🍁🍁🍁
Dan anak Daddy yang terakhir, si bungsu Niskala yang diamnya saja sudah membuat orang tersenyum saking menggemaskannya. Di rumah dipanggil Seanne atau Adik dan di sekolah namanya Shankara, anak yang sangat hiperaktif sampai Yasha saja lelah menjaganya seorang diri. Seanne tidak bisa diam di satu tempat, ia akan terus berjalan dan menemukan hal yang membuatnya penasaran. Tak jarang anak itu sering tersesat dan membuat cemas saudaranya, tapi Seanne bukan penakut, ia justru segera mencari bantuan seperti satpam atau orang berseragam yang ia temui, bahkan seorang pedagang pernah ia mintai tolong ketika berpisah dari sang kakak.
Seanne tak pernah menolak untuk dipeluk bahkan pipinya selalu jadi incaran orang rumah, anak itu begitu pemilih dalam memilih makanan jadi terkadang membuat Gifya mau tak mau harus memutar otak agar si bungsu mendapatkan asupan gizi yang cukup. Roti dan susu adalah makanan kesukaan anak itu, apapun demi keduanya Seanne akan menurut yang membuat Gama 10 kali lebih takut ketika membiarkan si bungsu main sendiri. Selain itu cokelat dan ice cream vanilla selalu memenuhi kulkas di rumah.
Bayi mungil yang lahirnya menjadi sumber kekuatan bagi Gama, duda tampan itu banyak menghabiskan waktunya di rumah bahkan sempat memilih cuti demi mengikuti tumbuh kembang si kecil. Gama tak pernah membedakan kesembilan anaknya, ia begitu bahagia bisa menemukan sumber kebahagiaan yang tak bisa Gama beli dengan uang, sebuah keluarga kecil yang setiap harinya diisi dengan keributan kecil.
Satu-satunya anak yang bisa membuat Falen keluar demi membelikan buku dongeng untuknya dan membuat gadis itu stay di rumah ketika malam, karena biasanya Falen akan balapan dan pulang sebelum subuh. Ia takut pada Falen namun juga ingin dekat seperti pada kakaknya yang lain, melihatnya marah-marah ketika berbicara membuatnya tak berani bertingkah macam-macam. Ia juga dengan mudah menyatukan Yasha dan Assel yang saling menjauh ketika Yasha lebih sering tidur di ruang tamu dengan tugasnya daripada tidur di kamar mereka, padahal yang lain sudah melakukan berbagai cara namun gagal.
Tak ada yang bisa marah berlama-lama pada anak kecil yang hobi bermain bola itu, senyumnya selalu dijaga kedelapan kakaknya, ia tumbuh baik dengan penuh kasih sayang dan kedelapan kakaknya akan maju paling depan jika ada yang berani menyakiti adik bungsu mereka. Gama rasa adanya Seanne menyatukan anak-anaknya yang dulunya canggung saat pertama kali tinggal serumah.
_________
Seanne turun dari mobil Brio merah yang Yasha kendarai, setelah menyalami tangan sang kakak dan memeluknya sebentar. Ia segera turun dari mobil, Yasha merapikan rambut sang adik tak lupa mencubit pipi gembulnya.
"Baik-baik ya di sekolah, mang Hasbi nanti jemput jadi Adik jangan pulang duluan loh, tunggu aja di dalam sekolah dan jangan keluar sendirian ya?"
Seanne mengangguk semangat, ia menunjuk teman laki-lakinya yang sudah menunggu di depan gerbang. "Seanne selalu sama River kok, Kak." Anak itu melambaikan tangan dengan senyum lebar
Setelah memastikan dua anak itu masuk ke dalam sekolah sambil bergandengan tangan, Yasha segera melajukan mobilnya ke kampus. Menyalakan musik untuk menghilangkan rasa kantuknya, semalam ia berkutat dengan laptop sampai menghabiskan empat cangkir kopi, gadis itu lagi-lagi harus begadang demi mengerjakan laporannya.
Seanne dan River masih bergandengan tangan sampai keduanya masuk ke dalam kelas, mereka sering dikira kembar karena kemana-mana selalu berdua. Tak ada yang bisa memisahkan keduanya walaupun pertemuan mereka adalah hal yang tidak terduga.
"Seanne ingat gak pertama kali kita bertemu?"
"Ingat, sampai sekarang River makan sayur tuh,"
River tertawa, "Kalo bekal kita nggak tertukar kita masih bisa berteman tidak ya?"
Seanne menatap temannya itu lalu mengangguk dengan wajah serius, "Pasti bertemu kok, kata Kak Una ada yang namanya takdir, kalo kita tidak bertemu saat bekal kita tertukar pasti kita bertemu di tempat lain atau mungkin di kejadian lainnya,"
River menganggukkan kepalanya, "River masih ingat saat Seanne menangis dulu, lucu.. seperti bayi,"
"Siapa yang tidak menangis kalo bekalmu tiba-tiba berubah jadi rebusan begitu, aku kan tidak suka sayuran, jadi aku tanya Bu guru sambil menangis,"
"Dan aku lihat kamu menangis seperti bayi,"
"Kata Daddy bukan hanya bayi saja yang menangis, orang dewasa pun bisa menangis kok,"
"Abangku tidak tau tuh, aku tidak pernah liat dia menangis, marah-marah terus seperti Ayah, untung Papa Dion tidak pernah marah dan pukul Mama,"
"Seanne juga tidak pernah lihat Kakak menangis, Abang juga.. tapi Seanne pernah melihat Daddy menangis di kamar sendirian,"
"Om Daddy menangis? Kenapa?"
"Tidak tau. Seanne ingat kata Mbak Ify untuk tidak bertanya ketika ada yang menangis, katanya dibiarkan dulu sampai tenang, urusan mau cerita atau tidak itu terserah. Tadinya Seanne mau bertanya tapi lupa karena sudah malam sekali,"
"Kalo begitu kita tanya kapan-kapan saja,"
Keduanya asyik bercerita sampai tak sadar ada seorang anak laki-laki bertubuh tinggi besar berdiri tepat di depan Seanne hingga membuat anak itu terjatuh karena menabraknya.
"BANI KOK NAKAL SIH?!" River tak terima Seanne terjatuh, ia mendorong tubuh besar itu sekuat tenaga walaupun usahanya sia-sia. Dengan sekali dorong River ikut terjatuh disamping Seanne
"Kamu ada masalah apa sama aku? Kenapa nakal sekali sih?!"
"Nggak suka aja liat kamu naik mobil, harusnya jalan kaki kaya aku, biar sehat dan nggak cengeng,"
"Eh, rumah Seanne sangat jauh ya! Kalau berjalan kaki nanti kaki Seanne yang sakit, rumah kamu kan berada di belakang sekolah, itu dekat tau!"
"Buang-buang tenaga ngomong sama dia, mending kita pergi aja. Ayo Seanne," River membantu Seanne berdiri namun Bani menahannya
"Gak usah dibantuin juga, nanti dia manja. Laki-laki itu harus kuat, masa gitu aja nggak bisa bangun sendiri sih, dasar lemah."
"Yang Seanne lihat gendut belum tentu kuat kok, kamu kalau kita dorong juga pasti susah berdirinya," Seanne bangkit sendiri, menepuk ujung celananya yang kotor
"Coba aja, kalian tuh kecil, mungil gitu mana bisa dorong aku sampai jatuh, mustahil!"
Seanne dan River saling melirik sebelum keduanya saling tersenyum lebar.
"Miss Jelita!"
"Hello miss,"
"Mana?" Bani celingukan sampai tak sadar kedua anak itu mendorongnya hingga jatuh "AWAS YA KALIAN!"
"Ahahaha kasian,"
"River, ayo berlari lagi."
***
"Sini, sini, River yang buka."
River mengambil alih bekal milik Seanne, begitu membukanya ia hanya mampu tersenyum seperti biasanya. "Kamu tuh--"
"River tidak boleh marah-marah depan makanan, tidak baik,"
"Itu kata siapa?"
"Kata Daddy kalau Kak kembar berantem,"
Mereka memang seumuran namun River lebih mengayomi dan bersifat dewasa saat bersama Seanne karena sebenarnya ia ingin punya adik tapi Ibun melarangnya, cukup stress Ibun punya dua anak. Saat istirahat pun keduanya makan bekal di dalam kelas, tentu mereka satu bangku.
"Mbak Ify masakin ini buat aku," Seanne menunjukkan kotak bekalnya yang berisi sandwich, sekotak susu rasa cokelat dan roti ubi. Yaaa, ia tak suka makan nasi tentunya dan itu membuat River geleng-geleng kepala melihatnya
River menunjukkan nasi goreng dan ubi rebus, anak itu menyodorkan tangannya agar Seanne mau makan sesuap nasi. "Kalo Seanne makan ini nanti River beliin roti deh,"
Seanne menggelengkan kepalanya mengindari River, ia menutup mulutnya rapat-rapat. "Tidak mau makan, River. Nasi tidak enak, Mbak kan sudah bawakan ini,"
"Sesuap aja, abis itu River jajanin," bujuk River sekali lagi, tak menyerah bahkan sampai mengejar temannya itu memutari kelas
"AKU TUH MAU MAKAN! JANGAN KEJAR-KEJAR AKU! RIVERRRRR!"
"MAKAN NASI DULU!"
"TIDAK MAUUUU!"
"SEANNE!"
"RIVER!"
Salah satu guru yang melihat keduanya berlarian di dalam kelas hanya menggelengkan kepalanya, ia memisahkan kedua muridnya itu sebelum salah satu dari mereka menangis atau yang lebih parah teman-temannya ikut berlarian juga.
"Kalian kenapa lari-lari? Kan mau makan, kasian temannya yang lain tuh nggak jadi makan karena liatin kalian." Mrs. Silvi mengelus puncak rambut keduanya secara bergantian
"River duluan miss yang mulai, Seanne kan mau makan tapi River kejar-kejar Seanne terus." Anak itu menunjuk River yang masih berusaha menagkap dirinya
"Seanne tidak mau makan nasi padahal mau River suapin, kan harus makan nasi,"
"Seanne tidak suka nasi, lembek seperti jelly,"
"Seanne kan suka jelly!"
"Tapi jelly enak, nasi tidak enak!"
Guru muda itu tersenyum mencubit pelan pipi keduanya, sangat menggemaskan dan membutuhkan kesabaran ekstra menghadapi murid-muridnya. "Kalian makan masing-masing aja yaa sebentar lagi masuk loh nanti makanannya nggak habis terus dimarahi, kalian mau dimarahi?" Keduanya sama-sama menggelengkan kepalanya, Mrs. Slivi menuntun keduanya ke meja dan memantau keadaan kelas supaya tentram
***
"BANI KEMBALIKAN JAKET SEANNE, NANTI HILANG!"
"BANI, SINI KAMU!!!"
"KEJAR AJA SINI KALO MAU AMBIL,"
Seanne begitu kesal dibuatnya apalagi River yang sudah membawa kemoceng dari kelasnya, mereka sudah jauh dari sekolah dan tidak tau berada dimana.
"Eh, ini kita nyasar bukan?" Tanya River menarik tangan Seanne untuk ia rangkul, keduanya memperhatikan sekitar yang tampak asing
"Sepertinya iya," Seanne mengelus tangan River untuk menenangkannya. "Tidak apa-apa River, Seanne sudah pernah tersesat kok. Ayo cari bantuan," ia menarik tangan River dan menggenggamnya sangat erat
"Kita cari Bani dulu ya? Seanne takut Bani juga tersesat,"
"Tidak akan. Percaya sama River deh, Bani kan pemberani pasti dia sudah pulang ke rumahnya, memang nakal dia tuh, pasti dia sengaja buat kita tersesat.
"River tidak boleh begitu tau, kalo Bani juga takut seperti River bagaimana? Bani kan sendirian, kita cari ya?"
River menghela nafas panjang kemudian menganggukkan kepalanya, keduanya bergandengan tangan mencari anak bertubuh besar itu, mereka berhenti saat melihat anak itu menangis dengan memeluk lututnya duduk dibawah pohon.
"Bani tidak apa-apa?" Seanne menepuk-nepuk pundak temannya itu
"Aku mau pulang,"
River mengacak rambutnya, celingukan mencari seseorang yang bisa mereka mintai tolong sementara Seanne menenangkan Bani yang menangis keras.
"Kalau sudah lelah menangis bilang Seanne ya nanti Seanne kasih permen, ehh." Seanne mengerjapkan matanya ketika permen yang ia tawarkan langsung temannya itu ambil, namun ia juga lega karena Bani sudah tidak menangis lagi
"Kalian ngapain? Kok ada di sini? Mainnya kejauhan anjirr,"
"Uto, bahasanya!"
Ketiganya menoleh saat dua anak laki-laki menghampiri mereka, dilihat dari seragamnya sepertinya mereka satu sekolah.
"Kita tersesat, kalian tau kantor polisi terdekat tidak? Kata Daddy kalo tersesat harus cepat cari bantuan,"
"Kantor polisi mah jauh, gimana kalo gue anter sampai sekolah aja,"
River dan Seanne saling tatap ragu, hal itu diketahui anak laki-laki dengan seragam tanpa dikancing itu.
"Kenalin, aku Hartanto, panggil aja Uto, kita beda kelas jadi wajar aja kalian nggak tau. Kamu pasti Seanne kan dan itu River."
"Hai.. panggil aku Jeo aja,"
"Kok kamu tau?"
Uto menganggukkan kepalanya, membuka permen lalu memakannya. "Gue--- aku maksudnya, sering liat kalian main, kembar ya?"
Kedua anak itu menggelengkan kepalanya dengan kompak.
"Tapi Seanne seperti adikku,"
"River kan tidak punya adik!"
"Seanne adiknya River kok,"
"Bacot ih, mau pulang juga," kesal Bani menatap malas mereka
"Itu Bani kalo kalian mau kenal, nggak penting juga sih," ucap River menunjuk anak laki-laki itu dengan ogah-ogahan
"Kalo kita berdua emang kembar," Uto merangkul Jeo yang sudah mengangguk antusias
"Iya kah? Kok berbeda?" Tanya River tak percaya
"Kakak kembar Seanne juga berbeda tapi mereka kembar,"
"Hmmm bener juga, River sampai lupa."
"Ayo pulang, kita anterin pake sepeda," ucap Jeo menepuk-nepuk sepedanya
"Tapi kita bertiga.."
"Kita juga, Awan lagi beli ice cream tadi.. sebentar lagi juga Awan datang kok, sambil nunggu ayo kita cerita apapun,"
Keempatnya duduk lesehan dan bercerita sana sini kecuali Boni yang memilih diam dan memperhatikan sekitar yang asing di matanya, ia menatap jaket milik Seanne yang ia pakai lalu melepasnya.
"Ini punya kamu," Bani melemparkan jaket tersebut pada Seanne
"Terimakasih," ucap Seanne mengikat jaket tersebut ke pinggangnya, ia memeluk tas yang ada di pangkuannya "Lain kali ayo main bola bersama, pasti seru."
"Boleh juga, aku pun penasaran sama anak kelas 3 A yang jago main bola, kita harus latihan bareng ya," ucap Jeo
Tak lama datang anak laki-laki seumuran mereka dengan baju taekwondo tanpa sabuk mengendarai sepeda. "Wahhh pada ngumpul semua ya," ia tersenyum ramah bahkan turun untuk menyalami tangan mereka satu per satu
"Kok kamu di sini? Mau ngajak berantem aku atau mau ganggu temen-temenku?" Ucapnya ketika melihat Bani disana, yang ditanyai begitu lantas menggelengkan kepalanya takut
"Kita bertiga nyasar, katanya mereka mau antar kita ke sekolah," ucap River saat sadar jika Awan dan Bani ada masalah
"Ooo okay kalo gitu Bani sama aku, biar dia nggak macam-macam,"
"Apa-apaan? Aku mau sama Seanne kok,"
River memeluk Seanne, tak membiarkan anak itu dekat-dekat dengan Bani. "Tidak boleh! Seanne sama River tau! Awan jangan biarkan Bani sama Seanne ya? Dia nakal soalnya," melihat Awan mengangguk membuat River tersenyum lega
"Yaudah nih River bonceng Seanne biar aku bonceng Jeo aja," Uto dengan senang hati menawarkan sepedanya
Tiga sepeda dengan enam anak itu menyusuri jalanan dengan penuh tawa, tak jarang mereka juga saling meledek apalagi Bani yang berkali-kali kena semprot Awan entah apa masalah keduanya.
"Nah itu aden.. ya Allah Aden Seanne tidak apa-apa kan? Aden River juga baik-baik aja kan?" Mang Hasbi mengecek anak majikan dan temannya itu
"Tidak apa-apa kok mang, maafkan Seanne membuat mamang panik tapi Seanne baik-baik saja, tolong jangan bilang pada Daddy dan kakak yang lain ya,"
"Iya, mang. Jangan bilang Ibun juga ya, Ibun serem kalo marah nanti River tidak boleh main di sungai lagi,"
"Iya, mamang tidak akan bilang kok. Sekarang ayo pulang,"
"Kita pamit ya, terimakasih bantuannya," baik Seanne atau River melambaikan tangan dan bertos dengan mereka
"Awas aja kamu ganggu mereka lagi, sekarang mereka temenku," kata Awan membuat nyali Bani menciut
***
"Kok Kak Le tidak ada di rumah ya? Katanya tidak boleh berangkat sekolah,"
"Iya, semua pintu dikunci Seanne, bagaimana kita masuk?"
Keduanya duduk di teras, mobil mang Hasbi sudah pergi begitu mereka sampai.
"Mami Okta," panggil Seanne berlari menuju gerbang, River yang melihatnya lantas mengikuti. Tak lupa keduanya menyalami tangan wanita paruh baya itu
"Loh, Seanne sama River kok diluar sih? Kenapa nggak masuk? Yang lain kemana kok sepi banget keliatannya?" Mami Okta selaku tetangga samping sekaligus mamanya Harsa mengelus rambut kedua anak itu
"Seanne juga tidak tau, sepertinya Kak Le pergi. Kita boleh menunggu di rumah mami sebentar tidak sebelum Kakak kembar pulang sekolah,"
"Boleh banget dong, ayo masuk aja sayang," dengan senang hati Okta menuntun dua anak itu ke rumahnya yang sepi, tinggal bersama Harsa yang kuliah, dua anak tertuanya yang sudah menikah dan tinggal jauh darinya serta sang suami yang bekerja di Singapura makin membuatnya kesepian, untung saja Seanne sering main kemari
"Kalian istirahat dulu aja ya, Mami mau ambilkan makanan, pasti kalian lapar ya?"
"Wahh Mami hebat sekali, bisa tau kita lapar," seru River membuat Okta tersenyum gemas
Seanne membaringkan tubuhnya di lantai sementara River di sofa.
"Seanne, nanti masuk angin nak, ayo tiduran di sofa sama River," Okta membawakan nampan berisi makanan untuk keduanya, melihat mereka makan dengan lahap membuatnya tersenyum senang
"Masakan mami yang terbaik," ucap keduanya mengacungkan jempol
"Kalian main dulu deh ya, mami mau beres-beres gudang,"
"IKUTTT," baik Seanne maupun River langsung berlari membawa piring saat Okta selesai menemani keduanya makan
"Main aja sana,"
"Tidak mau. Seanne mau bantu Mami,"
"River juga! Lagian Abang Rhendika belum jemput jadi ayo bantuin mami Okta,"
Okta menggelengkan kepalanya, mau tak mau mengizinkan kedua anak itu membantunya membereskan gudang, tentu hanya mengangkat barang-barang kecil yang ringan.
"Mami, di sini tidak ada tikus ya? Rumah River banyak tikusnya kalo di gudang, untung tidak sampai ke kamar,"
"Makanya punya Pika nanti ngejar tikus seperti Tom and Jerry,"
"Tapi Pika liat tikus lari," ucap River menatap temannya itu
"Iya juga.. besok Seanne ajak Pika menonton Tom and Jerry deh."
Okta hanya menahan gemas mendengarnya.
***
"Cil, ngapain disitu heh? Ngerepotin orang aja kamu!" Lingga mengacak-acak rambut Seanne begitu si kembar tiga masuk ke dalam rumah Harsa
"Enggak ngerepotin sama sekali kok, justru Mami senang ada Seanne sama River disini," Si kembar tiga lantas menyalami tangan Okta. "Ayo makan dulu, rumah kalian sepi banget. Makan disini aja ya, bentar mami siapin dulu,"
"Ehh nggak usah repot-repot mami, kita udah makan kok tadi," ucap Assel
"Bohong ya.. biasanya kalo kalian makan pasti dibawain juga buat adiknya,"
"Ya Allah.. beneran mami, kita abis makan lontong sayur tadi,Adik kan nggak suka sayur jadi nggak dibeliin," kata Lingga
"Bener?"
"BENERAN MI," ucap si kembar kompak
"Yaudah mami siapin cemilan deh," Okta masuk ke dalam rumahnya untuk mengambilkan beberapa camilan
"Mami Okta baik sekali ya, Adik jadi merasa punya Mami,"
"Kan Mami juga maminya kalian sayang, anggap begitu ya," sekembalinya Okta ia memngelus rambut mereka satu persatu dengan penuh kasih sayang
"River juga jadi punya tiga ibu deh," ucapan polos itu membuat Okta terkekeh
Melihat mereka bermain di halaman rumahnya membuat suasana rumah Okta yang sepi jadi ramai, ia iri pada Gama yang rumahnya tak pernah sepi.
🍁🍁🍁
— Chương tiếp theo sắp ra mắt — Viết đánh giá