Sore berganti malam. Matahari berganti bulan. Langit yang tadinya berwarna orange kini berganti hitam ditaburi dengan gemerlap bintang. Cuaca bumi malam ini cerah tak berawan, secerah Alana yang baru saja selesai mandi.
"Na udah belom cepet sini bantu bunda siapin makan!" teriak bunda dari dapur.
Karena mendengar teriakkan bunda Alana pun segera pergi ke dapur.
"Bantu apa Bun?" tanya Alana yang sudah berdiri di samping bunda.
"Ini kamu potong-potong wortelnya," bunda menyerahkan pisau yang tadi bunda gunakan. Sementara bunda sedang mengoseng bumbu, sedangkan Alana memotong-motong sayur dan Arya yang asik main PS teriak-teriak nggak jelas.
"Golll..!!" teriak Arya dengan jingkrak-jingkrak setelah berhasil memenagkan permainan Sepak Bola di PSnya.
"Bang jangan berisik!" ucap Alana dari dapur.
Karena jarak ruang tengah dan dapur yang cukup jauh Arya hanya mendengar samar-samar suara Alana.
"Iya Na, kenapa? udah mateng ya?" tanya Arya di daun pintu dapur.
"Belum bang."
"Lah udah laper berat padahal." Arya yang merasa kecewa akhirnya duduk di meja makan. Setelah menunggu beberapa menit akhirnya makan malam pun jadi. Arya, Alana dan Bunda kemudian makan malam bersama.
"Bun, ayah kapan pulangnya?" tanya Alana di sela-sela makan.
"Minggu depan Na, kanapa?"
"Kangen aku bun sama ayah."
"Iya, kamu sabar ya. Ayahkan sedang bertugas."
"Iya tuh, nggak usah manja gitu." cetus Arya.
"Siapa yang manja, emang nggak boleh kangen sama ayah sendiri." jawab Alana dengan menjulurkan lidah pada Arya.
"Ayah sendiri, ayah abang juga kalik Na. Ya nggak bun?" Arya meminta belaan dari bunda.
"Ayah Alana ya bun," Alana menaik turunkan alisnya pada bunda.
"Ayah Arya lah, kan Arya duluan yang lahir." argumen Arya.
"Ya nggak lah." sanggkal Alana.
"Udah udah, ayah kalian berdua. Gitu aja di berantemin." lerai bunda.
Klunting.
Suara sendok bunda jatuh di sebelah Alana. Bunda pun membungkukkan badan untuk mengambil sendok.
"Na kaki kamu kenapa?!" tanya bunda sedikit berteriak.
"Waduh, mati gue." batin Alana. Alana melirik Arya yang malah asik makan.
"Abang bantuin gue dongg, elah malah enak-enakkan makan." batin Alana dengan masih melirik Arya.
"I-i-tu i-i-tu bang Arya," jawab Alana glagapan dengan masih melirik Arya.
"Dasar abang nggak PEKA!" umpat Alana dalam hati.
"Ah iya itu kejatuhan vas. Iya vas bunga yang di di alamari depan kamar bang Arya."
"Perasaan udah abang pindah deh Na." ucap Arya.
"Kan kenanya sebelum abang pindah." sanggkal Alana lagi.
"Maaf bun Alana bohong." sesal Alana dalam hati.
"Masa," Arya sengaja berbicara seperti itu agar Alana bingung.
"Iya!" jawab Alana yang sudah merasa di sudutkan Arya dengan cukup keras.
"Udah-udah. Berantem lagi berantem lagi. Nggak capek apa." lerai bunda yang kedua kalinya di meja makan. Arya dan Alana pun terdiam.
"Kaki kamu udah diobati Na?" tanya bunda pada Alana.
"Udah bun tadi."
"Udah minum obatnya?"
"Udah bun."
Karena sudah selesai makan Alana berdiri dan hendak membersihkan piring-piring yang ada di meja makan.
"Nggak usah Na, biar bunda aja. Kamu istirahat aja."
"Ok."
Alana pun pergi meniggalkan dapur dan menuju kamar.
# # #
Sesampainya di kamar Alana malah bingung mau ngapain. Karena malam itu malam minggu. Sedangkan Alana tidak ada acara pergi keluar dengan Viona, abangnya ataupun siapa. Akhirnya Alana mengecek tugas-tugas sekolahnya, siapa tahu ada yang belum dikerjakan.
"Tugas matematika udah, tugas bahasa udah, sejarah udah, biologi udah, geografi udah." Alana mengabsen tugas-tugas sekolahnya.
"Lah, mau ngapain kalo udah semua gini." ucap Alana setelah selesai mengabsen tugas-tugasnya.
Alhasil Alana hanya duduk termenung di kursi belajarnya. Alana melihat ke sekeliling kamarnya. Alana mendapati suatu benda yang bukan miliknya. Alana pun berfikir sejenak. Mengingat-ingat siapakah pemilik benda tersebut.
"Lah iya itu kan helmnya Nono." ucap Alana ketika teringat pemilik benda benda tersebut. Fikiran Alana kembali teringat kejadian tadi siang. Ketika Alana pergi meniggalkan Vano.
"Jahat banget ya gue ninggalin tu orang?" tanya Alana pada dirinya sendiri dengan memandangi helm Vano. Ekspresi Alana setelah memandangi helm Vano ialah senyum-senyum sendiri.
"Lihat muka cengonya itu loh, serasa pengen nabok." ungkap Alana yang teringat raut wajah Vano ketika ia melambaikan tangan.
"Lah ngapa jadi mikirin tu orang," Alana menepuk-nepuk kedua pipinya.
"Lama-lama bisa gila gue kalo bengini."
Alana keluar dari kamarnya ingin mengambil air minum di dapur untuk menghilangkan dahaga karena memikirkan Vano. Setelah dahaga teratasi, Alana melihat abangnya yang sedang duduk nonton tv di ruang tengah sendiri.
Tingg
Tiba-tiba muncul ide di kepala Alana.
"Dari pada gue suntuk di kamar terus malah mikir yang nggak-nggak mending kagetin abang ah." Alana tersenyum kecil. Alana mulai melancarkan aksinya, ia berjalan mengendap-endap seperti maling yang takut ketahuan oleh pemilik rumah. Langkah demi langakah Alana berjalan semakin mendekati Arya.
5 meter
3 meter
2 meter
1 meter
"Dorr!" teriak Alana tepat di belakang Arya dengan mendorong bahu Arya.
Alhasil Arya tersentak, karena dorongan Alana yang cukup keras mengakibatkan Arya terjungkal ke depan dengan wajah yang nyungsep terlebih dahulu.
Alana yang melihat Arya terjungkal malah tertawa terbahak-bahak.
"Haha..rasain!" ucap Alana dengan memegangi perutnya.
"Aduh! Dasar adek kurangajar!" umpat Arya dengan memegangi jidatnya yang tadi nyungsep.
"Sukurin!" balas Alana.
"Dikira nggak sakit pa ni jidat,"
"Salah sendiri tadi ngompor-ngomporin bunda," ucap Alana yang sudah kesal dengan Arya.
"Yaudah abangnya minta maap deh." ungkap Arya dengan mencubit kedua pipi adik satu-satunya itu.
"Ogah kalo pipi Alana di giniin!" balas Alana yang kedua pipinya masih dicubit oleh Arya.
"Kalo abang lepas maapin ya."
"Iya iya, tapi lepas sakit tau bang." Akhirnya Arya melepas cubitannya. Namun setelah itu Alana malah cemberut dengan mengelus-elus kedua pipinya.
"Gitu dong, tapi jangan manyun gitu lah Na." ucap Arya yang melihat Alana.
"Bang keluar yuk, kemana gitu kek." ajak Alana yang merasa suntuk di rumah.
"Emang boleh sama bunda? Kaki kamukan lagi sakit." jelas Arya.
"Udah nggak sakit kok bang, orang cuma biru sedikit doang."
"Nggak Na, nanti kalo udah sembuh abang ajak jalan-jalan deh."
"Ishh, abang mah nggak asik." Karena ajakannya yang ditolak Alana pun semakin cemberut.
"Na, jangan cemberut gitu dong." Arya pun mencari ide agar Alana tidak cemberut lagi.
"Kita main The whisper challenge aja gimana?" ucap Arya memberi penawaran.
"Ok, tapi abang duluan ya yang aku kasih tebakan."
"Ok, yang kalah dicoret ya." kata Arya menunjukkan bolpoin di depan wajah Alana.
"Ok, siapa takut."
The whisper challenge adalah permainan berbisik. Dalam games ini dilakukan dengan berpasang- pasangan. Sepasang orang yang bermain dalam games ini satu bertindak sebagai penebak dan satu lagi bertindak sebagai pembisik. Penebak akan menggunakan headphones dengan volume musik yang agak keras, dan pembisik akan mengucapkan kata yang harus ditebak oleh si penebak.
The whisper challenge pun dimulai dengan Arya yang menyumpal telinganya dengan earphone dan tak lupa dengan lagu yang diputar dengan volume cukup keras. Alana pun mulai memberi tebakan.
"Baper!!" teriak Alana memberi tebakan.
"Baper!" tebak Arya.
"Laper!" teriak Alana lagi.
"Nggak denger Na!"
"Laperr!" ulang Alana.
"Oo laper."
"Wafer!" lanjut Alana.
"Wafer."
"Coba ulang." perintah Alana.
"Baper! Laper! Wafer!" ulang Arya. Kemudian Arya melepas earphone.
"Kalo baper bukan makan wafer Na, tapi better." kata Arya setelah mencermati kata-kata Alana tadi. Alana pun tertawa mendengar ucapan Arya.
"Haha..siapa yang baper? abang kali yang baper."
"Abang mah nggak baper tapi laper."
"Kan habis makan bang, masa laper."
"Oh ya ya, nggak jadi deh."
"Lah gimana si bang, sekarang giliran Alana."
"Sebentar sebentar, ada yang kurang Na." Arya mencoret pipi kanan Alana dengan bolpoin.
"Lah bang kok dicoret." protes Alana.
"Lah kan abang bisa jawab tebakan Alana, jadi Alana ya dicoret lah." ucap Arya menjelaskan.
"Katanya yang kalah."
"Ini kan abangnya bisa nebak jadi abang menang dan Alana kalah. Ya kan?" Arya menaik turunkan alisnya.
"Ya kan Alana kira nggak gitu, toh udah terlanjur dicoret."
"Ok sekarang giliran Alana." Alana pun memakai earphone.
# # #