Tải xuống ứng dụng
75.51% Terjebak Pernikahan yang Salah / Chapter 37: Deni Ketahuan

Chương 37: Deni Ketahuan

Melihat kelengahan Deni yang sibuk memarahi cleaning service, Pak Andi mengambil satu berkas yang tertulis nama dan tanda tangannya di sana.

Bisa dipastikan tanda tangan tersebut adalah hasil copy paste. Secepat kilat tanagn Pak Andi mengamankan berkas tersebut ke dalam saku jasnya.

"Ma—maafkan saya, Pak, saya benar-benar tak sengaja." Cleaning service itu berkata dengan sangat memelas.

Menyadari ada Pak Andi di dekatnya Deni berpura-pura melapangkan dada. Padahal biasanya jika ada kejadian seperti itu ia akan mengeluarkan sumpah serapah behkan tak segan mengancam akan memecat.

"Ya sudah, hati-hati lain kali, jangan diulangi lagi," ujar Deni dengan wajah yang masih terlihat kesal.

Cleaning service itu meminta maaf kembali dan membantu membereskan berkas-berkas yang terjatuh dan berceceran. Setelah beres, ia pamit pergi untuk kembali bekerja.

Cleaning service bernama Budi itu langsung pergi ke ruangannya bersama office boy lain.

"Celaka, hampir aja tadi aku dipecat. Untung ada Pak Andi," ucap Budi sambil duduk di kursi.

Teman-teman seprofesinya otomatis bertanya apa yang terjadi karena penasaran.

"Emang, kenape, lu?" tanya Mpok Meri yang asli Betawi.

"Tadi, saya enggak sengaja nabrak si Deni sampe dia jatoh," jawab Budi dengan nada yang masih terdengar kesal.

"Waduh, celaa dua belas itu!" seru Tono yang juga menyimak obrolan.

"Untungnya dia lagi bareng sama Pak Andi, kalau enggak bisa dipecat saya," ujar Budi lagi.

Sifat arogan Deni jika tak ada Revan atau Pak Andi sudah sangat terkenal. Ia sering marah-marah, bahkan pernah memecat office boy hanya gaara-gara dititah mengambil minuman kemudian iaa lupa.

Maka ketikaa ada seorang office boy mendapat perintah darinya mereka merasa seakan kena petaka.

Berbeda dengan Revan dan Pak Andi yang selalu bersikap lembut dan terkadang tegas. Mereka tegas pun dengan memakai etika.

Pak Andi berjalan bersama dengan Deni. Di lift hanya ada mereka berdua.

"Office boy seperti tadi memang mesti diberi pelajaran, Pak. Padahal mereka digaji masa kerjanya enggak becus," cerocos Deni pada Pak Andi.

"Hm ... begitu, ya." Pak Andi menanggapinya dengan malas.

Ia baru mengetahui sifat asli Deni yang arogan dan terkesan sombong. Selama ini Deni lebih banyak berinteraksi dengan Revan. Hanya sesekali dengannya.

Deni dipanggil menjadi sekretaris pun baru ketika Revan memegang perusahaan. Awalnya dipegang oleh Bu Melisa, namun karena usianya sudah tak begitu produktif dan anak-anaknya memintanya untuk di rumah saja. Akhirnya Bu Melisa mengundurkan diri.

Ketika pintu lift terbuka Deni keluar lebih dulu tanpa berlaku sopan pada Pak Andi. Ia hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah anak muda seperti itu.

Pak Andi pun berjalan dengan tenang menuju ke ruangannya, di depan ruangan Deni. Ia melirik sekilas karena pintunya terbuka, Deni sedang sibuk memeriksa brkas yang tadi jatuh berceceran.

Pak Andi hanyaa trsenyum miring karena berkas itu ia bawa. Segera ia memasuki ruangannya sebelum Deni menyadari kehadirannya.

Setelah masuk, ia segera mengunci ruangannya. kemudian mengeluarkan berkas yang tadi disimpannya di saku jas.

Kertas itu dibacanya secara perlahan.

"Astaga ...," gumam Pak Andi pelan namun ia begitu shock.

Melihat kertas bertuliskan surat pemindahan kepemilikan perusahaan dengan mengatas namakan dirinya.

"Ini tak bisa dibiarkan, Pak Ferdi pasti sudah salah paham denganku," ucap Pak Ferdi pelan.

Ia kemudian membuka laptopnya untuk mengecek CCTV. Benar saja ada Anita yang beberapa kali ke kantornya hayauntuk ke ruangan Deni. Mereka tertawa-tawa ketika melihat kertas yang beru saja di-print oleh Deni.

Pak Andi segera mengirimkan video CCTV yang barru dipindah ke ponselnya lengkap dengan foto berkas yang tadi disimpannya.

******

Pak Ferdi telah kembli ke ruangannya setelah tadi membujuk Fira untuk makan siang bersama.

Ada telpon masuk yang dipastikan dari anak buahnya yang tadi disuruh mengikuti Pak Andi.

"Halo, bagaimana?" tanya Pak Ferdi ketika sambungan telepon terhubung.

'Tadi, ia menuju kantor konsultan, Pak. Setelah itu kembali ke kantornya,' jawab Orang di seberang telepon.

"Baik, terima kasih," ujar Pak Ferdi lalu menutup sambungan telepon.

Pak Ferdi menyimpam kembali ponselnya di meja kerja. ia sedang memikirkan apa gerangan yang dilkukan rekan bisnisnya tersebut di kantor konsultan.

'Apa mungkin perusahaan Andi colaps, tapi rasanya perusahaan itu sedang maju-majunya,' gumam Pak Ferdi dalam hati.

Ia terus saja bermonolog dalam hatinya. sampai akhirnya ada beberapa pesan chat masuk yang beruntun.

Penasaran dengan isi chat tersebut, Pak Ferdi mengambil ponselnya dan melihat isinya.

[Lihat, vidio ini. Sekretarismu dan Deni sedang berusaha mengadu domba kita.] isi pesan tersebut.

Disertai lampiran vidio dan foto berkas.

Berkas tersebut mirip yang ditemukan Pak Ferdi tempo hari dan tadi.

"Oh, mungkin ini maksud Andi pergi ke kantor konsultan. Kurang ajar juga si Anita," ujar Pak Ferdi pelan.

Ia hanya menduga karena nomor itu tak memiliki nama di ponselnya.

Ia ingin langsung memecat Anita, tapi Fira pasti bertanya-tanya dan masalahnya akan semakin memperburuk keadaan Fira yang sedang buruk.

Ia berpikir Fira dulu yang mesti mengetahui hal ini. Tapi, kondisinya pun belum mmungkinkan.

"Ini, nomor siapa? Tak ada namanya di kontak saya. Apa mungkin nomor Andi yang baru," ucap Pak Ferdi pelan.

Ia coba menelepon nomor luar negeri itu, Nomor itu tak berawalan +62. Lama sekali panggilan untuk diangkat padahal jelas sudah terhubung.

'Halo, Pak Ferdi. Sudah lihat apa yang saya kirim?' tanya Pak Andi ketika mengangkat telepon dari rekan bisnisnya itu.

"Iya, sudah. Kiranya ini benar. Saya hanya ingin tahu ke mana Pak Andi dan revan pergi? Kami waktu itu mengunjungi ke rumah sakit, tapi Bapak dan keluarga tidak ada," tutur Pak Ferdi langsung pada intinya.

Ia bicara dengan sedikit kesal.

'Begitukah? Maafkan, saya karena tidak memberi tahu Bapak. Saat itu kondisinya darurat. jadi, kami memang tak memberi tahu siapapun soal kepergian kami ke rumah sakit lain,' ujar Pak Andi di seberang telepon.

"Memangnya ke mana Revan dipindahkan? Ke rumah sakit mana?" selidik Pak Ferdi yang ingin tahu ke mana Revan dipindahkan.

"Ke Singapura. Changi Hospital," jawab Pak Andi singkat.

Deg.

Seketika dada Pak Ferdi seakan dihunus belati. Ponselnya pun sampai terjatuh saking kaetnya.

Tut, tut.

Sambungan telepon terputus seketika. Rumah sakit itu, memiliki kenangan yang mendalam bagi Pak Ferdi dan Bu Alin. Mereka tak pernah berkunjung ke negara itu lagi sejak kejadian itu.

Meski dari sana Fira bisa hadir diantara mereka, rasanya mereka tak ingin lagi menginjakan kaki ke negara itu. Apalagi ke rumah sakitnya. Mereka ingin menutup lembaran masa lalu soal donor benih itu.

'Tidak, Firatak boleh tahu soal rumah sakit itu,' ucap Pak Ferdi dalam hati.


Load failed, please RETRY

Tình trạng nguồn điện hàng tuần

Rank -- Xếp hạng Quyền lực
Stone -- Đá Quyền lực

Đặt mua hàng loạt

Mục lục

Cài đặt hiển thị

Nền

Phông

Kích thước

Việc quản lý bình luận chương

Viết đánh giá Trạng thái đọc: C37
Không đăng được. Vui lòng thử lại
  • Chất lượng bài viết
  • Tính ổn định của các bản cập nhật
  • Phát triển câu chuyện
  • Thiết kế nhân vật
  • Bối cảnh thế giới

Tổng điểm 0.0

Đánh giá được đăng thành công! Đọc thêm đánh giá
Bình chọn với Đá sức mạnh
Rank NO.-- Bảng xếp hạng PS
Stone -- Power Stone
Báo cáo nội dung không phù hợp
lỗi Mẹo

Báo cáo hành động bất lương

Chú thích đoạn văn

Đăng nhập