Setelah dua jam lebih mereka menunggu, tiba-tiba mestika dari kepala Raja buto ijo itu menyala. Mestika itu mengeluarkan cahaya merah. Tidak hanya mestika di kepalanya saja yang menyala. Kalung dengan bandul hijau di lehernya juga ikut menyala. Sinar bandul kalung itu berwarna hijau muda.
"Semuanya! Lihat badan Raja buto ijo ada yang bercahaya. Ada dua titik cahaya," kata Pangeran Arya.
"Benar Raden. Dinda kamu ambil mestika di kepalanya. Aku ambil mestika di liontin kalungnya. Jangan lupa bawa daun untuk membungkus benda itu," kata Kiai Wungu.
"Iya Kanda," kata Nyai Wungu.
Wer!
Pendekar itu terbang ke atas pohon menuju badan Raja buto ijo yang di ikat di pohon, serta kepala yang terpenggal dan di ikat di pohon. Kemudian membungkusnya dengan daun. Setelah itu mereka turun.
"Ayo kita buka mestinya," kata Kiai Wungu.
"Punyaku dulu kanda, wah! Mestikanya bagus kanda warna merah terang. Mestika Raja Buto ijo," kata Nyai Wungu.
"Iya dinda. Nah ini yang paling penting!. Ini adalah kalung mestika Raja buto ijo. Kalung ini yang nantinya di pakai untuk meruntuhkan ilmu hitam dukun gelap itu. Dan di pakai juga untuk menghilangkan kutukan yang di alami tunanganmu Raden," kata Kiai Wungu.
"Lalu caranya bagaimana Romo menggunakan kalung mestika Raja buto ijo itu?" kata Pangeran Arya.
"Caranya dengan menggenggam sedikit kalung itu sambil tarik nafas sedikit. Nanti akan keluar sinar hijau muda yang mana sinar itu di arahkan untuk menyerang atau mengobati kutukan. Tergantung niat Raden," Kata Kiai Wungu.
"Iya Romo," kata Pangeran Arya.
"Untuk tunangan Raden. Nanti aku bantu," kata Kiai Wungu.
"Iya Raden. Sekalian kan? Raden perkenalkan calon istri Raden kepada kami. Ini kan calon menantu kan Raden," kata Nyai Wungu.
"Oh iya Romo, iya bunda. Tentu saja aku akan memperkenalkan tunanganku kepada kalian. Dengan senang hati," kata Pangeran Arya.
"He...he....he....!" tawa Kiai Wungu.
"Dia seperti apa ya Raden? Pasti cantik?" kata Nyai Wungu.
"Ya seperti perempuan bunda. Intinya perempuan asli bunda. Bukan perempuan jadi-jadian. Ha...ha...ha...!"kata Pangeran Arya.
"Ha...ha...ha...!" tawa tiga pendekar itu terbahak-bahak.
"Pertanyaan kamu juga lucu dinda. Dia seperti apa ya jawabnya ya perempuan asli. Ha...ha...ha...!" kata Kiai Wungu.
"Betul...betul....betul! habisnya saya penasaran dengan calon menantunya," kata Nyai Wungu.
"Nanti kalian juga melihat sendiri, tapi sekarang dia lagi berubah menjadi ular. Butuh pertolongan Romo," kata Pangeran Arya.
"Iya Raden," kata Nyai Wungu dan Kiai Wungu.
"Eh Kanda. Itu ada galian tanah besar. Bagaimana kalau mayat Raja buto ijo dan sepuluh prajuritnya di kubur di situ. Di jadikan satu saja," kata Nyai Wungu.
"Iya Dinda. Saatnya kita juga mengambil senjata selendang kita," kata Kiai Wungu.
"Ayo kanda," kata Nyai Wungu.
Tiga pendekar itu menguburkan mayat Raja buto ijo dan prajuritnya di galian tanah yang menganggur. Letak galian itu tak jauh dari halaman istana Raja buto ijo.
"Kanda? Kenapa kita coba memasuki istana dalam Raja buto ijo? Saya penasaran isi istana itu apa?" kata Nyai Wungu.
"Betul Romo," kata Pangeran Arya.
"Oh iya. Ayo bertiga kita ke dalam," kata Kiai Wungu.
Cekrek!
Kiai Wungu membuka pintu. Kemudian masuk menuju istana. Mereka di buat terkejut akan suasana istana itu. Bangunan hanya dari batu bata sederhana. Tapi bagus penataan ruangnya. Istana ini juga cukup luas dan besar. Lengkap dengan dapur dan perabotan kuno milik Raja buto ijo. Di pojok Ruang juga terdapat patung buto ijo dan patung ular hijau juga menambah kesan mistis di istana ini. Menengok ke dapur banyak makanan di meja. Ada Ayam panggang berjumlah sebelas. Wadah buah komplit berjumlah sebelas. Dan gelas air dari bambu pun juga berjumlah sebelas. Ya! Karena yang sepuluh porsi untuk prajurit buto ijo sedangkan yang satu porsi untuk Raja buto ijo. Mereka selalu makan bersama-sama. Tetapi mereka juga memakan manusia yang tersesat.
"Wow! Besar juga istananya. Di pojok-pojok ruang selalu ada patung ular dan buto," kata Nyai Wungu.
"Benar dinda, mungkin sudah karakter mereka seperti itu," kata Kiai Wungu.
"Besar, sederhana tapi bagus," kata Pangeran Arya.
"Iya Raden. Ayo kita lihat bagian dapurnya," sahut Nyai Wungu.
"Ayo," kata Pangeran Arya.
Mereka bertiga masuk bagian dapur, mereka terkejut akan makanan yang sudah di hidangkan.
"Wah! Makanan! Ini pasti punya buto ijo! Makanan ini pasti untuk jatah makan malam mereka," kata Kiai Wungu.
"Iya Kanda. Ada sebelas porsi ini. Lengkap dengan piring, lauk ayam dan gelas dari bambu," kata Nyai Wungu.
"Mungkin Raja buto ijo dan prajuritnya suka makan bersama bunda. Makanya ada sebelas porsi. Total saja prajuritnya ada sepuluh di tambah rajanya satu. Totalnya jadi sebelas," kata Pangeran Arya.
"Oh iya betul Raden," kata Nyai Wungu.
"Jadi malam ini kita tidak usah mendirikan tenda dan mencari makan. Kita istirahat saja di istana ini," kata Kiai Wungu.
"Iya Kanda. Sepertinya kita berlibur dulu kanda di sini. Lelah juga habis bertarung," kata Nyai Wungu.
"Iya Dinda. Aku juga ingin di sini dulu. Sepuluh hari saja dinda kita istirahat di sini," kata Kiai Wungu.
"Bagaimana dengan Raden?" kata Nyai Wungu.
"Saya ikut kalian saja Bunda, saya menurut saja," kata Pangeran Arya.
Suasana istana yang sejuk, pepohonan buah yang tumbuh di mana-mana menjadikan mereka betah berlama-lama di istana ini.
Mereka menginap di istana Raja buto ijo. Makanan juga telah tersedia di istana itu. Mereka rencananya akan menetap selama sepuluh hari lamanya, untuk memulihkan badan setelah bertarung melawan Raja buto ijo. Sebelum pergi mereka menyiapkan bambu botol, yang mana bambu itu di gunakan wadah untuk mengambil madu milik siluman lebah yang ada di pintu gerbang kawasan istana Raja buto ijo.
"Besok siap-siap kita pulang! Kita sudah sepuluh hari di sini," kata Kiai Wungu.
"Iya Romo. Lalu bagaimana dengan tunanganku. Katanya kalian mau membebaskan kutukannya dulu?" kata Pangeran Arya.
"Iya Raden. Besok tujuan kita ingin menemui calon menantu kita dulu. Baru setelah itu balas dendam ke dukun gelap," kata Kiai Wungu.
"He...he...he...! Terima kasih Romo!," kata Pangeran Arya.
"Tapi hari ini ambil madunya dulu ya," kata Nyai Wungu.
"Iya tentu Dinda. Raden juga mau kan madunya?" kata Kiai wungu.
"Iya Romo," kata Pangeran Arya.
Hari esok telah tiba. Dari celah jendela sinar matahari menyinari mereka. Seakan sinar matahari itu mengingatkan mereka bahwa mereka harus bangun dari tempat tidur mereka.
"Ayo semuanya kita bangun. Mandi dan sarapan lalu kita pulang," kata Nyai Wungu yang sudah terbangun.
"iya Dinda," kata Kiai Wungu.
"Iya Bunda," kata Pangeran Arya.
Tiga pendekar itu sarapan dan keluar melanjutkan perjalanan pulang. Kebahagiaan terpancar dari hati mereka. Senyum semringah juga terpancar dari wajah mereka. Mereka juga membawa mestika dan kalung sakti milik Raja buto ijo. Tapi syukurlah, jalan keluar yang mereka tempuh sudah tidak di sesatkan lagi oleh siluman. Karena para siluman sudah mati di tangan mereka. Mereka melewati jalan tanpa hambatan apa pun. Rute perjalanan mereka adalah Keluar dari kawasan istana Raja buto ijo. Melewati hutan ilusi lapis tujuh. Melewati hutan ilusi lapis enam. Melewati hutan ilusi lapis lima. Melewati hutan ilusi lapis empat. Melewati hutan ilusi lapis tiga. Melewati hutan ilusi lapis dua. Dan yang terakhir melewati hutan ilusi lapis satu. Untuk keluar dari tempat mereka menghabiskan waktu kurang lebih dua bulan lamanya.
Bersambung.