"Oh ... Tenang saja Dek, Kakaknya baik-baik saja jangan khawatirkan berdoa saja semoga cepat sembuh," terang Raka yang berusaha menenangkan hati Zaenal.
"Baik Dokter ... Dok sebenarnya Kakak saya banyak masalah sehingga dia nekat seperti ini, mohon ya ... Dok buat Kakak saya bisa tenang kembali," kata Zaenal yang kemudian memeluk Dokter Raka sambil mengucapkan terimakasih, "Sebelumnya saya berterimakasih banyak Dokter sudah mau membantu Kakak saya."
"Iya ... Sudah, tenang saja," sahut Dokter Raka.
💥💥💥
Waktu terus berjalan hingga proses tranfusi darah selesai beberapa saat kemudian Disha siuman dari tidur lamanya dia terkejut tiba-tiba berada di tempat yang tidak disangkanya selama ini, apalagi di tangan kirinya menancap jarum dan selang yang terhubung dengan infus, ruangan kecil hanya di beri sekat selembaran kain yang menjadi pembatas.
Dari dalam terdengar suara kaki berjalan semakin lama suara itu semakin mendekat dan benar saja tidak lama pintu terbuka.
Krieek ...
Ya ... Zaenal yang melihat Kakaknya bisa membuka kedua matanya berlari mendekati seraya berkata, "Ha ... Kakak! ... Kakak sudah siuman, Alhamdulillah kakak bagaimana apa yang masih dirasa?"
"Hah ... Zaenal! Dimana ini Kakak? Ada Apa dengan Kakak? Mengapa ada seperti ini di tangan Kakak?" tanya Disha pada Zaenal yang duduk di dekat Disha yang terbaring lemas di atas ranjang berselimutkan kain putih.
"Tenang Kak Disha, Kakak sekarang berada di rumah sakit dan sudah melewati masa-masa kritis, Alhamdulillah Kak ada Pak Dokter baik hati yang sudi menolong kita Kak, Dia yang menanggung biaya Kakak, mendonorkan darahnya untuk Kakak dan baik banget sama Zaenal," kata Zaenal yang terlihat dari raut wajahnya bangga dengannya.
Di tengah-tengah perbincangan datanglah Dokter Heru dengan berpakaian serba putih terlihat agak lemas tetapi dia sembunyikan itu semua, sambil mendekat dia memberikan buah-buahan segar kepada Zaenal, "Hai ... Bagaimana Kabar Kakakmu apa sudah baikan? Oh ... Iya lupa ini ada buah buat Kakakmu biar tambah sehat lagi."
"Terimakasih Pak Dokter, Saya senang Kakakku sudah sembuh lagi semua ini berkat Dokter, sekali lagi terimakasih ya Dokter," kata Zaenal yang kemudian meletakkan buah itu di dekat Kakaknya, Disha tersenyum tipis melihat adiknya merasa bahagia.
"Oh ... Iya ... Mohon maaf Dek nama kamu siapa ya, kita sejak bertemu belum pernah kenalan," kata Dokter Raka sambil tersenyum.
"Oh ... Nama saya Zaenal dan ini Kakak saya namanya Disha, senang kenal dengan Dokter," tutur Zaenal sambil menunjuk kearah Kakaknya.
"Baik ... Perkenalkan nama saya Dokter Raka, senang juga bisa berkenalan dengan kalian, Oh iya ... yang semangat ya Mbak Disha untuk sembuh jika kamu bisa semangat pasti nanti cepat sembuh, jangan banyak fikiran dulu," kata Dokter Raka.
"Iya Dokter ... Terimakasih banyak atas segala bantuannya, entah apa yang bisa saya perbuat untuk menebus jasa Doter pada saya," kata Disha.
"Ya ... Sudah kalau sudah enakan, tolong ya Zaenal Mbak Dishanya diajak jalan-jalan menghirup udara segar biar menambah kesehatan," terang Dokter Raka kemudian keluar dari ruangan.
"Siap Pak Dokter," sahut Zaenal yang terlihat kebahagiaannya terpancar dari raut wajahnya.
"Kak Disha, itu yang tadi saya ceritakan padamu, Bagaimana? Baikkan orangnya, sudah tampan, Dokter lagi andai saja Kakak nanti mendapatkan jodoh seperti Dokter Raka pasti hidup Kakak akan berubah," kata Zaenal yang meledek Kakaknya dengan menggelitik perutnya.
"Amin, tapi siapa juga yang mau sama kakak, secara ya ... Kakak orang miskin dan keadaannya juga hanya seperti ini," kata Disha yang sambil berusaha bangun dari tidurnya, langsung Zaenal membantunya.
"Ya ... Jangan pesimis seperti itulah kak, takdir itu sudah ada yang mengatur jadi Kakak harus bangkit, lihatlah Kak ... Kamu itu cantik apalagi mau berdandan wah pasti banyak kaum laki-laki tertarik sama kamu," kata Zaenal yang mencoba menghibur dan menyuapi sesuap nasi bubur.
Lama Zaenal dan Disha di dalam ruangan itu hingga tubuh Disha mulai ringan dirasanya keringat mulai membasahi baju maka Disha mengajak Zaenal untuk berjalan-jalan ditaman karena masih belum boleh pulang.
"Zaenal! ... Mari kita jalan-jalan ditaman rasanya ingin cari angin segar, sepertinya di ruangan ini mulai pengap dan panas rasanya," ajak Disha yang sudah terlepas dari jarum dan selang infus.
"Siap Kak, mari!" sahut Zaenal.
Kini mereka berdua mulai keluar kamar sabar itu dan menuju sebuah taman dan tidak sengaja Disha bertemu teman SMK waktu masih sekolah.
"Hai, ... Kamu Dishakan teman XI dulu yang pernah putus sekolahkan," kata Cici yang seperti mau meledek dan menghina karena waktu dulu pacarnya pernah berkelain hati pada Disha namun akhirnya kembali lagi.
"Iya saya Disha, ada apa ya Kak?, Kamu benar Cicikan?" kata Disha yang bersikap baik padanya.
"Huh ... ternyata ... Kamu sekarang bernasib seperti ini, sudah putus sekolah, hidup sensara tambah sakit-sakitan seperti ini, oh ... pasti ini karmamu karena dulu kamu pernah merebut pacarku ... hmm ... tapi saya sekarang bebas kamu tidak menjadi saingan di sekolah dan satu lagi ... agar kamu tahu ya ... sayalah yang dulu membuatmu keluar dari sekolah," tutur Cici yang terlihat dari mukanya sangat benci padanya.
"Kak, saya itu tidak pernah ya ... merebut si Dodik itu, dia saja yang selalu mengejar-ngejar padahal saya sudah sering bilang padanya kalau saya tidak suka, namun dia tetap saja berkesih keras menjadi pacar saya," kata Disha yang seperti tidak mau disalahkan.
"Halah, kamunya saja yang gampang cari perhatian, cari muka biar dapat perhatian dari cowok-cowok terus kamu manfaatin mereka untuk diporotin uangnya, secara kamu tu miskin," ungkap Cici yang mulai emosi.
"Hai, ... Siapa kamu beraninya ngatain Kakak saya seperti itu, Dasar kamu itu ya ... wanita rendahan suka menghina orang," sahut Zaenal yang tidak terima Kakaknya dihina di depan umum.
"Oh ... Kamu adiknya, bagus deh kalau punya adik laki-laki, jaga tuh Kakakmu biar tidak kegenitan sama pacar orang." kata Cici.
Tiba-tiba dari belakang mereka muncul laki-laki tampan berpakaian serba putih ... ya ... Dokter Raka, sontak berkata," Ada apa ini? Disha, kamu jangan banyak beraktifitas dulu, sudah mari ikut saya saja, mau ke tamankan? Kebetulan ini ada waktu luang bisa ngobrol-ngobrol kesana saja."
"Baik Dok," sahut Disha yang hanya bisa mengikuti Dokter Raka kemana dia pergi tidak ketinggalan pula Zaenal.
Cici yang melihat Disha mendapat perhatian lebih oleh Dokter Raka, dia kaget hingga seperti tidak percaya dan berkata pada hatinya sebelum kemudian dia menyusulnya, "Ha ... Ini tidak mungkin saya faham Dokter Raka juga menaruh hati padanya, terlihat dari sorot matanya ituloh, ih ... masak saya kalah dengan Disha si gadis miskin itu, terus Dodik bagaimana apa saya buat acara agar mereka bertemu kembali lalu ... ha ... baik itu harus terjadi."
"Hai ... Disha, tak akan aku biarkan kamu mendapatkan Dokter Raka, dia harus menjadi milikku apapun akan saya lakukan lihat saja," kata Cici yang kemudian cepat-cepat menyusul mereka untuk mendengarkan apa yang dibicarakannya.