Rival tidak tahu kalau sekarang ia sebagai bahan pembicaraan seluruh penghuni sekolah, ia tahu apa yang ia lakukan, tapi mau bagaimana lagi, ini sudah menjadi takdir.
"Itu bukannya murid yang di serang mahkluk hutan, kan?"
"Iya, katanya dia di tusuk cukup besar di bagian dada, tapi kenapa dia seperti tidak terjadi apa-apa ya?"
Rival menutup buku bacaan, mencoba menoleh ke belakang membuat kedua murid perempuan itu terkejut.
"Apakah dia tau kalau sedang dibicarakan?"
"Ayo lebih baik kita pergi saja."
"Tunggu!" Panggil Rival. Ia pun berdiri dari duduknya menghampiri kedua murid tersebut. "Bisakah kalian tidak membicarakan itu!" Pintah Rival.
"Maafkan kami, kami hanya terkejut, bagaimana bisa kau sesehat ini sekarang-"
"Kalau kami sudah mati pastinya." ucap temannya memotong ucapannya.
"Ya, itulah kekuatan ku. Jadi apa itu menjadi masalah untuk kalian?" tanya Rival.
"Tidak apa-apa ko, kalau begitu kami pamit, selamat siang."
Rival melihat kepergian mereka yang berlari secepat mungkin.
"Dasar! Anak jaman sekarang tidak pernah memiliki sopan santun dalam bicara." ucap seseorang.
Rival mendengar itu suara seperti seorang wanita, tanpa ada rasa penasaran sedikitpun ia berjalan meninggalkan wanita tersebut dengan tatapan tidak percaya dengan apa yang ia dapatkan dari sosok Rival.
"Queensha." Panggil seorang wanita memanggil wanita bernama Queensha menoleh memberikan senyuman.
"Ya?" tanya Queensha.
"Wah, aku baru melihat mu, ke mana saja?" tanya wanita berhenti.
Queensha tersenyum hingga matanya yang sipit ikut terpejam. "Iya, begitu banyak tugas yang harus aku selesaikan." ucap Queensha berjalan bersama menuju kelas.
"Apa kau mengenalnya?" tanya si wanita.
"Siapa? Rival?" tanya Queensha menebak siapa yang dimaksud temannya itu. "Tentu, dia pilihan ayahku." ucapnya tanpa basa-basi membanggakan kedudukan ayahnya.
Dari kejauhan di lantai dua, Queensha tidak tahu kalau ia sedang diperhatikan seseorang, Truly.
"Wah, sepertinya tuan putri keluar dari kandang." ucap teman Truly.
Truly menoleh memberikan senyuman pada temannya itu dan kembali melihat Queensha yang asik berbicara dengan para murid yang penasaran dengan dirinya yang tidak muncul begitu lamanya.
"Aku dengar tuan Eric yang memerintahkan kedua saudara Bil itu untuk menjemput murid laki-laki yang kemarin hanya untuk melindungi putrinya." jelas yang lain.
Truly melihat orang tersebut. "Dari mana kau tau itu semua?" tanyanya.
"Astaga Truly sekolah ini terlihat luas, tapi aslinya hanya sejengkal jika kau terbang ke atas. Kau akan tau semua rahasianya." ucap temannya.
Truly hanya merepon dengan senyuman, kembali melihat Queensha yang ternyata sudah tidak ada di sana.
"Tidak baik memperhatikan orang diam-diam." ucap Queensha yang tiba-tiba ada di belakang Truly.
Truly menoleh.
Kedua teman Queensha mencoba mendorong teman Truly, mereka pun memilih mundur.
"Hai Truly, bagaimana kabar mu?" Sapa Queensha.
"Baik. Saat kau tidak ada." ucap Truly berterus terang.
Queensha tersenyum dan menoleh memberi isyarat pada teman-temannya untuk membawa teman Truly, mereka pun menurut, mencoba merangkul masing-masing teman dan berjalan meninggalkan mereka berdua. Tentu saja Truly tahu apa yang akan terjadi padanya, namun ia tidak begitu mempedulikan hal tersebut. Seluruh penghuni sekolah menonton mereka, berharap sesuatu akan terjadi.
"Kak Truly." Panggil seseorang.
Mereka menoleh bersamaan.
~*~
Aidan begitu benci dengan semua murid yang begitu berisik itu membuat telinganya sangat sakit dengan suara nyaring mereka. Namun tiba-tiba suasana kelas menjadi hening seketika, Aidin yang menutup kepalanya dengan jaket pun penasaran dengan apa yang terjadi. Ia pun membuka jaket yang menutup kepalanya, mengecek apa yang terjadi.
"Rival." Sebut Aidan, saat melihat siapa pelaku yang membuat semua diam seketika.
"Itu murid yang tertusuk parah itukan?"
"Iya aku dengar dia menolong murid wanita di kelas B dari mahkluk kegelapan di hutan."
"Kenapa dia tidak mati? Padahal tusukkannya begitu dalam."
Rival hanya diam, melangkah menuju meja yang ada di belakang tepat di samping Aidan, walaupun seluruh murid membicarakan tentang dirinya. Aidan terus melihat Rival dengan tatapan tidak percaya dengan apa yang ia lihat.
Tentu saja itu membuat Rival tidak nyaman.
"Apa ada yang salah?" tanya Rival.
"Ba-Bagaimana kau masih bisa-"
"Tolong jangan tanyakan itu, aku sudah pusing mendengarnya." ucap Rival memotong ucapan Aidan.
Aidan pun menurut, namun ia masih ada rasa ngeri pada Rival. Keributan ini belum berakhir, sekumpulan murid perempuan masuk ke kelas mereka kalau dilihat dari model seragam, mereka adik kelas mencoba mendekati meja Rival.
"Kak Rival." Panggil salah satu murid perempuan yang berada di barisan depan.
"Ya?" tanya Rival kebingungan dengan kedatangan mereka. Rival mencoba melihat bentuk seragam mereka. "Kalian murid bawah?" tanya Rival.
Mereka mengangguk dengan semangat.
"Kak Rival sangat cocok dengan kacamata itu." ucap salah satu murid perempuan lainnya.
"Kelihatan tua gitu dibilang cocok." Gumam Aidan.
Rival mengetahui itu, ia pun memberikan senyuman pada murid-murid perempuan tersebut membuat mereka berteriak girang. Aidan tidak kuat lagi dengan kebisingan yang dibuat para adik kelasnya, Ia memilih keluar dari sana, Rival hanya melihat kepergian Aidan, namun itu tidak berlangsung lama, Aidan kembali masuk ke dalam kelas sengaja berjalan mencoba menerobos para adik kelas.
Aidan menghela napas panjang.
"Kenapa kau tidak berputar?" tanya Rival.
"Kau dicari Lisa dan Green." ucap Aidan.
Rival menoleh ke jendela. Kedua remaja perempuan yang menggintip dengan cepat memalingkan wajah mereka. Rival pun berdiri dari duduknya, berniat untuk menemui mereka. Sebelum Rival keluar dari kelas, kedua wanita itu mencoba berbalik membelakangi Rival, karena masih malu dengan kejadian siang.
"Ada apa kalian kemari?" tanya Rival, tidak begitu ambil pusing dengan perlakuan mereka padanya.
Green mendorong lengan Lisa untuk bicara.
"Aku dengar kakak kelas yang menolong mu sedang di bully!" ucap Aidan. "Itu yang kalian ingin ucapkan, kan?" tanya Aidan pada Green dan Lisa.
Kedua wanita itu pun berlari meninggalkan tempat mereka berdiri. Membuat Rival bertambah bingung dengan sikap mereka.
"Apa kau melakukan sesuatu pada mereka?" tanya Aidan.
"Tidak, hanya menunjukkan dada saja." Rival melangkah pergi.
Mendengar itu seraya membuka matanya cukup lebar, tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. "Apa kau serius!" Menyusul Rival.
~*~
Rival mencoba melangkah menuju kelas tingkat atas, kelas untuk para senior sekolah sihir. Tanpa susah payah Rival sudah menemukan masalah tersebut, tentu saja kerumunan sejumlah murid senior berkumpul hanya melihat kedua senior yang terkenal sedang bertatap muka dengan raut wajah sini mereka. Rival yang melihat mereka dari bawah pun mencoba melompat untuk mempersingkat waktu, kalau pun ia berjalan menaiki tangga itu tidak akan mudah, karena ia masih harus berusaha menerobos para kerumunan murid yang menonton.
Tanpa di ketahui keduanya, Rival mendarat dengan sukses di lantai atas.
"Kak Truly." Panggil Rival.
Kedua wanita itu menoleh bersamaan. Dengan cepat Rival memberikan senyuman pada mereka. Tentu saja Queensha yang ingin dekat dengan Rival sangat senang saat tahu Rival di sana. Jujur itu membuat Rival tidak nyaman dengan wanita itu, auranya sama dengan yang ia rasakan di ruangan yang pernah ia kunjungi bersama Habil dan Qabil, walaupun ia hanya di depan pintu, aura ini benar-benar mirip.
"Hai Rival." Sapa Queensha mencoba mendekati Rival.
Saat Queensha mencoba mendekat, dengan cepat Rival melangkah mundur. "Jangan dekati aku!" ucap Rival merasa tidak nyaman.
Queensha tersenyum. "Kenapa? Aku fans mu juga loh." ucapnya mencoba merayu dan masih tetap ingin menyentuh Rival.
Dengan cepat Rival menepis tangan Queensha. Membuat seluruh murid yang menonton mereka terkejut, itu terdengar jelas di telinga Queensha, membuat dirinya sangat dipermalukan dengan penolakan tersebut.
Batin Queensha sangat marah, namun ia tetap memberikan senyuman pada Rival. "Baiklah, mungkin caraku salah. Maafkan aku." Melangkah pergi diikuti kedua temannya.
Sekilas saat Queensha melangkah tepat di samping Rival, matanya yang tajam melirik Rival. Rivak tahu, namun sepertinya ia tidak begitu mempedulikan hal tersebut.
Sekilas saat Queensha melangkah tepat di samping Rival, matanya yang tajam melirik Rival. Rivak tahu, namun sepertinya ia tidak begitu mempedulikan hal tersebut.
Rival bisa merasakan energi negatif dari Queensha, sedikit energi positif yang ia dapatkan. Rival pikir wanita itu menyerah begitu saja yang sebenarnya Queensha mencoba untuk mencari waktu yang tepat saja untuk mengajak Rival untuk bicara secara pribadi.
Tapi sepertinya Rival lebih tertarik berbincang dengan Truly dibandingkan dirinya. Dari kejauhan ia terus memantau kedua orang itu di kafe luar area sekolah.
"Sampai kapan kita memata-matai mereka?" tanya seorang wanita.
"Queensha?" panggil satu temannya yang lain.
Wanita bernama Queensha mengepal tangan kanannya dengan kuat menahan emosi.
~*~
"Kau murid itu?" tanya Truly.
Rival tersenyum, mengangguk pelan. "Ya."
Truly terus memandang Rival tidak percaya, karena laki-laki yang tertusuk parah itu sangat jelas sudah tidak ada harapan hidup, tapi baru kali ini ia melihat langsung orang yang mengalami hal itu.
"Sebenarnya aku tidak punya kekuatana spesial seperti kalian." ucap Rival mencoba jujur, sebenarnya ini sangat sulit baginya jika soal memberitahukan kekuatan apa yang ia miliki.
"Benarkah, itu artinya kau sama seperti Ravindra." ucap Truly tidak sadar jika ia berbicara omong kosong.
"Siapa?" tanya Rival penasaran dengan nama yang Truly Sebut barusan.
Truly baru teringat, ia mulai panik. "Sepertinya jam istirahat sudah selesai, aku harus pergi ke kelas." Dengan cepat Truly bergegas meninggalkan Rival yang masih duduk di sana.
Truly bersyukur Rival adalah pria yang baik jika dalam menahan emosi, biasanya kisah di dalam novel atau film si lawan bicara akan memaksa untuk mencari informasi orang yang baru saja disebut. Tapi tidak dengan Rival, dengan tenang ia tetap menatap dirinya di dalam genangan air pada gelasnya. Dengan perlahan kelopak matanya terangkat, menatap kepergian Truly.
"Sama seperti Ravindra? Siapa dia?" tanya Rival berbicara sendiri.
~*~
Seluruh murid mencoba berkonsentrasi dengan penjelasan guru di depan, Lisa sangat bosan dengan semua ini.
[ "Kau bosan? Keluarlah dan temui aku di atas sekolah." ]
Lisa tahu siapa orang yang berbicara batin dengan dirinya, senyuman tipis terlukis di ujung kedua bibirnya dengan semangat ia mengangkat tangan.
"Ya Nona Lisa?" Guru merepon saat melihat itu.
"Saya ingin ijin keluar bu, boleh?" Lisa berusaha meminta ijin.
"Ya silakan, jangan ke tempat lain ya, selain ke toilet." Pintah guru.
"Baik bu." Lisa bergegas keluar kelas, berlari menuju toilet yang kebetulan dekat dengan tangan menuju lantai atas.
Sikap Lisa membuat Lyne dan Green penasaran, mereka pun mencoba meminta ijin dengan bekerjasama beralasan Green kurang sehat, tentu saja guru mempercayai mereka, karena reputasi Green yang lemah disetiap waktu pembelajaran. Namun sayangnya mereka kehilangan jejak Lisa, terus mencari Lisa di mana saja, namun tidak ada hasilnya.
Langkah Green terhenti.
"Ada apa?" tanya Lyne.
"Aku tau Lisa dengan siapa." Green berlari meninggalkan Lyne.
Lyne tetap diam berdiri melihat kepergian Green, ia tahu siapa orang yang dimaksud. "Persetan dengannya." Hardik Lyne berjalan, berniat kembali saja ke kelas. Entah apa yang terjadi, ia pun berbalik dan mengejar Green untuk mengetahui apa yang akan terjadi selanjutnya.
Dengan perlahan Lyne mencoba bersembunyi di balik dinding. Entah kenapa ia sangat membenci Rival, sehingga tidak bisa dekat seperti teman-temannya.
~*~
"Apa kau kenal dengan seseorang bernama Ravindra?" tanya Lisa pada Green yang baru saja sampai dan bergabung karena persembunyiannya diketahui Lisa saat ia berusaha menguping mereka.
Green yang mendengar nama itu terkejut, begitu juga dengan Lyne yang sedang menguping mereka.
"Ti-Tidak, aku tidak tau." jawab Green.
Rival menghela napas."Begitu ya. Baiklah, terima kasih, maaf sudah mengganggu kalian." Rival berjalan menuju tepi balkon.
"Apa yang ingin dia lakukan?" tanya Lisa.
Green menggeleng. "Entahlah."
Mereka melihat Rival duduk di penyangga balkon, memberikan senyuman tipis.
"Perasaanku tidak nyaman." ucap Lisa.
Dan dugaan Lisa benar saja, Rival menjatuhkan diri dari sana dengan kepala lebih dulu. Membuat kedua wanita itu berteriak histeris, berlari mendekat untuk melihat keadaan Rival di bawah. Nyatanya remaja laki-laki itu berjalan dengan santai seperti tidak ada beban sedikitpun, mereka pun bernapas lega.
Lyne mengambil kesempatan untuk bergegas pergi.
~*~
Rival mencoba membuka pintu kelas, seluruh murid dan Mrs.Mellish melihat kedatangannya.
"Tuan Rival, dari mana saja anda?" tanya Mrs.Mellish.
"Hidupku penuh dengan masalah." ucap Rival berjalan menuju mejanya.
"Berhenti! Saya ini guru anda, bisakah anda hormat sedikit pada saya!" Mrs.Mellish tidak suka dengan perilaku Rival yang tidak sopan padanya.
Langkah Rival terhenti, memilih untuk berbalik dan keluar dari kelas tersebut. Itu tidak menjadi masalah untuk dirinya, sekolah ini sama saja seperti sekolah biasa yang ada di Bumi bedanya setiap penghuninya memiliki kekuatan dan tambahan pembelajaran untuk meningkatkan kekuatan yang mereka miliki.
Rival mencoba duduk di kursi taman melihat para murid yang seperti bolos dari pembelajaran yang mereka tidak suka atau salah satu dari mereka ada yang hanya ikut-ikutan teman karena tidak mau sendiri di kelas.
Rival mencoba melihat jam taman yang menunjukkan jam 3 siang, benar saja bel sekolah berbunyi tanda pembelajaran telah usai, murid yang sedang bercengrama di sana pun bergegas pergi seperti mengatur bagaimana selanjutnya, Rival hanya bisa mendengis menahan tawanya. Namun tawanya menghilang saat ia melihat sosok Habil berjalan mendekatinya.
"Kau bolos lagi?" tanya Habil sesampainya di dekat Rival.
"Sepertinya kau harus memasukkan ku ke tingkat tinggi karena aku sudah menguasai segalanya." ucap Rival membanggakan diri, bersandar pada penyangga kursi taman.
"Apa ada masalah lain yang mengusik pikiranmu?" tanya Habil.
Rival mencoba mendonggakkan kepalanya pada penyangga kursi taman, menatap langit yang biru tanpa awan namun sedikit orang, pertanda sore akan datang. Habil masih menunggu jawaban dari Rival, lelah menunggu membuatnya harus duduk di sebelah Rival dan mulai bersandar pada penyangga kursi taman tersebut.
"Apa yang akan terjadi jika aku terus membuat masalah? Apa aku akan dilempar ke Bumi?" tanya Rival masih melihat langit.
"Tidak. Tapi kau akan di musnahkan, karena dinilai tidak berguna." jawab Habil.
"Apa di sini pernah ada murid yang bernama Ravindra?" tanya Rival kembali kepoisi semula, menatap Habil dengan tatapan serius.
"Aku tidak tau. Kau tau nama itu dari siapa?" tanya Habil sama penasarannya dengan Rival.
Rival menarik napas. "Truly. Katanya aku mirip dengannya."
Kringggg!!!
Bel sekolah berbunyi tanda jam pembelajaran telah usai, para murid keluar dari gedung sekolah berjalan menuju kamar asrama masing-masing. Dari kejauhan Rival bisa melihat orang-orang yang ia kenal.
"Apakah kau dan yang lain berasal dari Bumi?" tanya Rival.
"Sebagian dari kami, ya dan sebagian penduduk asli di luar sekolah." jelas Habil.
Rival menoleh. "Kau sendiri?"
Habil menunduk, raut wajahnya berubah drastis.
"Sayangnya aku tidak bisa memberitahu." ucap Habil serak.
Rival kembali melihat para murid, walaupun ia ingin mengetahui masa lalu seseorang, ia juga harus tahu diri. Tidak mungkin menanyakan hal sensitif itu, ia sendiri tidak ingin memberitahukan pada orang lain, sepertinya itu tidak cukup adil.
Dari kejauhan Rival melihat Lyne berjalan terburu-buru menjauh dari Green dan Lisa.
"Ada apa dengan mereka?" tanya Rival dalam hati.
Bạn cũng có thể thích
bình luận đoạn văn
Tính năng bình luận đoạn văn hiện đã có trên Web! Di chuyển chuột qua bất kỳ đoạn nào và nhấp vào biểu tượng để thêm nhận xét của bạn.
Ngoài ra, bạn luôn có thể tắt / bật nó trong Cài đặt.
ĐÃ NHẬN ĐƯỢC