"Guru kami berkata bahwa jika kita bisa mendapatkan peringkat tiga di lomba yang kita ikuti, maka kita akan mendapatkan hadiah. Ngomong-ngomong, Kak, seberapa cepat Kakak bisa berlari? Apakah Kakak sering diandalkan oleh guru dan teman-teman sekelas Kakak dalam lomba lari?" Nayla mengabaikan tatapan jijik dari Andre saat mendengar kata pertemuan olahraga dan terus bertanya.
"Tidak buruk, dan tidak juga." Jawab Andre dengan datar.
"Tidak buruk?" Nayla mengedipkan sepasang matanya yang hitam dan besar sambil mengulang perkataan Andre. Sesaat kemudian dia bertanya lagi dengan polos, "Kakak, ketika kau berpartisipasi dalam pertemuan olahraga di tahun-tahun sebelumnya, peringkat berapa yang berhasil Kakak dapatkan dalam lomba-lomba yang kau ikuti?"
"Sebelumnya ...Aku tidak banyak berpartisipasi ..." Andre terbatuk dengan canggung. Dia teringat bahwa meskipun gurunya selalu meminta Andre agar dia ikut berpartisipasi dalam pertemuan olahraga di tahun-tahun sebelumnya, Andre selalu menolaknya setiap saat.
"Hah?" Nayla terdengar sedikit kecewa. "Apakah ini pertama kalinya Kakak berpartisipasi dalam pertemuan olahraga?"
"Bisa dibilang begitu..."
"Ah, begitu...Tapi tidak apa-apa, aku akan tetap mendukungmu !!" Nayla memasang wajah kecewa pada awalnya, tapi dia segera bersorak dan mengepalkan tangan kecilnya sambil berkata dengan penuh semangat ke arah Andre.
"..." Andre terdiam dan menatap Nayla sambil menggertakkan giginya. Dia memutuskan untuk tidak berkomentar terhadap kata-katanya.
-
Ini adalah pertemuan olahraga ke-37 di sekolah mereka.
Pada pukul 8 pagi, musik "Athletes March" terdengar di radio sekolah tepat waktu.
Setelah siswa dari semua kelas di semua tingkatan berbaris dan memasuki lapangan olahraga dalam urutan yang sama seperti saat mereka biasanya melakukan olahraga pagi. Kemudian pak kepala sekolah mulai, murid perwakilan para atlet dan guru perwakilan para wasit mulai berpidato secara berurutan.
Setelah pidato dari orang-orang itu selesai, kepala sekolah berdiri di mimbar dan melambai kepada murid-murid sekolah yang ada di depannya, "Baiklah, pertemuan olahraga ke-37 dari sekolah ini secara resmi dimulai sekarang. Lomba pertama yang akan kita adakan adalah Perlombaan estafet 4x100 m untuk setiap kelas. "
Setelah dia selesai berbicara, guru dari setiap kelas membawa siswa-siswa mereka keluar dari lapangan olahraga dengan tertib, dan kemudian pergi ke area penonton untuk mengambil tempat duduk mereka.
Nayla berjalan dengan teman-teman sekelasnya dan terus mengedarkan pandangannya ke sekeliling untuk mencari sosok Andre.
Tapi setelah melihat ke sekeliling selama beberapa saat dia tetap tidak bisa menemukan sosok Andre. Sampai setelah dia duduk di panggung penonton, akhirnya Nayla menemukan sosok Andre dengan nomor atlet di depan dadanya. Saat ini dia berada di depan kantor inspeksi di lapangan olahraga.
"Oke, ini adalah posisi area penonton kelas empat dari kelas dua kita." Setelah mengantarkan anak-anak kelasnya ke tempat duduk mereka, guru kelas Nayla berkata kepada mereka, "Bagi siswa yang berpartisipasi dalam lomba di belakang, dengarkan baik-baik. Saat giliran kalian tiba, pastikan untuk melapor ke kantor inspeksi secara tepat waktu. Siswa-siswa lain yang mau menonton lomba juga bisa menonton dari sini. Yang mau kembali ke kelas untuk membaca ataupun bermain juga bisa kembali ke kelas. Yang mau pergi ke dekat lapangan olahraga untuk menyemangati teman-teman kalian juga silakan, tapi berhati-hatilah. Jangan sampai kalian melewati garis merah tersebut. Nah, sekarang adalah waktu bebas sebelum lomba. "
"Yaaa!!" Teman-teman sekelas Nayla tiba-tiba bersorak.
"Sekarang aku akan melapor ke kantor inspeksi. Kalian boleh bebas ke mana saja." Setelah berkata begitu, guru mereka berbalik dan pergi.
Setelah guru kelasnya pergi, para siswa di kelas Nayla meninggalkan tempat itu dan mengobrol dengan seru tentang apa yang harus mereka lakukan saat ini.
"Nayla, apakah kamu ingin duduk di sini atau kembali ke kelas?" Seorang gadis yang duduk di sebelah Nayla mengulurkan tangannya dan mendorong lengan Nayla sambil bertanya dengan suara rendah.
"Aku ingin pergi ke dekat lapangan olahraga di bawah." Nayla menoleh dan berkata kepada gadis itu, "Kakakku akan berpartisipasi dalam tiga lomba nanti, dan aku ingin mendukungnya!!"
"Hei? Apakah kakakmu akan berpartisipasi dalam lomba juga?" Gadis di sebelah Nayla tiba-tiba meninggikan nada suaranya, "Aku juga ingin melihatnya!"
"Uh… huh?" Nayla menoleh dan menatapnya.
"Kakakmu sangat tampan..." Mata gadis itu terlihat berbinar-binar, dan wajahnya mulai merona merah.
"Hehe, memang, aku tahu bahwa kakakku adalah kakak yang paling tampan." Setelah Nayla mendengar kata-kata gadis itu, wajah kecilnya segera dihiasi dengan sebuah senyum yang cerah.
"Kalau begitu, ayo kita turun dan menonton bersama." Gadis itu meraih lengan Nayla, menariknya ke atas, dan berjalan menuju lapangan olahraga di bawah.
Saat ini yang lomba yang sedang berlangsung adalah perlombaan estafet 4x100 m kelas satu. Anak-anak kelas satu yang menjadi peserta lomba terus berlari mengelilingi lapangan olahraga, sementara teman-teman mereka dari masing-masing kelas berteriak-teriak untuk menyemangati teman sekelasnya.
Ketika Nayla dan yang lainnya tiba di lapangan olahraga, lomba lari estafet kelas satu baru saja berakhir. Setelah guru yang berperan sebagai wasit menentukan peringkatnya, mereka memasuki lomba lari estafet untuk kelas dua.
"Hei, anak kelas dua di jalur lari di sana tampaknya berasal dari kelas kita." Nayla mengangkat kepalanya dan melihat beberapa anak laki-laki yang sedang bersiap-siap di garis awal di depannya dan menunjuk salah satu dari mereka ke arah gadis di sampingnya.
"Eh... Bukannya dia anak kelas satu dari kelas dua?" Gadis itu memandang Nayla dengan ekspresi takjub sebelum menunjuk ke jalur lari lain, "Jalur ketiga adalah kelas kita!"
"Uh ..." Setelah mendengarkannya, Nayla tersenyum dengan canggung, "Maaf, aku... Aku tidak hapal nama teman sekelas kita."
"Kenapa?" Gadis itu menatapnya dengan ragu dan bertanya, "Apakah kau mengalami kebutaan wajah?"
"Maksud kamu apa?"
"Meskipun kau sudah sering bertemu orang itu, tapi jika bertemu lagi, kau tetap tidak bisa mencocokkan wajah dengan namanya."
"Itu... Sepertinya sedikit ..." Nayla mengulurkan tangannya dan menggaruk kepalanya dengan malu.
"Hei ..." Gadis itu menghela nafas dan setelah beberapa saat, dia berbalik untuk menatap Nayla dan bertanya, "Apa kau tahu namaku?"
"Itu ..." Nayla menatapnya dengan canggung.
Dia benar-benar tidak tahu siapa nama gadis di sebelahnya, dia hanya tahu bahwa dia ada di kelasnya.
"Namaku Sheila!" Sheila memandang Nayla dengan ekspresi takjub. "Kau harus mengingatnya, ya!"
"Oke!" Nayla mengangguk dengan sungguh-sungguh, "Aku akan mengingatnya."
"Oh, lomba lari kelas kita telah dimulai!" Sheila tersenyum pada Nayla, dan ketika dia menoleh, dia melihat bahwa perlombaan estafet 4x100 dari kelompok kelas dua telah dimulai di lapangan olahraga.
"Ayolah! Ardhie, ayo! "Sheila menyeret Nayla ke tempat yang paling dekat dengan lintasan lari, dan kemudian bersorak pada teman-teman sekelasnya yang berlari di landasan dengan girang.
"Anton, ayo! Anton, ayo!"
"Benjamin, ayo! Benjamin, ayo!"
"Kendra, ayo! Kendra, ayo!"
Nayla memperhatikan Sheila memanggil nama empat teman sekelasnya satu per satu, dan tiba-tiba bertanya dengan ekspresi terkejut: "Apakah kamu ingat nama semua teman sekelas kita?"
"Ya!" Sheila menoleh dan berkata kepada Nayla: "Yah, kita telah berada di kelas yang sama selama setahun."
"Uh ..."
Nayla merasa sedikit malu.
Setelah lomba kelas dua selesai, maka lomba kelas tiga, empat, dan lima, akan berlangsung. Setelah semuanya selesai, akhirnya lomba kelas enam akan berlangsung.