Setelah Aneska ke luar dari kamar. Ibu terlihat sedih. "Ibu cemas memikirkan dirimu, sebentar lagi kamu selesai Sekolah. Melanjutkan ke Perguruan Tinggi lalu darimana Ibu punya uang untuk biaya semua itu. Kamu anakku satu satunya tapi Ibu tidak bisa memberikan yang layak untukmu. Maafkan Ibu, Aneska."
Aneska masuk ke dalam kamarnya, mengambil handuk yang menggantung dibelakang pintu. "Lebih baik aku mandi dulu. Rasanya lengket sekali apalagi tadi berdiri di terik panas matahari."
Hanya memakan waktu sebentar saja. Aneska sudah selesai mandi, wajahnya sudah terlihat segar kembali. Hanya dengan memakai celana pendek dan kaos longgar, Aneska masuk kembali melihat Ibunya yang sedang terbaring.
"Ibu, aku mau membuat bubur nasi, nanti dimakan ya," kata Aneska, mengganti kompres Ibunya.
"Jangan terlalu banyak, Ibu tidak suka bubur," jawab Ibu.
"Iya, aku tidak akan banyak membuatnya. Tunggu sebentar." Aneska kembali ke luar untuk membuat bubur.
Setengah jam kemudian, Aneska sudah kembali lagi dengan membawa semangkuk bubur.
Ibu bangun dengan perlahan, diambilnya kompres yang ada didahinya. "Ibu sudah merasa lebih baik. Badan Ibu sudah tidak demam lagi."
Aneska memegang dahi Ibunya. "Iya, demam Ibu sudah turun. Sekarang makan buburnya setelah itu minum obatnya."
"Memang masih ada obatnya?" tanya Ibu.
"Ada, di laci. Nanti aku ambilkan," jawab Aneska.
Ibu pelan-pelan memakan buburnya yang sudah hangat. "Kamu sudah makan?"
"Sudah, sambil membuat bubur aku tadi makan," jawab Aneska.
"Bagaimana Sekolahmu? Kapan kamu mulai ujian?" tanya Ibu.
"Ujian dua bulan lagi," jawab Aneska.
"Belajar yang rajin, jangan sampai kamu tidak lulus," kata Ibu.
"Tentu saja aku harus banyak belajar. Ibu sudah dengan susah payah menyekolahkan aku, masa tidak lulus?" jawab Aneska tersenyum.
Ibu tersenyum. "Bagus, kamu bisa Sekolah dari hasil berjualan sayur di pasar."
Aneska tertawa. "Aku tahu Bu, tidak usah di sebut. Aku bisa besar begini juga dari hasil berjualan sayur di pasar."
Ibu tersenyum. "Kalau saja Ayahmu ada, mungkin kamu tidak akan sengsara begini. Ayahmu sangat tidak bertanggung jawab padamu. Sepeser pun tidak membiayai kamu."
Aneska menatap dalam mata Ibunya, terlihat jelas sekali luka yang begitu dalam. "Sudahlah Bu, jangan mengingat hal itu. Aku baik-baik saja. Melihat Ibu sehat dan kita bisa hidup dengan baik, sudah membuat aku senang Bu. Jangan terlalu banyak berpikir."
"Kamu memang anak baik, beruntung sekali Ibu punya anak seperti kamu." Ibu membelai rambut Aneska yang hitam terurai.
"Sekarang Ibu habiskan buburnya, setelah itu minum obatnya." Aneska segera membuka laci yang ada disampingnya.
"Ibu sudah kenyang." Ibu memberikan mangkuk buburnya pada Aneska.
"Ini obatnya diminum. Setelah itu Ibu langsung tidur." Aneska langsung ke luar kamar membawa mangkuk bubur yang masih ada sisa sedikit.
"Dia memang benar-benar anak yang berbakti," gumam Ibu tersenyum.
...
Di lain tempat, di sebuah penginapan nampak Thomas, Josh dan Ervin baru saja ke luar dari mobil. Wajah letih terlihat dari raut muka mereka.
"Panas sekali. Aku ingin mandi," Josh cepat-cepat masuk ke dalam penginapan melewati beberapa pegawai wanita yang sedang memperhatikan dirinya.
"Dasar anak Mami, baru begitu saja sudah seperti orang kebakaran jenggot," ledek Thomas.
"Tapi benar juga kata si Josh. Tadi di Sekolah itu panas sekali. Aku saja sampai cuci muka," kata Ervin yang berjalan di samping Thomas.
Para pegawai wanita nampak tidak berkedip melihat Thomas dan Ervin berjalan melewati mereka. "Aku pikir pangeran itu hanya ada dalam negeri dongeng saja, tetapi ternyata aslinya itu memang ada. Beruntung sekali aku bisa melihatnya walau pun tidak bisa memiliknya."
Thomas dan Ervin pura-pura tidak mendengar ketika salah satu dari mereka memuji mereka berdua. Ditelinga mereka hal itu sudah biasa terjadi.
"Beruntung sekali wanita yang menjadi istrinya. Pasti bangga sekali punya lelaki seperti mereka," jawab yang lain berbisik.
Mendengar kata istri, sejenak Ervin teringat dengan Serlin yang sekarang entah apa yang dilakukannya. Mencarinya atau justru dia tidak peduli, malah pergi mengurus pekerjaan modelnya.
Ervin hanya bisa menarik napas panjang bila teringat dengan permasalahan rumah tangganya yang semakin hari semakin rumit.
Sampai di kamar, Thomas langsung melepaskan setelan jasnya. "Panas sekali. Pendingin ruangannya jalan atau tidak?" tanyanya mencari remote.
"Tidak tahu," jawab Ervin datar, langsung membaringkan tubuhnya di atas kasur.
Josh baru saja ke luar dari kamar mandi, wajahnya terlihat segar. "Kalian mau mandi? Airnya segar sekali. Aku baru kali ini merasakan air yang sangat segar."
"Aku mau mandi," jawab Thomas berjalan hanya mengenakan celana dalam saja masuk ke kamar mandi.
"Habis ini kita mau ke mana?" tanya Josh melihat Ervin yang sedang terbaring.
"Katanya kita nanti di suruh kumpul di aula, timnya Thomas mau pulang nanti malam. Aku tidak mau ikut kumpul di aula," jawab Ervin.
"Aku juga tidak mau. Biarkan saja si Thomas yang datang," kata Josh.
"Iya, ini juga sebenarnya tidak ada sangkut pautnya dengan kita. Ikut hanya ingin merilekskan otakku. Aku ingin tidur saja. Semalam aku hanya tidur sebentar," kata Ervin memejamkan matanya.
"Lebih baik kamu mandi dulu biar segar tubuhmu," kata Josh yang sudah rapi dengan mengenakan celana pendek dan kaos polo ketat hitam sehingga memperlihatkan dadanya yang bidang.
"Iya, tunggu si Thomas ke luar. Kalau mandi bareng bisa berbahaya, nanti di dalam malah main pedang pedangan," jawab Ervin asal bicara dengan mata yang masih terpejam.
Josh tertawa. "Dasar gila. Jangan karena sering bertengkar dengan si Serlin, otakmu jadi geser. Tidak suka perempuan."
Tidak lama pintu kamar mandi terbuka, Thomas ke luar hanya mengenakan handuk yang dililitkan dibagian bawah saja. Wajahnya terlihat segar.
"Aku mau mandi," Ervin buru-buru bangun langsung masuk ke kamar mandi.
Thomas melihat Josh yang sedang duduk di dekat jendela sambil merokok. "Kamu mau pakai celana pendek ke aula?" tanyanya.
"Aku tidak mau ke sana, mau tidur. Kamu saja yang pergi. Tokoh utamanya itu kamu bukan aku. Ikut denganmu ke sini hanya ingin refreshing saja," jawab Josh menghisap rokoknya.
"Kalau begitu biar sama si Ervin saja." Thomas mencari cari pakaian yang cocok untuk dia pakai.
"Tadi si Ervin bilang katanya tidak mau ikut, mengantuk berat karena semalam kurang tidur."
"Jadi aku pergi sendiri, padahal nanti ada acara makan makannya. Memangnya kalian tidak lapar?" tanya Thomas santai.
"Ada acara makan?" tanya Josh.
"Iya, kamu pikir mau apa kita kumpul di sana?" tanya Thomas. "Pekerjaan sudah selesai, sekarang saatnya kita bersenang senang. Begitu si Galang bilang padaku tadi. Apalagi nanti mereka langsung pulang. Jadi yang tersisa tinggal kita bertiga di sini."
Tinggalkan komentarnya di setiap chapter dan juga jangan lupa power stone.
Terima kasih.