Tải xuống ứng dụng
3.55% ARKALA / Chapter 13: Neraka Untuk Arkala

Chương 13: Neraka Untuk Arkala

"Kenapa kamu nggak pulang dua hari?"

Arkala langsung menghentikan langkahnya di depan anak tangga. "Aku tidur di apartemen."

"Kenapa nggak kabarin Papa? Papa cemas, Nak."

Arkala tersenyum sinis dan membalikkan tubuh. "Papa cemas sama Kala? Kenapa Papa bisa cemas?" tanyanya, dengan nada meremehkan.

"Karena Papa sayang sama kamu. Kamu anak Papa. Semenjak Mama nggak ada, hubungan kita jadi renggang seperti ini."

"Papa tahu alasannya kenapa?" Arkala bertanya. Dia melangkah maju, hingga berdiri tepat di depan Danu, ayah kandungnya.

"Papa tahu alasannya kenapa?" tanya Arkala, mengulang.

Danu menghela napas berat dan melepas kacamata yang sedari tadi bertengger di pangkal hidungnya.

"Karena Kala nggak suka, Papa nikah dengan wanita itu."

"Kala, Tante Widya itu sangat baik. Ia juga sayang sama kamu. Tante Widya juga sering kasih nasihat supaya Papa nggak bersikap kasar sama kamu."

Arkala berdecih dan membuang wajah dari hadapan Danu. "Dan Papa percaya sama dia?"

Danu menggeleng heran. "Papa masih nggak ngerti, kenapa kamu nggak suka sama Tante Widya? Coba sekali aja kamu deketin dia. Pasti kamu akan merasakan kebaikan ibu tiri kamu itu."

Arkala spontan menoleh. "Dia bukan ibu aku. Jadi stop Papa bilang, kalau dia ibu aku."

Plak!

Arkala memegang pipi kanannya yang baru saja ditampar oleh ayah kandungnya sendiri.

"Jaga bicara kamu, Kala! Tante Widya itu sudah menikah dengan Papa. Jadi kamu harus memanggilnya Ibu!" bentak Danu. Suaranya menggema, memenuhi setiap sudut ruangan.

Para asisten dan penjaga rumah mereka berhamburan masuk, takut ada sesuatu yang terjadi. Namun kejadian seperti ini, sudah biasa mereka lihat.

"Mas!"

Seorang wanita yang baru saja keluar dari kamar utama berjalan menghampiri ayah dan anak yang sedang berseteru.

"Mas nggak boleh kasar sama Kala. Apa yang Mas lakukan, hah? Mas tampar dia?"

Arkala berdecih sembari tersenyum miring. Meski Widya membela dirinya di depan Danu, tapi dia yakin bahwa Widya hanya sedang bersandiwara.

"Sayang, aku cuma nggak mau dia kurang ajar seperti ini sama kamu. Dia harus belajar menghargai kamu, yang sekarang udah jadi ibunya."

Widya menggeleng dan meraih tangan Danu. "Kasih waktu buat Kala. Itu emang sulit, Mas. Tapi dia masih remaja, yang belum ngerti. Dan mungkin Kala masih belum bisa melupakan ibunya yang udah meninggal."

Arkala menoleh tidak suka pada Widya, ibu tirinya yang usianya jauh lebih muda dari Danu.

"Gue nggak akan lupa sama orang yang udah melahirkan gue. Sampai kapan pun! Dan lo, elo nggak usah sok baik di depan bokap gue. Karena gue tahu semua kebusukan dan niat jahat lo!"

"ARKALA!" Danu kembali membentak Arkala di depan istri dan para pegawai yang pasti sedang menonton mereka secara diam-diam.

"Kenapa? Papa mau tampar aku lagi, hm? Tampar, Pa! Tampar!" suara Arkala meninggi.

Inilah alasan yang membuatnya tidak betah berada di rumah. Arkala tidak suka pada Widya. Karena menurutnya, wanita itu hanya mengincar harta dan kekayaan sang ayah.

Namun Danu, pria berusia empat puluh lima tahun itu tidak pernah memercayai Arkala. Dan menganggap apa yang Arkala katakan hanya sebuah fitnah karena ia tidak menyukai Widya.

"Mas, udah. Kita harus beri Kala waktu." Widya kembali bersuara. Nada bicaranya dibuat selembut dan sehalus mungkin, agar menarik perhatian Danu.

"Lihat, di saat seperti ini, Mama Widya masih membela kamu, Kala. Apalagi yang kamu ragukan dari dia?"

"Mama?" ucap Arkala, mendekatkan wajahnya pada Widya. Dia tersenyum sinis dan tertawa nyaring. "Papa bilang apa? Mama?" ucap Arkala lagi, di sela tawanya. "Bahkan dia itu lebih cocok jadi kakak perempuan aku!" teriak Arkala menunjuk wajah Widya yang tengah menatapnya lurus.

"ARKALA!"

PLAK!

Satu lagi tamparan mendarat dengan keras di pipi kanan Arkala, menambah perih luka yang belum sempat kering.

"Jaga bicara kamu! Papa nggak pernah ngajarin kamu bersikap kurang ajar kayak gini!" tegas Danu.

"Pa, coba Papa pikir dengan kepala jernih. Cewek, umur dua puluh lima tahu, kenapa bisa mau nikah sama laki-laki berusia empat puluh lima tahun? Apalagi cewek yang ada di samping Papa ini, masih mampu buat dapet laki-laki yang lebih muda. Apa Papa nggak curiga?"

"Arkala!" Widya membentak Arkala di depan Danu, membuat laki-laki itu sedikit terkejut.

"Saya selama ini tidak pernah mempermasalahkan tentang kamu yang tidak menyukai saya. Tapi kali ini kamu benar-benar keterlaluan!"

"Siapa elo? Kenapa lo berani bentak gue di depan bokap gue sendiri? Lo cuma orang luar. Nggak usah ikut campur sama urusan gue dan bokap gue."

Arkala melenggang begitu saja. Dia menaiki tangga menuju kamar. Danu membuang napas untuk meredam emosinya.

"Kenapa kamu bentak Kala, Wid?" tanya Danu, sembari berjalan ke arah sofa.

"Mas, Arkala udah keterlaluan sama aku. Apa aku harus diam?" jelas Widya. Sejujurnya dia hanya takut, jika Danu termakan oleh ucapan putranya sendiri.

"Aku tahu. Tapi bukannya kamu yang bilang, kalau Kala perlu waktu? Kamu nggak bisa bentak dia. Karena bagaimanapun juga, kamu bukan siapa-siapanya Kala."

Widya menatap kepergian Danu dengan perasaan sendu. Kedua tangannya saling bertaut. Ada gemuruh di dalam dada Widya. Suaminya sungguh membuatnya merasa tidak berharga dan terhina.

Seharusnya Danu terus berada di pihaknya. Bukan plin plan seperti ini. Tadi dia memarahi bahkan menampar anaknya sendiri.

"Kalau bukan karena harta, aku juga nggak akan sudi nikah sama kamu. Lebih baik aku nikah sama laki-laki yang lebih muda."

***

Arkala menutup pintu kamar dengan kasar. Dadanya naik turun, seiring emosinya yang memuncak.

Kejadian seperti ini memang sudah biasa bagi Arkala. Namun ia masih tidak percaya, bahwa Danu selalu setia membela Widya, wanita yang baru ia nikahi tiga bulan lalu.

Pemuda itu berjalan ke arah meja belajar dan meraih foto seorang wanita yang sangat ia sayangi dan rindukan.

"Ma, kenapa Mama pergi duluan? Kala kesepian, Ma. Kala masih butuh Mama." Arkala memeluk foto tersebut dengan air mata yang meleleh keluar.

Dia sangat merindukan sang ibu yang sudah meninggalkannya satu tahun yang lalu.

Selama ini Arkala selalu menutupi kesedihannya dengan ketegasan dan meluapkan emosinya di medan perang. Memukuli para musuh dengan sekuat tenaga.

"Kala kangen sama Mama. Dunia Kala udah nggak baik-baik aja, Ma. Papa berubah semenjak kenal Tante Widya. Kala cuma punya Oma yang selama ini selalu menyayangi Kala."

Arkala berbaring di tempat tidur dengan foto sang ibu yang masih berada di dalam pelukannya.

"Kala selalu berdoa, supaya Papa kembali seperti dulu."

"Kala, Sayang."

Arkala yang tengah duduk di sebuah bangku menoleh. "Mama," ucapnya lirih. Dia menghampiri seorang wanita yang tengah mengulurkan kedua tangannya.

"Kamu harus menjadi anak yang kuat. Mama tahu kamu pasti bisa menghadapi semua ini. Kamu Arkala, anak Mama yang paling kuat."

Arkala mengangguk sambil tersenyum. Namun sedetik kemudian wanita itu menghilang.

"Ma!"

"Mama!"


next chapter
Load failed, please RETRY

Quà tặng

Quà tặng -- Nhận quà

    Tình trạng nguồn điện hàng tuần

    Rank -- Xếp hạng Quyền lực
    Stone -- Đá Quyền lực

    Đặt mua hàng loạt

    Mục lục

    Cài đặt hiển thị

    Nền

    Phông

    Kích thước

    Việc quản lý bình luận chương

    Viết đánh giá Trạng thái đọc: C13
    Không đăng được. Vui lòng thử lại
    • Chất lượng bài viết
    • Tính ổn định của các bản cập nhật
    • Phát triển câu chuyện
    • Thiết kế nhân vật
    • Bối cảnh thế giới

    Tổng điểm 0.0

    Đánh giá được đăng thành công! Đọc thêm đánh giá
    Bình chọn với Đá sức mạnh
    Rank NO.-- Bảng xếp hạng PS
    Stone -- Power Stone
    Báo cáo nội dung không phù hợp
    lỗi Mẹo

    Báo cáo hành động bất lương

    Chú thích đoạn văn

    Đăng nhập