Jeremi menoleh ke arah Jeni yang duduk di sampingnya seraya mengukir senyuman.
'Anggap saja saya ini para normal, Jen. Karena perasaan saya selalu berbisik disaat kamu tengah membutuhkan bantuan,' gumam Jeremi dalam hatinya. Beruntung dia kembali fokus ke jalan raya sehingga tetap mengemudikan kendaraannya dengan baik.
"Kok Mas Jeremi malah diem. Mas kesal ya sama saya?" celetuk Jeni bertanya dengan tatapan polosnya.
"Bagaimana bisa kesal, Jen. Yang ada malah sayang," jawab Jeremi keceplosan.
"Maksudnya, Mas?" Jeni tercengang.
"Oh sorry maksudnya. Kasih sayang seorang kakak pada adiknya mana bisa kesal. Sekesal-kesalnya ya tetap sayang," ralat Jeremi atas keceplosannya barusan.
"Jadi Mas Jeremi kesal?" Jeni bertanya lagi pura-pura tidak paham.
"Ah kamu ini kenapa sih? Bikin gemes aja. Mana bisa kesal Jeni!" sangah Jeremi sambil memencet itu Jeni dengan tangan kirinya karena gemas dengan kebawelan Jeni yang lagi-lagi bertanya dengan pertanyaan konyol.