Kini Nana sudah berada di taman menemani Dimas dengan memeluk lelaki itu. Hatinya sangat sakit melihat orang yang dicintainya menangis.
Setelah mulai tenang, akhirnya Dimas melepaskan pelukannya.
"Terimakasih sudah datang." Ucap Dimas
"Tidak masalah. Tapi ada apa?" Tanya Nana
"Tadi aku mencoba melamar Nata. Tapi aku ditolak. Alasannya karena dia sudah bertunangan dengan Haikal. Lalu aku melakukan sesuatu yang gila. Aku mencoba melecehkan Nata. Lalu Haikal datang dan mengusirku." Sahut Dimas
"Kamu bodoh." Sahut Nana
"Iya, aku tahu. Tapi aku melakukannya untuk membuatnya kembali padaku." Sahut Dimas
"Justru denganmu melakukan itu akan membuat kak Nata semakin membencimu." Sahut Nana
Dimas hanya diam sambil menundukkan kepalanya. Dia sangat menyesali perbuatannya. Niatnya untuk membuat Nata kembali padanya, tapi yang dia lakukan malah membuat Nata semakin membencinya.
"Ini sudah malam. Ayo aku antar kamu pulang." Ucap Dimas
"Iya." Sahut Nana
Mereka berdua beranjak dari duduk dan berjalan menuju rumah Nana.
"Dimas." Ucap Nana
"Hm?" Tanya Dimas
"Apakah kamu benar-benar tidak menginginkanku?" Tanya Nana
"Maafkan aku. Sekarang aku tidak mau membohongi perasaanku dan menyakitimu lagi. Maka aku pikir jalan terbaik untuk kita berdua adalah berpisah. Kita bisa berteman tapi tidak untuk menjalin sebuah hubungan." Sahut Dimas
Tanpa sadar airmata Nana kembali turun. Dia tidak tahu kejujuran Dimas membuat hatinya emakin sakit.
Kini mereka berdua sudah berada di depan pagar rumah Nana. Dimas menatap Nana dan menghapus airmata yang membasahi pipi gadis cantik itu.
"Maafkan aku. Kau pantas untuk mendapatkan yang lebih baik dariku." Sahut Dimas
"Tapi tidak ada yang sepertimu." Sahut Nana sambil terisak
"Siapa bilang? Kau sudah menemukannya, tapi kau tidak melihatnya. Aku tahu kamu pergi hari ini. Awalnya aku ragu menghubungimu, aku pikir mungkin kau tidak akan mau datang. Tapi kau malah datang dan meninggalkan lelaki yang bersamamu seharian ini. Sikapmu benar-benar diluar ekspetasiku." Sahut Dimas
"Justin maksudmu? Kami hanya bersahabat. Dia adalah sahabat masa kecilku." Sahut Nana
"Lalu apa masalahnya?" Tanya Dimas
"Aku mau kamu, bukan Justin! Aku mau cintamu, bukan Justin!" Sahut Nana sambil berteriak
Tanpa Nana sadari ada seseorang yang mendengar ucapannya. Renata langsung menoleh kearah Justin. Tampak sekali raut kecewa diwajah Justin. Rasanya sangat sakit ketika tidak diinginkan.
"Justin." Panggil Renata
"Aku permisi dulu, kak." Ucap Justi
Lalu Justin pergi dari sana sambil melewati Nana dan Dimas.
Melihat Justin yang terus berjalan cepat tanpa melihatnya membuat Nana langsung memanggilnya.
"Justin!" Panggil Nana
Tapi panggilan Nana tidak dihiraukan oleh Justin.
"Karina!" Panggil Renata
Tubuhnya menegang saat kakaknya memanggilnya dengan nama lengkapnya. Dia segera berbalik menatap kakaknya.
"Masuk!" Ucap Renata
Tanpa basa basi Nana langsung berlari memasuki rumahnya.
"Maafkan aku." Ucap Dimas
"Pergi." Sahut Renata
Lalu dia berbalik meninggalkan Dimas sendirian.
Haikal yang masih berada di kediaman keluarga Renata, bingung melihat kekasihnya tiba-tiba marah.
"Sayang, ada apa?" Tanya Haikal lembut
"Aku marah sama Nana." Sahut Renata
"Memang apa yang dia lakukan?" Tanya Haikal
"Dia mengatakan sesuatu yang menyakitkan untuk Justin. Aku tidak suka dia lebih memilih Dimas daripada Justin!" Sahut Renata
"Aku mengerti. Tapi biarkan Nana memilih pada siapa cintanya akan dia berikan. Aku juga tidak suka Nana bersama Dimas, itu hanya akan menyakitinya. Tapi kita sebagai kakaknya, terlebih kamu, kita hanya bisa mendukungnya. Jangan paksa dia untuk memilih Justin tapi hatinya tidak untuk lelaki itu. Itu sama saja menyakiti hati Justin." Sahut Haikal
"Tapi aku tidak mau dia semakin disakiti oleh Dimas." Sahut Renata
Haikal langsung memeluk kekasihnya untuk menenangkannya. Dia tahu kalau saat ini Nata sedang marah.
"Percayalah, suatu saat nanti Nana akan sadar siapa yang pantas menemaninya dan siapa yang pantas untuk dilupakannya. Untuk sekarang, biarkan dia memilih apa yang diinginkannya." Sahut Haikal
Renata membalas pelukan Haikal. Dia harap ucapan Haikal benar. Dia hanya ingin yang terbaik untuk adiknya.
Sementara di dalam kamar, Nana sedang menangis. Dia mencoba menghubungi Justin, tapi panggilannya tidak diangkat. Ini adalah pertama kalinya Justin tidak mengangkat panggilannya. Nana mencoba berpikir positif, mungkin Justin sedang berada di mobil dan mengemudi. Makanya dia tidak bisa mengangkat panggilannya. Nana melemparkan ponselnya ke samping dan memeluk bantal.
"Nana." Panggil seseorang
Nana langsung menoleh dan melihat kakaknya berjalan kearahnya.
"Maafkan kakak." Ucap Renata sambil mengelus rambut Nana
Nana duduk dan menatap kakaknya membuat Renata berhenti mengelus rambut adiknya.
"Dimas menolakku lagi." Ucap Nana
"Bukankah itu sudah biasa?" Tanya Renata
"Iya. Tapi kenapa ini masih terasa sakit? Rasanya sangat sesak." Sahut Nana
Renata langsung memeluk adiknya.
"Lupakanlah. Sekarang lebih baik kamu tidur." Ucap Renata
"Hm." Sahut Nana
*****
Keesokkan paginya Nana terbangun dengan perasaan yang lebih baik. Nana mencari ponselnya dan berusaha menghubungi Justin. Tapi panggilannya tidak diangkat juga. Dia mencoba mengirim pesan pada Justin, tapi hanya ceklis satu. Apakah nomernya dibolkir?
"Nana." Panggil Renata dibalik pintu
"Kak Nata." Ucap Nana
"Ada apa?" Tanya Renata
"Nomerku sepertinya diblokir Justin." Sahut Nana
"Bukankah itu pilihanmu." Sahut Renata
"Apa maksud kak Nata?" Tanya Nana bingung
"Bukankah semalam kau bilang tidak menginginkan Justin? Jadi dia pergi dan sekarang kau harus terbiasa tanpanya." Sahut Renata
"Pergi? Pergi kemana?" Tanya Nana
"Pagi ini Bi Minah dan keluarganya pindah ke Indonesia. Awalnya Justin tidak mau ikut, dia ingin di sini bersamamu. Tapi setelah penolakanmu semalam, Justin memilih untuk ikut. Bi Minah sendiri yang bilang, kalau Justin tiba-tiba saja ingin ikut." Sahut Renata
Nana terdiam mendengar ucapan kakaknya. Dia menundukkan kepalanya.
"Tidak mau menyusul?" Tanya Renata
Nana langsung menatap kakaknya.
"Masih ada satu jam dari waktu keberangkatan." Sahut Renata
Nana langsung berlari keluar rumah dan langsung menarik Haikal.
"Kak Haikal. Ayo temani aku!" Ucap Nana
"Kemana?" Tanya Haikal bingung ketika tangannya ditarik
"Ke bandara." Sahut Nana
"Oh kau mau menyusul Justin? Baiklah. Ayo." Sahut Haikal
Haikal akhirnya mengantarkan Nana untuk ke bandara. Selama di dalam mobil Nana tidak mau tenang, hatinya benar-benar gelisah.
Ketika sampai di bandara, mereka langsung mencari keluarga Justin. Nana dan Haikal berkeliling untuk menemukan Justin dan keluarganya.
"Justin!" Panggil Nana ketika melihat sosok yang dia cari
Nana berlari kearah sosok yang berhenti dan berbalik. Lalu dia memeluk lelaki itu.
"Kenapa tiba-tiba?" Tanya Nana
"Maaf." Sahut Justin
"Aku tidak mau maafmu! Aku mau penjelasanmu!" Marah Nana
Dia melepaskan pelukannya dan menatap Justin.
"Aku mencintaimu. Tapi kamu tidak pernah melihatku. Mendengar ucapanmu semalam, membuatku sadar kalau aku tidak diinginkan. Lebih baik aku pergi daripada bertahan." Sahut Justin
"Harusnya kau perjuangkan aku! Buat aku mencintaimu! Bukan malah pergi seperti ini!" Ucap Nana sambil berteriak dengan airmata yang terus mengalir di pipinya
"Perjuanganku sudah cukup sampai di sini. Selama ini aku selalu berusaha membuatmu melihatku. Tapi pada akhirnya kamu akan tetap melihat kearah Dimas. Aku ingin bertahan, tapi aku tidak ingin egois. Aku biarkan kau bahagia dengan pilihanmu. Selamat tinggal." Ucap Justin
Lalu dia berjalan menuju pesawat dengan Nana yang terus menangis memanggil namanya. Haikal langsung memeluk Nana untuk menenangkannya.
"Haikal?" Panggil seseorang
Haikal menoleh ke belakang begitu juga Nana.
"Nita." Ucap Haikal
Nana melepaskan pelukan Haikal dan menatap perempuan di depannya. Nita? Rasanya Nana tidak asing dengan nama itu.
"What happened to your lover?" Tanyanya
Kekasihnya? Dia maksudnya?
"She's not my lover. She is the sister of my lover." Sahut Haikal
"Oh. What happened to her?" Tanyanya
"Are you Nita? Nata's childhood friend?" Tanya Nana menyela Haikal yang mau menjawab
"Nata? I don't have a childhood best friend named Nata." Sahutnya
"Then, what is the name of your childhood best friend?" Tanya Nana
"Rena." Sahutnya
"That's Nata. Her full name is Renata." Sahut Nana
Mata Nita melotot mendengarnya.
"B-but she doesn't have a sister." Sahut Anita
Dia antara percaya dan tidak percaya saat mendengarnya. Dia pikir, kalau yang di depanya adalah adiknya Rena, berarti Rena ada di sini juga. Kalau benar Rena ada di sini, dia akan sangat senang. Dia akan bertemu lagi dengan sahabat masa kecilnya yang dia rindukan. Tapi apakah mungkin? Setahunya Rena tidak memiliki adik.
"I'm his adopted sister. I'm the reason why Sis Nata suddenly moved without saying goodbye." Sahut Nana
"W-what do you mean?" Tanya Anita tidak mengerti