Sesampainya di rumah, Vallerie disambut dengan mendapatkan satu tamparan mulus di pipi kirinya. Kelihatan sangat jelas di pipinya bekas tamparan dari Sang Ayah. Ragil memandang Vallerie penuh amarah sekaligus benci. Anak yang selama ini dia harapkan bisa membanggakannya ternyata mempunyai sifat busuk. Kabar tentang meninggalnya Sahara karena ulah Vallerie sudah Ragil dapat dari pihak sekolah SMK Indonesia Raya.
Vallerie memegang pipinya yang terasa memanas, bahkan kini kedua manik matanya sudah mulai berkaca-kaca karena menahan tangis. Semua orang hanya bisa menyalahkan dirinya saja tanpa mau mencari tahu apakah kabar tersebut benar atau tidak. Vallerie penasaran, sebenarnya siapa orang yang berani menyebarkan kabar hoax itu? Ada masalahkah dengan dirinya?
Kepala Vallerie kini tertunduk, isak tangis pun mulai terdengar keluar dari mulutnya. Dan Ragil sangat membenci itu, dia tidak suka kepada anak yang sudah jelas-jelas salah tapi berlagak menangis agar mendapat belas kasihan. Ragil mengangkat Vallerie secara kasar agar Anak gadis semata wayangnya itu mau menatap dirinya.
"Ayah kecewa sama kamu! Selama ini ayah berharap kamu bisa jadi anak yang membanggakan, tapi kenyataannya? Sifat kamu benar-benar busuk kayak sampah!" maki Ragil.
Vallerie menatap Ragil dengan tatapan sendu. "Y-yah, dengerin aku dulu. Itu semua yang ayah dapat cuma kabar bohong. Aku sama Ara berteman baik, yah plis jangan percaya sama kabar itu ..." pintanya dengan wajah memelas.
"Kamu pikir sekolah kamu itu mau berbohong sama ayah?! Pikir pake otak! Kamu memang bisanya jadi beban buat keluarga saja! Ayo masuk kamar dan jangan harap dapat jatah makan malam!" Ragil menyeret tubuh Vallerie secara kasar sampai ke kamar bercat ungu muda dengan banyak tempelan stiker bergambar kuda poni di temboknya.
Tubuh rapuh Vallerie jatuh ke dinginnya lantai, kepalanya membentur tembok cukup kuat sehingga menimbulkan denyutan. Wajah Vallerie kelihatan semakin sembab karena tangisnya pecah semakin menjadi-jadi. Amarah Ragil sudah tidak terbendung lagi melihat Vallerie seperti mengemis belas kasihan darinya. Dia memukuli tubuh Vallerie menggunakan ikat pinggang panjang yang terbuat dari kulit, yang melingkar di pinggangnya.
Suara cambukan itu kedengaran sampai ke dapur di mana Nasha, Ibu tiri Vallerie tengah memasak untuk makan malam. Nasha yang mendengarkan suara itu benar-benar merasa ngilu. Dia ingin menghentikan aksi Ragil tapi tidak bisa. Sebab Ragil pasti nanti akan melampiaskan amarahnya kepada dirinya. Sepertinya cara terbaik adalah memberikan makanan diam-diam kepada Vallerie, serta mengantar air hangat untuk mengobati luka lebam yang ada di tubuh Vallerie setelah Ragil tidur.
"Ingat! Untuk malam ini tidak ada jatah makan malam! Dan jangan berani keluar kamar tanpa sepengetahuan ayah!" Setelah puas menyiksa Vallerie, Ragil keluar dari kamar Anak gadis semata wayangnya itu dengan napas terengah karena emosi.
Sementara tangis Vallerie belum berhenti, tubuhnya sakit, hatinya juga sakit. Vallerie merindukan sosok Ragil yang dulu, selalu memanjakan dirinya dan tidak seperti sekarang ini. Vallerie berusaha untuk naik ke kasur secara perlahan, dia membaringkan tubuhnya dengan pandangan yang mengarah ke langit-langit kamarnya. Tiba-tiba Vallerie teringat kepada Ara yang kemarin berjanji akan sarapan bersama di kantin sekolah. Tapi ternyata Ara ingkar janji, tadi pagi dia tidak masuk sekolah.
"Ara, kenapa kamu jahat sama aku?" gumam Vallerie.
"Kemarin malam kamu janji mau sarapan bareng aku di kantin, tapi apa buktinya? Aku malah dibully sama temen-temen satu sekolah."
Vallerie memejamkan kedua matanya membiarkan cairan bening terus membasahi kedua pipinya. Tapi, suara pintu kamarnya yang tiba-tiba terbuka membuat Vallerie dengan terpaksa harus membuka matanya kembali. Nasha datang membawakan air hangat serta satu helai roti untuknya. Tidak ada ucapan apapun yang keluar dari bibir Nasha, dia hanya kasihan saja kepada Vallerie, bukan sayang.
"B-bu, makasih," ucap Vallerie tapi tidak didengarkan oleh Nasha.
Setelah Nasha keluar dari kamar, Vallerie kembali menangis. Dia menggigit bibir bawahnya agar tangisannya tidak kedengaran Ragil ataupun Nasha. Sekarang Vallerie paham, bahwa musuh itu berasal dari orang terdekat. Sementara yang menyayanginya adalah orang lain.
***
Pagi ini, Vallerie memutuskan untuk pergi ke suatu tempat menggunakan ojek online. Vallerie akan tetap sekolah, tapi mungkin dia akan datang terlambat karena pergi ke tempat yang direncanakannya terlebih dahulu. Vallerie sudah siap dengan jas sekolah jurusannya yang berwarna biru dongker, hanya tinggal menunggu kedatangan ojek online yang di pesannya saja.
Tidak membutuhkan waktu lama, akhirnya ojek online yang tadi dipesan oleh Vallerie akhirnya tiba. Tujuan Vallerie adalah pergi ke rumah Sahara untuk memeriksa kondisi sahabatnya itu. Vallerie yakin pasti kondisi Sahara baik-baik saja. Tidak mungkin sahabatnya itu pergi meninggalkannya dalam waktu yang cepat. Banyak janji yang Sahara ucapkan kepada Vallerie dan itu belum ditepatinya.
Sesampainya di rumah Sahara, Vallerie dibuat kaget karena melihat sebuah bendera berwarna kuning menggantung tepat di depan pagar rumah Sahara. Dengan cepat Vallerie turun dari ojek onlinenya, setelah itu dia berlari menghampiri Raina, Ibu kandung Sahara yang tengah berdiri menangis di halaman rumahnya.
"Tante ... Ara kenapa? Apa yang terjadi sama Ara?" tanya Vallerie ketika dia sampai tepat di hadapan Raina.
Raina memeluk tubuh Vallerie kuat. "Kemarin, Ara ditemukan meninggal di gudang rumah karena dia minum racun. Selama ini ternyata dia hamil, tante baru tahu itu," jelasnya dengan suara bergetar karena menahan tangis yang hampir pecah kembali.
Vallerie menggelengkan kepalanya kuat, air matanya mengalir deras di kedua pipinya, lalu berucap, "Gak mungkin, tan. Tapi kemarin malam aku baru aja teleponan sama dia. Tante pasti bohong 'kan? Tan, plis jangan bohongin aku kayak gini. Ara teman aku satu-satunya tan ..."
Hati Raina rasanya sakit ketika melihat tangis Vallerie yang pecah, Vallerie kelihatan sangat rapuh sekaligus kehilangan Sahara. Tapi mau bagaimana lagi, takdir berkata lain. Sahara harus pergi dalam waktu cepat agar tidak merasa hancur lagi karena dihamili oleh pria yang tidak mau bertanggung jawab.
Vallerie melepaskan pelukannya dari tubuh Raina secara perlahan. "Tan, kalau boleh tahu malam Raina di mana? Aku mau ke sana tan, plis aku mohon kasih tahu aku," tanyanya dengan wajah memelas.
"Gak perlu sayang, nanti kamu malah makin sedih. Sekarang lebih baik kamu sekolah, ya? Belajar yang benar dan buat Ara bahagia di surga," tolak Raina secara halus.
"Tapi tan ..." ucap Vallerie lirih.
"Maaf, tante gak bisa kasih tahu kamu di mana makam Ara. Nurut ya sayang, kalo gitu tante masuk dulu." Lalu, Raina masuk ke dalam rumahnya dan tidak mempedulikan teriakan Vallerie yang terus memanggilnya.
Ada yang aneh dari kejadian ini, mengapa Raina tidak mengijinkan Vallerie untuk melihat tempat peristirahatan terakhir Sahara? Sepertinya hal ini memang sudah direncanakan, tapi mengapa Sahara setega itu kepada Vallerie? Benar-benar pusing jika dipikirkan.
Dengan langkah gontai Vallerie berjalan keluar dari halaman rumah Sahara, dia hendak memesan ojek online tapi ternyata uangnya tidak cukup untuk memesan ojek online karena Ragil memotong uang jajannya. Sekarang, cara satu-satunya untuk bisa sampai di sekolah adalah dengan meminta bantuan Langit, kekasihnya.
Vallerie mencari kontak dengan nama Langit, lalu dia langsung menghubungi kekasihnya itu. Sekarang jam menunjukkan pukul delapan pagi, itu tandanya Langit pasti masih berada di rooftop. Karena biasanya, Langit pasti akan bolos satu atau dua jam pelajaran di pagi hari.
Setelah kurang lebih lima belas detik menanti Langit mengangkat teleponnya, kini penantian Vallerie terobati. Kedengaran suara bentakan Langit dari seberang sana. Vallerie terlonjak kaget, selalu saja Langit bersikap kasar kepada dirinya. Padahal dulu pada awal pacaran Langit tidak seperti itu.
"Halo, ada apa sih? Lo bego atau tolol? Ganggu gue tidur tahu gak?!"
"Lang, bisa jemput aku ke rumah Ara gak? Aku mau ke sekolah tapi gak ada ongkos buat pesen ojek online."
"Lo pikir gue itu babu lo? Usaha, jalan kek!"
"T-tapi Lang, nanti aku bisa semakin telat. Plis jemput aku, nanti uang bensin kamu aku gantiin di sekolah."
"Bodoh! Lo bilang gak ada ongkos buat pesen ojek online, tapi kenapa lo bilang mau gantiin bensin gue di sekolah?!"
"Y-ya aku bisa pinjem dulu sama Della nanti, intinya sekarang kamu jemput aku dulu, ya? Aku takut kesiangan banget."
"Iya-iya ck, tungguin jangan ke mana-mana. Punya pacar bisanya nyusahin doang!"
Sambungan telepon dimatikan secara sepihak oleh Langit, Vallerie tertawa hambar atas perlakuan Langit tadi kepada dirinya. Tapi Vallerie tidak sakit hati, dia bersyukur setidaknya Langit masih mau menjemput dirinya meskipun terpaksa.
"Lang, asal kamu tahu. Kata-kata kamu tadi bisa menjatuhkan mental aku," batin Vallerie.