Pak Bramantyo memegang bahuku dari belakang, dan mengatakan sesuatu padaku tentang masa menjadi orang tua.
"Kamu belum tahu bagaimana jika menjadi Papah. Untuk itu, Papah akan mengerti dengan sikap kamu." Tungkas Pak Bramantyo.
"Papah pasrah dengan apapun yang kamu lakukan terhadap Papah, maka Papah akan terima itu. Papah siap di hukum sama kamu, Araka!" Ujar pak Bramantyo dengan jelas bahwa dirinya benar-benar sudah mengetahui kalau aku adalah Araka—anak kandungnya.
"Papah minta maaf karena sudah meninggalkan kamu selama ini! Bukan maksud Papah melakukan itu, mungkin semua sudah jalannya kita harus berpisah. Tapi asal kamu tahu saja kalau Papah benar-benar menyesal. Papah menyesal." Lirih Pak Bramantyo sambil menangis tersedu.
Dia benar-benar tidak mau menyerah. Bahkan sampai merangkul ku dan menangis haru dalam pelukanku.