Tải xuống ứng dụng
39.13% Off The Record: Ben's Untold Story / Chapter 9: High School Love 1

Chương 9: High School Love 1

Ben tertawa sambil duduk di pinggir pantai yang masih ada di sekitar Tabanan, Bali. Ia memperhatikan tingkah teman-temannya yang sedang berlari menuju ombak. Ia tidak mengikuti mereka dan hanya memilih untuk duduk di tepi pantai sambil memakai kacamata hitam untuk menyembunyikan warna asli matanya.

"Lu ngga mau ikutan sama mereka?" tanya teman wanita Ben yang ikut datang bersama Ben dan teman-temannya.

Ben tertawa pelan. "Biarin aja mereka basah-basahan. Enakan disini duduk santai." Ia lalu menghisap rokoknya dan menghembuskan asapnya ke udara.

"Udah mau petang, kenapa masih pakai kacamata hitam?" Teman wanitanya itu kembali bertanya.

"Lagi sakit mata," jawab Ben sekenanya.

Teman wanitanya itu menganggukkan kepalanya. Ia memperhatikan Ben yang duduk di sebelahnya sambil tersipu malu. Sudah lama ia memendam perasaan pada Ben. Akan tetapi Ben sepertinya tetap bersikap acuh tak acuh padanya.

Meskipun ia kerap kali mengikuti Ben dan teman-temannya untuk berkumpul bersama, namun Ben sama sekali tidak menunjukkan ketertarikan padanya. Seorang teman laki-laki yang sedang bermain di laut tiba-tiba berlari menghampiri mereka.

"Yang lain pada main di laut, kalian malah asyik berduaan," ujar salah satu teman Ben. Ia kemudian duduk di sebelah teman wanita mereka. "Lu ngga bawa air, Dev?"

Devi, wanita yang duduk di antara Ben dan teman lelakinya itu langsung menggelengkan kepalanya. "Beli sendiri sana, Yu."

"Tolong beliin lah, Dev. Baju gue udah basah semua ini," sahut Bayu.

Ben berdecak pelan. "Biar gue yang beli." Ia pun segera berdiri dari pasir. Setelah membersihkan celananya dari pasir, Ben segera berjalan ke arah penjual minuman yang berada di pinggir area parkir.

Devi yang tadinya menolak membelikan air minum, ikut berdiri dan setengah berlari ke arah Ben. "Tunggu, Ben."

Ben hanya menoleh sekilas sambil tetap melanjutkan langkahnya. Sementara itu, Bayu hanya bisa menghela napas panjang ketika melihat Devi berlari menghampiri Ben. "Gue yang minta, disuruh beli sendiri. Giliran Ben yang jalan, dia ikut pergi."

Bayu berdecak pelan lalu memalingkan wajahnya ke arah laut. Ia berteriak pada teman-temannya yang lain yang masih berada di bibir pantai. Ia akhirnya memutuskan untuk kembali berdiri dan menyusul teman-temannya yang masih berenang di laut.

----

Setelah puas bermain di laut, teman-temannya menyusul Ben duduk di tepi pantai. Mereka menghabiskan pergantian sore ke malam hari dengan memandangi matahari terbenam.

"Kacamata lu lepas, Ben!" seru Bayu. Ia keheranan melihat Ben masih mengenakan kacamata hitamnya.

Ben langsung menoleh pada Bayu. "Lu mau ketularan sakit mata?"

"Ya udah, pakai aja. Sebentar lagi mau foto buku tahunan, gue ngga mau keliatan kayak orang mabuk di foto," sahut Bayu.

Ben terkekeh pelan. "Makanya ngga usah protes."

Devi yang duduk di sebelah Bayu tiba-tiba menoleh pada Ben. "Setelah lulus SMA lu mau lanjut ke mana, Ben?"

Bayu seketika menoleh pada Devi. "Ngapain nanya-nanya? Lu pasti udah niat mau ngikutin Ben, ya?"

Devi melirik kesal pada Bayu, sementara Ben tertawa pelan menanggapi pertanyaan Devi. "Belum kepikiran."

Bayu ikut menoleh pada Ben. "Bukannya lu ikut PMDK?"

"Siapa yang bilang?" tanya Ben keheranan.

"Pak Ketut," jawab Bayu. "Katanya, lu ikut PMDK untuk kuliah di UI."

"Oh, itu. Gue cuma iseng aja. Habisnya, dia maksa gue terus buat ikut. Ya udah, gue nurut aja. Daripada dipaksa terus. Lagipula belum tentu keterima," jawab Ben.

Devi langsung menyela. "Jadi lu mau ke Jakarta, Ben?"

"Ngga tahu. Liat nanti aja. Kalau keterima, ya gue mau ngga mau bakal ke Jakarta," jawab Ben.

"Lu kelihatannya kayak ngga niat kuliah, Ben," ujar Bayu.

Devi langsung menimpali. "Dia keliatan ngga niat tapi nilainya bisa keterima di Universitas bagus. Lah, lu, udah niat aja belum tentu keterima."

Bayu langsung melirik kesal ke arah Devi. Ben yang duduk di sebelahnya langsung merangkul Bayu. "Dia ini juga pintar, Dev. Cuma ngga mau sombong aja. Ya kan, Bay?"

Bayu langsung menyikut perut Ben. "Nyindir apa menghina itu?"

"Muji," sahut Ben sambil terkekeh. Ia lalu kembali menghela napas panjang dan mengalihkan perhatiannya ke arah laut.

Bayu yang duduk di sebelah Ben langsung menyikutnya. "Lu beneran ngga lanjut kuliah?"

"Belum tahu," jawab Ben. "Gue mau ke Australia, tapi kata Aji ngga perlu ke sana."

"Mau ngapain ke sana?" sahut Bayu.

"Ada yang mau gue temuin," ujar Ben singkat.

"Siapa?" tanya Bayu penasaran.

Ben menoleh pada Bayu. "Rahasia." Setelah itu ia kembali mengalihkan perhatiannya ke arah lautan yang ada di hadapannya. Ia tidak menyadari bahwa Devi sesekali mencuri-curi pandang ke arahnya.

----

Mendekati pukul delapan malam, Ben dan teman-temannya membubarkan diri. Semuanya segera naik ke motor mereka masing-masing. Ketika Ben hendak naik ke motornya, Devi tiba-tiba menahan tangan Ben.

"Kenapa?" tanya Ben.

"Gue boleh nebeng, kan?" tanya Devi.

Ben langsung mengerutkan keningnya. "Bukannya rumah lu searah sama Bayu?"

"Tapi gue maunya nebeng sama lu," sahut Devi.

"Udahlah, sama Bayu aja," timpal Ben. "Mata gue udah perih. Udah waktunya dikasih obat mata lagi. Kalau harus nganter lu dulu, nanti gue pulang ngga liat apa-apa."

Bayu yang melihat Ben dan Devi langsung menengahi. Ia langsung menggandeng tangan Devi. "Udah, lah. Lu bareng gue aja. Kasian matanya Ben lagi sakit."

Devi melirik kesal pada Bayu. "Ya udah, lah. Hati-hati dijalan, Ben."

Ben mengangguk pelan dan segera naik ke atas motornya.

"Lain kali lu yang anterin gue pulang, ya," pinta Devi.

"Ngga janji," sahut Ben. Ia lalu menoleh pada Bayu. "Duluan, Bay."

Bayu menganggukkan kepalanya. Ben menyalakan mesin motornya dan tidak lama kemudian ia meninggalkan Bayu dan Devi yang masih berada di tempat parkir motor.

"Ayo, cepetan pulang," rajuk Devi pada Bayu.

"Hmmm," gumam Bayu. Ia segera melangkah menuju motornya sementara Devi tetap bertahan di tempatnya berdiri. Ia menunggu Bayu berhenti di hadapannya.

Setelah motor yang dikendarai Bayu berhenti di hadapannya, Devi segera naik ke atas motor tersebut. Bayu menghela napas panjang ketika melihat ekspresi kesal Devi begitu naik ke atas motornya. Wanita itu pasti kesal karena Ben menolak untuk mengantarnya.

----

"Kunci motor," pinta Aji pada Ben yang baru saja masuk ke area rumah Nini.

Ben mendesah pelan sambil menyerahkan kunci motor milik Aji. "Dipake sebentar aja,udah langsung diminta."

"Kalau ngga langsung diminta, nanti kamu keluyuran lagi," sahut Aji.

Ben sedikit memanyunkan bibirnya menanggapi ucapan Aji.

"Kamu malam-malam begini ngapain masih pakai kacamata hitam?" tanya Aji pada Ben yang belum melepaskan kacamata hitamnya.

"Ngga apa-apa, seru aja. Jadi makin gelap," jawab Ben sekenanya.

Aji berdecak pelan. "Ya udah sana. Jangan tidur malam-malam. Besok jangan bolos." Pria paruh baya itu kemudian berlalu dari hadapan Ben.

Ben mengangguk-anggukkan kepalanya sambil berjalan ke arah bale dauh. Begitu tiba di kamarnya, ia langsung merebahkan dirinya dan memejamkan matanya.

****

Don't forget to follow my Instagram Account pearl_amethys and my Spotify Account pearlamethys untuk playlist musik yang saya putar selama menulis cerita ini.

Karya asli hanya tersedia di platform Webnovel.


SUY NGHĨ CỦA NGƯỜI SÁNG TẠO
pearl_amethys pearl_amethys

Thank you for reading my work, hope you guys enjoy it. Share your thought in the comment section and let me know about them. Don't forget to give your support through votes, reviews, and comments. Thank you ^^

Load failed, please RETRY

Tình trạng nguồn điện hàng tuần

Rank -- Xếp hạng Quyền lực
Stone -- Đá Quyền lực

Đặt mua hàng loạt

Mục lục

Cài đặt hiển thị

Nền

Phông

Kích thước

Việc quản lý bình luận chương

Viết đánh giá Trạng thái đọc: C9
Không đăng được. Vui lòng thử lại
  • Chất lượng bài viết
  • Tính ổn định của các bản cập nhật
  • Phát triển câu chuyện
  • Thiết kế nhân vật
  • Bối cảnh thế giới

Tổng điểm 0.0

Đánh giá được đăng thành công! Đọc thêm đánh giá
Bình chọn với Đá sức mạnh
Rank NO.-- Bảng xếp hạng PS
Stone -- Power Stone
Báo cáo nội dung không phù hợp
lỗi Mẹo

Báo cáo hành động bất lương

Chú thích đoạn văn

Đăng nhập