Hari yang di nanti pun tiba. Alma sengaja memesan sebuah meja di sebuah restoran untuk pertemuan kali ini. Alma juga meminta Bimo untuk menjemput Rania agar bisa datang tepat waktu, namun sayangnya Rania menolak dan mengaku bisa datang sendiri.
Mereka datang lebih awal, tanpa berpikir bahwa Rania bisa saja menolak tawaran itu. Alma juga belum bicara sebelumnya pada Rania, dia langsung mengundang gadis itu tanpa ijin atau meminta terlebih dahulu padanya. Dia hanya berharap Rania bisa menerima tawarannya dengan baik.
"Apa kamu yakin dia akan datang?" tanya Faisal pada Alma yang duduk di sebelahnya.
"Aku yakin dia akan datang, sabar sedikit, ya?"
Faisal benar-benar jengah menunggu. Di luar restoran, Rania di kejutkan dengan penampakan mobil Faisal yang lecet. Itu persis seperti mobil bosnya di kantor yang lecet akibat ulahnya kemarin.
Perasaan takut sudah meremang lebih dulu di benak Rania, sampai dia tidak bisa mengontrol napasnya. Dengan penampilan sederhana, tas selempang juga baju seadanya, Rania masuk ke restoran itu dengan ragu.
Mimpi apa dia bisa sampai dapat undangan ke restoran seperti ini. Bahkan Bimo tidak mengatakan apapun padanya sebelum memintanya datang, hanya di minta datang tanpa memberitahu tujuannya apa.
Sarah langsung melotot begitu melihat siapa yang datang, membuat Faisal berbalik badan dengan cepat sampai dia melihat sosok gadis yang kini berdiri di belakangnya. Alma justru tersenyum melihat Rania, dia langsung menarik lengan gadis itu dan membawanya ke dekat meja.
"Jadi, ini adalah Rania. Dia adalah gadis yang kupilih," kata Alma pada semua orang.
Faisal hanya bisa menghembuskan napas dengan pelan. Berusaha untuk tidak kesal, tapi hatinya sudah dongkol duluan. Bahkan Sarah sendiri tak pernah menyangka jika selera Alma akan seburuk itu untuk memilihkan istri bagi Faisal.
"Ayo duduk!" pinta Alma pada Rania.
Gadis itu hanya menurut tanpa mau membantah apapun. Semua orang melihatnya dengan tatapan penuh rasa tak senang, membuat Rania hanya bisa terdiam bingung. Di hadapannya ada seorang wanita cantik bernama Alma, sementara di samping kanannya ada Faisal yang kelihatan tak senang dengan kedatangannya.
"Alma, apa kamu tidak salah? Kamu memilihnya untuk menjadi istri kedua Faisal?" tanya Sarah dengan nada sedikit jengkel.
Senyum di wajah Alma langsung menghilang. Dia tidak akan menduga kalau Sarah akan semarah itu saat tahu kalau gadis yang akan di jodohkan untuk Faisal adalah seorang gadis kumuh yang bahkan tidak setara dengan mereka.
Rania yang mendengar pertanyaan itu pun langsung melotot kaget. Semua orang butuh penjelasan disini, sampai akhirnya Alma yang angkat bicara dan memulai penjelasannya. Dia menjelaskan dengan perlahan pada Rania dan Sarah, dan disitulah Rania baru menyadari kalau dia akan dinikahkan dengan Faisal, bosnya sendiri.
"Maaf, tapi ... aku tidak mau menikah dengan pak Faisal," tolak Rania pula.
"Lho, kenapa? Apa suamiku tidak menarik bagimu?" tanya Alma sedikti kecewa.
"Bukan begitu, Nyonya. Tapi ... aku belum siap menikah, dan—"
"Rania, aku mohon. Aku sudah kehabisan akal untuk memenuhi keinginan mertuaku, kamu bisa minta apa saja yang kamu mau. Kami akan memberinya, bahkan aku juga akan membawa nenekmu berobat ke rumah sakit, dia akan menjalani perawatan di sana dan dia akan sembuh. Aku rela memberikan semuanya untukmu, asalkan kamu siap menikahi suamiku dan memberi anak untuk kami," sela Alma pula.
Rania tetap menolak. Dia hanya ingin menikah dengan lelaki yang memang dia cintai. Apapun alasannya, bahkan jika Alma mau bertukaran hidup dengannya pun, dia tidak akan mau menerima. Rania pergi begitu saja dari restoran tanpa mau menerima tawaran Alma.
Kini Faisal hanya bisa terdiam meratapi teriakan Alma yang berusaha menghentikan Rania. Tidak ada gunanya memaksa orang yang tidak mau menikah, karena dia tahu pernikahan hanya akan terjadi sekali seumur hidup.
"Sudahlah, Alma. Jangan memaksanya, dia tidak akan mau. Dia sadar atas statusnya, dia hanya seorang petugas kebersihan, sementara aku adalah bosnya. Bagaimana mungkin dia bisa menikah dengan bosnya hanya demi uang?"
Alma menggeleng kuat, dia sudah menaruh harapan besar pada Rania. Tapi dia malah menolak permintaannya begitu saja. Membuat Alma menangis di pelukan Faisal. Sarah hanya bisa menonton aksi melow Alma yang sekarang berdiri sambil berpelukan dengan putranya.
Singkatnya, acara pertemuan itu gagal dan membuat semua orang pulang dengan perasaan kacau. Dia juga sudah memberitahu Alma, carilah perempuan yang tepat untuk suaminya. Dia merasa Rania tidak begitu tepat untuk putranya yang notabene adalah anak seorang konglomerat.
Siapa yang tidak kenal Faisal Al-Malik? Seorang putra pengusaha cengkeh sukses di Jambi. Mau di taruh dimana kehormatan mereka kalau sampai Faisal menikah dengan seorang office girl?
"Tapi aku tidak akan menyerah, aku akan terus membujuk Rania agar mau menikah dengan mas Faisal. Aku yakin, hanya dia perempuan yang tepat untuk suamiku, dia hanya butuh waktu untuk mengerti tentang pernikahan ini," tegas Alma penuh percaya diri.
Faisal hanya bisa terdiam mendengar tekad Alma yang begitu kuat. Dia merasa menjadi beban untuk istrinya sekarang, sampai harus di carikan istri muda yang bisa mengandung anaknya. Astaga, Faisal hampir frustasi dengan ini.
Rumah besar dengan segala kemewahan yang dia miliki sekarang tidak akan cukup sampai dia punya anak, dan itu juga yang sedang di tunggu-tunggu oleh Sarah.
"Baiklah, silahkan bujuk Rania jika dia mau. Tapi kalau dia tidak mau, aku mohon jangan memaksanya, hm?" pinta Faisal.
Alma mengangguk pelan. Malam ini mereka semua tidur dengan perasaan kacau. Sarah yang galau dengan putranya yang tak kunjung mendapatkan istri muda, sementara Faisal harus memejamkan mata dengan pikiran yang terus bercabang.
Dia membuka mata perlahan, melihat Alma yang tertidur di sebelahnya dengan wajah polos. Apakah dia harus benar-benar melakukan ini? Bahkan dunia saja tidak merestui pernikahan keduanya, bagaimana bisa Faisal menduakan wanita yang benar-benar dia cintai?
Namun dia sadar, banyaknya obat penenang itu menjadi bukti betapa stresnya Alma selama ini. Dia pun bangkit dan membuang semua obat-obatan itu ke tong sampah. "Aku janji, aku tidak akan membiarkanmu minum obat ini lagi," janji Faisal.
Keesokan harinya, Alma langsung bersiap-siap untuk mendatangi Rania di rumahnya. Ini adalah hari minggu, tidak mungkin juga Rania pergi bekerja, sementara dia sudah memeriksa jadwal kerja gadis itu pada Bimo.
Sebuah rumah sederhana dengan dindingkan papan menjadi tempat yang sekarang berdiri di hadapan Alma. Dia melangkahkan kaki dan masuk ke halaman rumah. Perlahan, dia mengetuk pintu sampai keluarlah seorang nenek tua yang menyambut kedatangannya.
"Siapa, Nek?!" teriak Rania dari dalam rumah.
Rania keluar, menyusul sang nenek yang berdiri di ambang pintu. Dia tertegun beberapa saat ketika melihat Alma yang sedang berdiri di hadapannya.
"Kita perlu bicara, aku mohon," pinta Alma pula.