Di saat ibunya sedang sibuk merapikan tempat tidur dan mengatur barang-barang Nayla, Andre melirik Nayla sekali lagi.
Gadis kecil itu duduk dengan tenang di kurs. Matanya yang terlihat jernih bagaikan kaca mengikuti sosok ibunya sepanjang waktu. Selain itu, dia hanya duduk diam seperti boneka yang tidak bisa berbicara.
Berakhir sudah, pikir Andre dengan getir. Dia tahu bahwa ibunya tidak akan bisa menahan godaan terhadap gadis kecil yang imut seperti Nayla. Jika Nayla terus tinggal di sini dan bersikap dengan patuh, mungkin tidak lama lagi Andre yang akan diusir oleh ibunya.
Andre duduk di depan meja di ruang tamu dan memandang Nayla sambil menggigit pensil di tangannya.
Tidak lama setelah Ibunya selesai merapikan tempat tidur, mereka mendengar sebuah ponsel yang berdering dari arah lemari sepatu di ruang tamu.
Andre menoleh dan melirik lemari sepatu sebelum berteriak kepada ibunya. "Bu, ponselmu berdering!"
"Kalau begitu tolong ambilkan ponselku, Andre!" Balas Ibu Andre sambil meletakkan sarung bantal di tangannya.
"Oh, baiklah..." Andre meletakkan pensil di tangannya dengan enggan dan berjalan ke lemari sepatu. Kemudian dia mengambil ponsel ibunya dan berjalan kembali ke kamar tidur. Andre menyerahkan ponsel tersebut kepada ibunya sambl berkata. "Dari atasan Ibu."
Setelah mendengar kata-katanya, ibu Andre menjatuhkan bantal di tangannya dengan buru-buru sebelum mengambil ponsel tersebut. Kemudian dia menekan tombol jawab dan berkata, "Halo, Pak Direktur."
Di saat perhatian ibunya sedang teralihkan, Andre menoleh dan memandangi selimut baru di tempat tidur. Matanya melebar dengan kaget saat menyadari bahwa itu adalah selimut bergambar Doraemon. Terakhir kali dia melihat selimut ini, dia harus merengek-rengek kepada ibunya untuk memakai selimut ini. Akan tetapi, sekarang dia membiarkan Nayla memakai selimut tersebut meskipun Nayla tidak merengek kepadanya.
Andre menggigit bibirnya dengan kesal dan melirik Nayla dengan tajam sekali lagi.
"Apa? Anda ingin saya mengikuti perjalanan bisnis lagi sekarang?" Ibu Andre berbalik dan berjalan menuju jendela kamar tidur sambil memegang ponsel di tangannya: "Seberapa lama perjalanan bisnis itu?"
"Satu minggu? Terlalu lama, tidak bisakah ..."
"Kompensasinya gaji dua bulan yang dibayarkan secara langsung? Dengan segala hormat, Pak Direktur, jumlah segitu masih tidak cukup. Keluargaku..."
"Apa? Gaji tiga bulan ditambah dengan liburan setengah bulan?...Kalau begitu ..Baiklah ..." Ibu Andre menghela nafas dengan pasrah dan akhirnya dia menerima permintaan atasannya. Lalu dia kembali bertanya, "Lalu kapan kita akan pergi? Apa? Sekarang!?"
Saat mendengar kata-kata ibunya, Andre menoleh ke arahnya.
Setelah ibunya mengucapkan beberapa patah kata lagi kepada atasanya, dia memutus sambungan telepon.
Setelah menurunkan ponselnya, ibu Andre berdiri di dekat jendela dan menghela napas panjang. Kemudian dia berbalik dan melambai kepada Andre dan Nayla, yang segera berjalan ke arahnya. Setelah itu Ibu Andre berjongkok dan berkata kepada mereka berdua. "Maaf, anak-anak. Ibu mendapat pemberitahuan darurat dari atasan Ibu barusan. Dia menyuruh Ibu untuk mengikuti perjalanan bisnis selama seminggu. Beberapa saat lagi, sopirnya akan menjemput ibu dan kita akan segera berangkat ke bandara. Jadi, aku harap kalian berdua bisa patuh di rumah dan tidak bersikap nakal selama Ibu pergi, oke?"
Saat dia berbicara, dia menoleh dan berkata kepada Andre dengan wajah serius: "Andre, tolong jaga adikmu dengan baik. Dan ingat, jangan sekali-kali kau berani menindasnyanya….Kau mengerti?"
"Ya, aku mengerti..." Andre menelan ludah dan menjawab Ibunya dengan serius.
"Nayla, Ibu akan pergi selama beberapa hari. Selama Ibu pergi, kakak laki-lakimu yang akan menjagamu. Jika dia berani menindasmu, maka saat kau harus memberitahu Ibu saat Ibu pulang nanti, oke? Dengan begitu Ibu bisa memberi pelajaran untuknya. Kau mengerti?" Tanya Ibu Andre dengan cemas sambil menatap Nayla.
"Ya." Nayla mengangguk dengan patuh. Kemudian dia membuka mulut kecilnya yang berwarna kemerahan seolah-olah ingin mengatakan sesuatu, tetapi pada akhirnya dia tidak mengatakan apa-apa.
Ibu Andre menatapnya dengan ramah dan mengulurkan tangan untuk mengusap-usap kepala Nayla dengan lembut. Kemudian dia bertanya sambil tersenyum. "Ada apa, sayang? Apa ada yang ingin kau katakan kepada Ibu?"
"Ibu ... apakah Ibu akan segera kembali setelah perjalanan bisnis Ibu selesai?" Nayla mengedipkan mata bulat besarnya dengan polos sambil memandang ibu Andre dan bertanya dengan suara pelan.
Tetapi perkataan Nayla membuat Ibu Andre merasa begitu iba sehingga dia hampir tidak tega untuk meninggalkannya.
Nada suara Nayla terdengar sangat berhati-hati dan penuh dengan harapan, seolah-olah dia sedang memegang sebuah gelas indah yang rapuh di tangannya dan menjaga gelas itu mati-matian agar tidak terjatuh atau terbentur dengan sesuatu secara tidak sengaja. Dia tidak ingin mendengar jawaban yang mengecewakan dari Ibu Andre.
Ibu Andre mengulurkan tangannya dan memeluk tubuh mungil Nayla. Beberapa saat kemudian dia mencium kepala Nayla sebanyak dua kali dan berkata, "Dasar anak bodoh, tentu saja ibu akan kembali. Ini adalah rumah kita. Ke mana pun Ibu pergi, pada akhirnya Ibu harus pulang ke sini. Sama seperti kalian berdua. Nah, Ibu harap kau bisa menjaga sikapmu dan patuh di rumah bersama kakakmu. Tunggu Ibu kembali, oke? "
"Ya." Ibu Andre memeluk Nayla dengan sangat erat. Dan setelah mendengar kata-kata Ibunya, akhirnya Nayla tertawa pelan dan mengangguk dengan antusias.
Sesaat kemudian mereka semua mendenga bunyi klakson mobil dari luar gerbang rumah.
Ibu Andre mengecek jam tangannya dan berkata dengan kesal sambil mengerutkan keningnya, "Ah, kenapa dia datang terlalu cepat?? Baiklah, aku akan mengemas barang-barangku terlebih dahulu. Kalian berdua tinggal di rumah dan jangan nakal, mengerti?"
Setelah berkata begitu, Ibu Andre segera berdiri dan bergegas mencari kopernya.
Sebenarnya Andre sudah terbiasa dengan suasana ini. Ibunya memang sering mengikuti perjalanan bisnis secara tiba-tiba seperti ini. Setelah mendengar perkataan Ibunya, dia langsung kembali mengerjakan pekerjaan rumahnya.
Sesaat kemudian, Ibu Andre menyeret kopernya dan berjalan menuju pintu depan dengan panik: "Ibu pergi dulu, Andre. Kau harus menjaga adikmu dengan baik. Kau mengerti? "
"Iya, aku mengerti. Harus berapa kali aku mengatakannya..." Andre menjawab ibunya dengan sedikit tidak sabar.
Saat melihat ibunya berjalan keluar pintu, tiba-tiba Andre teringat akan sesuatu. Dia bergegas menyusul ibunya dengan panik dan berkata: "Bu! Tunggu sebentar! Apa Ibu lupa guruku meminta Ibu untuk pergi ke sekolah besok!"
"Lebih baik kau mengurusnya sendiri ..." Ibu Andre sudah berada di dalam mobil di luar, dan dia menurunkan kaca jendela mobil untuk berteriak ke arah Andre. "Ibu tidak akan bisa pergi ke sekolah besok!"
"..."
Sial!
Andre mengepalkan tangannya saat mobil di gerbang halaman membawa ibunya pergi. Sekarang dia hanya bisa tinggal di rumah dan menjaga adiknya, yang bahkan tidak dia ketahui darimana asalnya. Besok, dia juga harus berurusan dengan guru yang memberikan panggilan orang tua pada ibunya.
Andre merasa sangat frustrasi sehingga dia menarik-narik rambutnya dengan cukup keras.
Setelah menutup pintu depan, Andre berbalik dan memandang Nayla, yang masih berdiri diam. Dan sebuah ide tiba-tiba muncul di benaknya.
Andre berjalan ke arah Nayla sambil melihat pipinya yang merah muda dan bulat dan juga matanya yang sehitam tinta. Lalu dia berusaha keras untuk menunjukkan senyuman seramah mungkin sembari berkata: "Nayla, Kakak membutuhkan bantuanmu. "
Nayla berkedip dan melihat sudut bibir Andre yang sedikit melengkung. Senyumannya terlihat sangat anggun, bagaikan gelombang cahaya indah dan menyilaukan yang terpantul di atas air menyilaukan.