/ History / Pesan Cinta Effendik
Không đủ số lượng người đọc
Tóm tắt
“Menata hati bukan ikwal membalik telapak
Mencairkan luka jua tak sekedar meneguk kopi
Menyapu keresahan masa lalu jua teramat tak mampu
Semua adalah garis takdir qada
Mau tak mau harus terlewati
Di sisinya ada jurang di sisi yang lain ada lubang
Di tengah-tengah ada serapak dua kaki
Bila salah sedikit neraka jahanam adalah ujung tanpa tepi
Bukan masalah hanya mengucap Bismillah
Atau mengusap kedua tangan kemuka dengan Allhamdulillah
Tapi terus berjalan di jalanan yang benar
Setegak alif sekuat baq berjuang demi menjaga keimanan dan kesalehan hati
Terus berusaha hidup dengan lafaz shalawat dan tabuh genderang takbir langit”
***
Begitulah serat cinta lampiran sebait puisi Effendik yang iya tulis rapi bak catatan buki diari. Sore menjelang magrib dengan segelas kopi dan sebungkus rokok di atas meja berteman sunyi sebuah gang desa bernama Mojokembang. Sebuah desa pinggiran kota Jombang.
Ini ikhwal sebuah cerita dan album masa lalu Bagus Effendik. Seorang lelaki muda yang sedang mencari jati diri. Benturan demi benturan kenyataan pahit terus ia lalui. Kehidupan sederhana dari orang tua yang sederhana membuat ia harus selalu berjibakuh dan kerja keras untuk mencari sesuap nasi.
Bagus Effendik yang sering dipanggil dengan sebutan Cacak Endik. Adalah pemuda biasa dari kebanyakan pemuda kampung lainnya. Namun di balik penampilannya yang biasa saja terselip kalam-kalam illahi yang indah yang selalu tergetar di mulut dan hatinya.
Jalan takdir yang ia miliki membuatnya selalu resah dengan keadaan yang diterimanya. Iya selalu bertanya dalam hati apa itu cinta sebenarnya dalam arti mana harus ku kerahui cinta apakah dalam arti kiasan atau secara hakikatnya
Bạn cũng có thể thích
Chia sẻ suy nghĩ của bạn với người khác
Viết đánh giáTác giả Cacak_Endik_6581