Pikirannya melayang, seolah dia telah kembali ke beberapa tahun lalu.
Tahun itu, Xie Shi'an baru berusia sembilan belas tahun.
Dia telah menyaksikan keburukan dan kompleksitas sifat manusia dengan matanya sendiri. Ditambah lagi, dia baru saja mengalami kematian orang yang dicintainya. Hatinya mati dan hampa.
Di pesawat untuk studi ke luar negeri, dia menolak makanan dan minuman yang disajikan pramugari dan hanya menutup mata untuk tidur sepanjang perjalanan.
Namun, dia sama sekali tidak bisa tidur. Matanya memerah saat dia mengingat kembali adegan kematian tragis saudara perempuannya.
Air mata diam-diam menetes dari sudut matanya saat dia buru-buru menyeka mereka.
Tidak ingin penumpang di sekelilingnya menyadari apapun, Xie Shi'an menekan emosinya dan menggenggam tangannya erat-erat. Namun, dia masih tidak bisa menahan getaran.