berusaha menjernihkan pikirannya ketika duduk sendiri di sebuah teras minimarket dekat pelatnas. Perdebatannya dengan Kevin tentang Fian sebenarnya bukan hal yang pantas dipikirkan, tapi entah kenapa Nina merasa sikap Kevin jadi aneh.

Kenapa harus begitu?

Kenapa dia terlalu khawatir Nina merusak konsentrasi Fian?

Hey, Nina tidak ada pikiran sama sekali untuk menggoda Fian atau siapapun lelaki di dalam klub itu. Lagi pula otak Nina masih belum kuat memikirkan laki-laki yang mungkin akan menjadi kekasihnya nanti.

"Kak Nina?"

Sadar dipanggil, Nina mengangkat kepala. Ia menemukan sosok perempuan dengan jaket abu-abu dan rambut dikuncir ke belakang.

"Hai, Jorji."

Jorji duduk di depan Nina. Ia datang karena tahu perdebatan Nina dan Kevin. Tadinya Gre mau bertanya besok saja tapi ternyata malah bertemu di sini. Nina dan Jorji bisa disebut sebagai sahabat karena mereka sudah lumayan dekat dan tidak ragu bercerita satu sama lain. Kemarin saja Jorji curhat panjang lebar pada Nina ketika berada di Bogor kemarin.

"Kok belum pulang?"tanya Jorji.

"Lagi nggak konsen nyetir, daripada nabrak, mending di sini dulu sampai pikiran gue jernih," jelas Nina singkat sambil mengaduk mie gelas yang tersisa setengah.

"Gue mau tanya soal perdebatan lo sama Kevin tadi, Kak."

Nina menaikkan sebelah alis. "Kenapa lo mau tau?"

"Ah maaf kalau tersinggung. Gue cuma mau denger, siapa tau bisa ngasih solusi juga. Kita kan temen, jadi udah sepatutnya kita saling membantu." Jorji berniat baik untuk membantunya, tetapi entah kenapa Nina masih sangat ragu menceritakan yang terjadi sebenarnya.

"Oh gitu. Gue sama Kevin tadi cuma salah paham aja kok, gue terlalu tersinggung sama jahilnya dia," jawab Nina tersenyum simpul. Dia mengambil jawaban itu bukan karena dia ingin berbohong tapi agar tidak ada pertanyaan lainnya.

Setiap orang sudah tahu Kevin jahil sekali dan kadang membuat orang jadi naik pitam. Jadi, alasan yang Nina berikan cukup masuk akal.

Jorji mengangguk memahami jawaban itu. "Kalau ada sesuatu, gue mau dengerin lo, Kak. Beban kan akan lebih ringan kalau dipikul bersama."

"Pasti. Tapi maaf kalau untuk sekarang emang nggak ada yang perlu gue ceritain."

"Iya. Ya udah kalau gitu gue belanja dulu ya, kalau lo mau pulang, hati-hati."

"Makasih."

Tersentuh rasanya hati ini. Dia tidak sangka kalau Jorji ternyata sangat baik. Rugi sekali orang yang nantinya menyia-nyiakan Jorji. Gadis seperti Jorji sudah sepantasnya disayang dan dimanjakan.

*****

Langit sudah menjadi gelap, tapi Kevin tidak kembali ke kamarnya. Dia tetap berada di gelanggang latihan dan merebahkan tubuhnya di salah satu lapangan. Pikirannya kacau karena perdebatan dengan Nina tadi.

Kevin tidak tahu maksud dari apa yang dia katakan. Dia pun bingung kenapa bisa mengatakan sesuatu yang seperti itu. Seolah menggambarkan kecemburuan. Kevin tidak cemburu sama sekali dengan kedekatan Nina dan Fian, sungguh.

Hanya saja sedikit terbebani. Sekali lagi itu karena perbedaan sikap Nina padanya dengan orang lain.

Sebenarnya salah Kevin itu apa?

"Vin, ngapain masih di sini?"

Suara yang sudah tidak asing itu membuat Kevin sedikit mengangkat tubuhnya. Aldi berjalan mendekat, di tangan kanannya membawa ponsel, dan di tangan kiri membawa tempat minum.

Kevin tahu adegan ini, Aldi meninggalkan tempat minumnya lagi seperti yang sudah-sudah.

"Oh, cuma lagi gabut aja, Ko," jawab Kevin, duduk.

"Lagi banyak pikiran kayaknya. Ada masalah, lo?"

Kevin menggelengkan kepala. Mereka berdua memang partner dalam lapangan tapi di luar lapangan mereka tidak pernah saling curhat. Kevin lebih sering curhat ke Ardi yang notabene teman sekamarnya. Lagi pula, Ardi orangnya pendiam, jadi sudah bisa dijamin rahasianya tidak akan bocor.

Eh, tapi itu bukan berarti Kevin tidak percaya Aldi bisa menjaga rahasia. Hanya saja dibutuhkan kenyamanan dalam sesi curhat.

"Nggak ada apa-apa, Ko, seriusan." Kevin tersenyum meski senyumannya dipaksakan.

"Hmm ini sih lo lagi nggak jujur sama gue." Tepat sasaran, Aldi bisa membaca kebohongan dari gerak-gerik yang Kevin tunjukkan. "Apapun masalah lo, jangan sampai itu kebawa sampai pertandingan. Pertandingan udah seminggu lagi. Inget. Ini Pertandingan ini juga masuk penilaian biar kita bisa masuk ke pusat."

Kevin mengangguk. "Iya Ko."

"Ya udah, buruan balik sana, belum mandi ini pasti." Aldi berdiri lantas pergi meninggalkan gelanggang sambil menempelkan ponsel ke telinga.

Jadi, dari tadi Aldi dalam sesi teleponan dengan istrinya tapi tetap menghampiri Kevin yang sedang gundah gulana. Aldi sweet juga jadi teman sekaligus kakak.

Kevin berjalan dengan langkah gontai kembali ke asrama. Membawa tas peralatan di pundak kanan. Cowok itu sesekali menjawab sapaan dari teman-teman pratama atau teman yang lainnya. Ia juga menyapa pelatih yang berpapasan dengannya.

Kebetulan membawanya berpapasan dengan Fian yang keluar dari kamar. Fian bersikap seperti biasa menyapa Kevin, tapi jawaban Kevin yang tidak seperti biasanya.

"Vin, baru balik lo?" tanya Fian basa-basi.

Kevin tersenyum miring singkat dan mengangguk.

"Bad mood? Jawabannya nggak biasa amat."

"Gue ngantuk," jawab Kevin singkat lantas masuk ke dalam kamarnya yang tidak jauh dari kamar Fian.

Karena Fian merasa semuanya baik-baik saja, dia bersikap acuh tak acuh lantas pergi ke tempat tujuannya. Sementara Kevin di kamar, duduk di bibir tempat tidur sambil berpikir.

Ada apa sama gue hari ini?

*****


next chapter
Load failed, please RETRY

Quà tặng

Quà tặng -- Nhận quà

    Tình trạng nguồn điện hàng tuần

    Rank -- Xếp hạng Quyền lực
    Stone -- Đá Quyền lực

    Đặt mua hàng loạt

    Mục lục

    Cài đặt hiển thị

    Nền

    Phông

    Kích thước

    Việc quản lý bình luận chương

    Viết đánh giá Trạng thái đọc: C7
    Không đăng được. Vui lòng thử lại
    • Chất lượng bài viết
    • Tính ổn định của các bản cập nhật
    • Phát triển câu chuyện
    • Thiết kế nhân vật
    • Bối cảnh thế giới

    Tổng điểm 0.0

    Đánh giá được đăng thành công! Đọc thêm đánh giá
    Bình chọn với Đá sức mạnh
    Rank NO.-- Bảng xếp hạng PS
    Stone -- Power Stone
    Báo cáo nội dung không phù hợp
    lỗi Mẹo

    Báo cáo hành động bất lương

    Chú thích đoạn văn

    Đăng nhập