Chimera melompat untuk menerkam Anwen namun Anwen berhasil menghindar dengan bergeser dari dari jangkauan cakar makhluk itu dan melakukan tusukan ke dada makhluk itu tetapi itu tidak memberikan luka yang fatal dan hanya memancing makhluk itu semakin mengamuk serta menyerang dengan brutsl.
Setelah tujuh menit bertarung dan bergerak terus menerus Aneen mulai kelelahan, kecepatannya menurun secara drastis di tambah lagi luka-luka yang ia peroleh, membuatnya semakin tidak bisa bergerak cepat.
Lambat laun pertahanan Anwen mulai terbongkar, membuat chimera semakin mudah memberikannya luka.
"Ahk!"
Anwen terkena hantaman cakar di bahu, darah segera mengalir dan menghiasi permukaan tanah. Anwen masih terus bergerak, dia mati-matian berjuang untuk memenangkan pertarungan.
Di tengah-tengah pertarungan, di saat ia terus bergerak menghindar dan membalas serangan lawan dia teringat dengan kakaknya yang sedang mengajarinya menggunakan pedang.
Saat itu kakaknya berkata "Pejuang sejati tidak akan mundur dari pertarungan. Lebih baik kalah dari pada menyerah. Saat mereka sudah maju ke medan perang maka mereka hanya memiliki dua pilihan. Menang atau kalah."
Sambil menahan semua rasa sakit yang menjalar di seluruh tubuhnya, Anwen mengangkat pedangnya untuk melakukan tebasan demi tebasan yang ia bisa dan berkata, "Lebih baik kalah dari pada menyerah. AYO MAJU!" Anwen berteriak keras, mengeluarkan segenap kekuatan yang tersisa untuk menumbangkan lawan namun sang lawan pun tidak menyerah.
Slas!
Luka demi luka terbuka dan darah demi darah tumpah. Mereka terus bertukar serangan selama tiga menit dan pemenang dari pertarungan tersebut mulai terlihat.
Chimera mulai mendominasi pertarungan dengan melakukan rangkaian serangan hingga Anwen hanya bisa menghindar tanpa bisa melakukan serangan balik.
Gadis itu terus bergerak, bergeser ke kiri, berguling, melompat, merunduk dan berlari hingga di suatu moment dia jatuh tersugkur karena tersandung kaki sendiri dan pedangnya terlempar jauh ke depan.
Dia berbalik dan terbelalak saat melihat chimera sudah melompat ke depan untuk menerkamnya. dan ..."KAKAAAK!" teriaknya sambil memejamkan mata, bersiap untuk menerima rasa sakit paling mengerikan yang akan merampas nyawanya namun di saat dia telah menantikan rasa sakit itu menghampirinya, rasa sakit itu tidak kunjung datang.
Sesaat sebelum dia membuka mata dia mendengar suara semak-semak bergemerisik seperti diterobos oleh sesuatu lalu tidak lama kemudian chimera itu meraung dan suasana menjadi hening.
Dia membuka mata dan terkejut melihat sosok kakaknya telah berdiri di hadapannya sambil memegang pedang yang belumuran darah. "K-Kakak …," ucapnya lirih. Terlalu lirih hingga tidak dapat didengar oleh Rion.
'Apa aku berhalusinasi?' Anwen bertanya-tanya di dalam benaknya. Dia sulit untuk mempercayai bahwa Rion datang menyelamatkannya.
Setelah tiga detik terdiam menatap sosok yang ada di hadapannya Anwen kdmbali terkejut saat akhirnya dia tersadar chimera yang tadi ada di hadapannya kini telah tergeletak di depannya dengan kepala terpenggal.
Dengan kaki gemetar dan darah yang masih mengalir dari luka-lukanya, Anwen berusaha bangkit berdiri karena teringat dengan Odette.
Sementara itu Rion nampak mematung di tempat sambil menatap Anwen dengan sangat lekat. Wajah putih gadis itu nampak dihiasi darah dan pakaiannya pun telah berlumuran darah.
Anwen baru saja berdiri dan kepalanya langsung terasa pusing, pandangannya mengabur dan area di sekitarnya terasa berputar. Hal itu membuat dia kembali terjatuh namun kali ini dia tidak terjatuh ke tanah tetapi ke dalam pelukan seseorang.
Dari balik pandangannya yang mengabur dia melihat wajah seorang pria berambut cokelat yang selalu mengikuti sang raja kemanapun sang raja pergi. "Tri-Trishy … kau di sini? Sejak kapan?" tanyanya sangat lemah.
Mata ungunya bergeser ke kanan untuk melihat pria berambut abu-abu yang berdifi dalam keheningan lalu kembali melihat Trish dan berkata, "Kakak?"
Mengerti bahwa Anwen sedang ingin memastikan bahwa pria yang berdiri dalam diam itu benar-benar kskaknya, Trish mengangguk.
"Ayo pergi!" ucap Rion sambil berbalik untuk melangkah pergi meninggalkan tempat tersebut.
"Tidak!" ucap Anwen yang menghentikan langkah Rion.
Anwen bangkit dari pelukan Trish dan mencoba berdiri tegak. "A-aku harus membantu Nona Ody," ucapnya dengan napas terengah-engah. Dia tidak tahu mendadak saja dia merasa sulit bernapas hingga dia kembali terjatuh dan Trish menangkapnya lagi.
Rion berbalik dengan tekejut, dia khawatir dengan keadaan Anwen namun dia menyembunyikan perasaan itu di balik wajah datarnya.
"K-Kakak!"
Mata Rion sedikit melebar saat mendengar Anwen memanggilnya. Setelah enam tahun lamanya, ini adalah kali pertama Anwen memanggilnya.
Dengan napas terputus-putus Anwen melanjutkan ucapannya. "K-Kakak, tolong Nona Ody, dia mengalihkan perhatian chimera untuk menolongku. Ta-tadi kami diserang oleh dua chimera. K-kakak, aku mohon selamatkan Nona Ody, jika terjadi sesuatu padanya aku tidak akan bisa memaafkan diriku sendiri." dia mulai menangis dan napasnya bertambah berat.
"Trish bawa dia pulang."
"Tapi Yang Mulia A–" ucapan Trish terpotong saat Rion dengan cepat berlari ke barat meninggalkan tempat itu.
Trish memandang Rion yang dengan cepat menjauh lalu beralih melihat Anwen. Gadis itu terlihat semakin kesulitan bernapas dari waktu ke waktu dan itu membuat Trish panik. Dia segera menggendong Anwen ala bridal style dan melangkah cepat menuju pintu keluar hutan.
***
Rion berlari mengikuti bercak-bercak darah yang tersebar di sepanjang jalan menuju ke barat. Itu adalah darah dari chimera yang ekornya telah dipotong oleh Anwen. Di tengah langkah cepatnya, dia teringat dengan Anwen yang beberapa waktu lalu memanggilnya 'kakak' dan sebuah senyum tulus yang tipis terbit dari wajahnya.
***
Sementara itu Odette yang masih dikejar oleh chimera terus berlari tanpa tujuan. Dia tidak tahu dia mendapat kekuatan dari mana tetapi dia berlari sangat cepat dan bergerak lincah melompat serta menghindari akar-akar pepohonan yang menonjol keluar ke permukaan tanah namun langkahnya harus terhenti saat chimera yang mengejarnya melompat dan menghadang jalannya.
Glug.
Odette menelan ludah. Napasnya terengah-engah dan keringat membanjiri wajahnya.
Grrr…
Makhluk tersebut meraung dan mencoba mendekat. Odette segera melempar bola tidur kepada makhluk itu tetapi makhluk itu berhasil menghindar. Bola kedua dilempar dan makhluk itu kembali bisa menghindar.
Odette mengutuk dirinya sendiri yang sangat payah dalam melempar.
Sekarang bola di tangannya tersisa satu, dia harus memanfaatkan itu sebaik-baiknya. Dia berusaha fokus untuk membidik makhluk besar yang ada di hadapannya dan di saat dia yakin untuk melempar, makhluk itu meraung sangat keras.
Raungan itu membuat Odette langsung berteriak kaget dan secara tidak sadar menghempas bola tidur di tanah yang berada di depan kakinya. Bola ungu tersebut pecah. Gas berwarna kehijauan segera menyebar di sekitarnya dan menutupi tubuhnya.
"Ce-celaka!" Ia segera menahan napas dan berlari keluar dari kepulan gas tersebut.
Roarr!
Melihat mangsanya kabur, sang chimera segera berlari mengajar dan aksi kejar-kejaran kembali dimulai. Rion yang masih mengikuti jejak darah di jalan terkejut melihat Odette berlari dari arah depan diikuti oleh seekor chimera di belakangnya.