Tải xuống ứng dụng
7.46% Anna and The Beast / Chapter 25: Maybe

Chương 25: Maybe

This is not dream!

Bukannya tidur, sekarang Anna malah kesulitan memejamkan mata. Sebenarnya ini bukan pertama kalinya dia tidur dengan Malik, beberapa kali, dia sudah pernah seranjang dengan suaminya itu. Tetapi entah kenapa suasana saat ini berbeda.

Anna memunggungi Malik, menyembunyikan kegugupannya dan mencoba menenangkan detak yang tak karuan di dada.

Malik membuka mata, melihat bahu Anna yang terus bergerak-gerak.

"Kau belum tidur, Ann?" tanya Malik.

"Hmmm," deham Anna.

Malik hilang kata. Dia tak pandai bertanya, dia juga tak pintar menyusun kalimat. Selama ini, dia hanya bicara seadanya dan singkat, padat. Tidak pernah bertele-tele.

"Tidurlah," satu kata singkat terlontar dari mulutnya. Malik berpindah posisi, terlentang dengan tangan yang menjadi bantal kepalanya.

"Besok Ibu, Aldo dan Kevin berangkat pagi, kalau kau tidak tidur sekarang, bagaimana bisa kau bangun pagi?" ujar Malik.

Tangan Anna meremas selimutnya, mengatupkan bibir rapat-rapat agar Malik tidak mendengar rintihannya.

Kenapa keluarganya berangkat secepat itu? Bukankah mereka baru saja membahasnya tadi pagi? Seakan-akan mereka tak sabar ingin meninggalkannya.

"Kau tidak perlu khawatir, kalau kau rindu, kau tinggal menemui mereka. Ibu dan adik-adikmu itu tidak pergi sangat jauh sampai kau tidak bisa menemuinya. Lagi pula, sekarang sudah ada ponsel. Tanpa bertemu secara langsung, kau bisa mengobrol dengannya lewat aplikasi," Mendadak Malik menjadi banyak bicara, dan dia heran dengan dirinya sendiri. Dari mana kata-kata yang dia ucapkan tadi?

Anna membalikkan tubuhnya, menatap rahang tegas Malik.

"Tidurlah," ucap Malik, bola matanya memutar dan terkejut saat melihat Anna kini menatapnya.

Glek!

Sesuatu dalam dadanya bergetar, dan dia tak mengerti kenapa bisa seperti itu?

"Bolehkah aku menemui ibu sesekali?" tanya Anna memastikan.

Malik menganggukan kepalanya, "Tentu saja, boleh."

'Apa aku boleh menginap beberapa hari di sana?' Anna ingin bertanya itu, tetapi kalimat tanya itu tidak dia utarakan. Mengendap di hatinya begitu saja.

Pagi yang sudah ditentukan sebagai hari keberangkatan ibu dan saudara-saudaranya pun datang.

Anna menyisir rambutnya, membiarkan rambut panjangnya tergerai, dia hanya menambahkan dua jepitan hitam di poninya.

Dalam mobil yang sama dengan Malik, Anna hanya menyandarkan kepalanya yang terasa berat. Entah karena efek menangis atau karena memikirkan ibu dan adiknya. Saat ini dia pun lebih banyak diam, memerhatikan ruas jalan yang tampak lengang.

Sementara Malik hanya sesekali mengawasi Anna, melihat kesedihan di mata itu sangat mengusiknya, dan Malik tidak tahu kenapa.

Selama ini dia menjalankan hidupnya dengan logika, dia tidak pernah merasa sedih, senang atau hal lainnya. Hidupnya datar. Namun, setelah Anna masuk ke dalam rumahnya, ke dalam hidupnya, ada beberapa perubahan yang datang tanpa dia sadari.

"Jangan menyusahkan suamiku! Jangan mencari-cari masalah dengan Malik, kau paham?" Nasihat ibunya yang lebih terdengar seperti omelan.

Anna menggangguk pelan. Suara operator bandara berulang memanggil penerbangan dengan tujuan London.

Tig orang yang ditugaskan Malik untuk menemani mertuanya itu tampak menunggu wanita parah baya tersebut, lalu berbeda dengan dua adik Anna yang memutuskan untuk tidak melihat wajah kakaknya. Tidak di hari terakhir ini, karena mereka tahu, hati mereka akan goyah jika melihat kakaknya saat ini.

"Bapak ingin kau ikut makan malam nanti," Storm tengah menikmati sarapannya dengan makanan sehat. Salad dan segelas susu protein.

"Dan satu lagi, ajak istrimu. Dia perlu diperkenalkan pada yang lainnya."

Malik belum menjawab. Dia menoleh Anna, kemudian fokus dengan teleponnya.

"Baiklah, Kak. Kakak sebut saja di mana tempatnya," terang Malik.

"Kau di mana—"

"Kalau gitu, sudah dulu, ya, Kak."

Malik buru-buru menutup panggilan. Kemudian menghampiri Anna. Menyentuh pundak Anna dengan rasa takut, tetapi dia tetap melakukannya, dia ingin Anna tahu bahwa meski ibu dan adik-adiknya di tempat yang jauh, namun dia masih memiliki dirinya.

Seakan ada sesuatu yang lepas dari hatinya, seperti itulah yang dirasakan Anna setelah ibu dan adik-adiknya pergi. Ia tahu jika tujuan kepergiaannya bagus, tetapi caranya? Sungguh, Anna tidak bisa sendiri.

"Apa kau lapar An? Kita bisa sesekali makan di luar rumah," ucap Malik. Walau sebenarnya dia tidak suka makan di luar, dia tak yakin tempat itu higienis dan masih banyak lagi kekhawatiran yang dia miliki.

Anna menggeleng pelan. Dia ingin cepat sampai di rumah.

"Apa kau menginginkan hal lain, An? Seperti ... mall atau kafe?" tanyanya lagi.

Malik memang bisa dibilang kolot dan kurang pergaulan, tetapi bukan berarti dia tidak tahu apa yang disukai oleh anak muda jaman sekarang— meski Malik sendiri masih muda, tetapi gaya hidupnya yang introvert, membuatnya seolah-olah Malik tidak berasal dari generasi millineal.

Anna memutar kepalanya, "Aku ingin pulang saja, Malik."

"Ba-baiklah, kalau gitu." Seakan ditolak, tapi tak apa. Yang tahu apa yang diinginkan adalah diri Anna sendiri. Gadis itu bukan anak kecil lagi.

*

"Kau tidak akan percaya setelah bertemu dengannya langsung. She's very beautiful, more than beautiful malah," Gerald berucap sedikit berlebihan.

Status Gerald yang playboy tentu menjadi alasan kenapa Storm ragu. Setiap wanita di mata Gerald cantik, tetapi kecantikan standartnya Gerald sedikit berbeda. Karena itu, Storm kurang percaya.

"Lalu bagaimana mereka menikah? Apa wanita itu tahu siapa kita dan siapa Malik?"

Gerald bungkam sesaat, mengusap dagunya yang polos. Dahinya mengernyit.

"Sepertinya Anna belum tahu," tandasnya.

Dilihat dari bagaimana pernikahan yang diadakan secara mendadak itu, awalnya Gerald pikir wanita itu tengah hamil, tetapi sepertinya bukan. Malik tidak mungkin melakukannya, jangankan tidur dengan wanita. Gerald yakin, Malik tidak pernah sekalipun memegang tangan wanita.

Ada hal lain yang pasti menjadi melatar belakangi pernikahan itu, namun dia tidak tahu apa itu. Yang jelas, banyak teka-teki dengan pernikahan itu.

Storm meneguk minumannya, Gerald memang pria payah. Playboy yang bejatnya mengalahkan dewa. Tetapi jika Anna tidak terusik dengan gangguan Gerald. Itu artinya dia bukan wanita yang pantas untuk Malik.

"Tapi aku yakin, dia bisa menjadi pendamping yang pas untuk Malik yang cemen itu," tandas Gerald.

Untuk pria pemalu dan introvert seperti Malik, wanita berani dengan penampilan yang berbeda itu perpaduan yang pas. Perpaduan yang seimbang.

"Oh ya. Apa kau sudah menghubungi Malik tentang acara malam ini?" tanya Gerald.

Pelayan lalu mendekati meja pria itu. Ada cemilan yang sudah dipesan oleh meja 10 tersebut.

"Terima kasih, Nona Cantik," puji Gerald. Insting playboynya seketika bangkit setelah bertemu dengan wanita cantik.

Wanita cantik memang selalu bisa mengalihkan dunianya.

Storm menokeh sekilas, menatap tidak suka. Tetapi dia tidak bisa menghentikan Gerald. Berbicara dengan Gerald seperti berbicara dengan batu besar. Tidak akan ada habisnya.

Jika wanita yang berada di samping Malik adalah wanita yang seperti demikian. Maka Storm yakin, wanita itu bisa menahan dan menjaga Malik.


Load failed, please RETRY

Quà tặng

Quà tặng -- Nhận quà

    Tình trạng nguồn điện hàng tuần

    Rank -- Xếp hạng Quyền lực
    Stone -- Đá Quyền lực

    Đặt mua hàng loạt

    Mục lục

    Cài đặt hiển thị

    Nền

    Phông

    Kích thước

    Việc quản lý bình luận chương

    Viết đánh giá Trạng thái đọc: C25
    Không đăng được. Vui lòng thử lại
    • Chất lượng bài viết
    • Tính ổn định của các bản cập nhật
    • Phát triển câu chuyện
    • Thiết kế nhân vật
    • Bối cảnh thế giới

    Tổng điểm 0.0

    Đánh giá được đăng thành công! Đọc thêm đánh giá
    Bình chọn với Đá sức mạnh
    Rank NO.-- Bảng xếp hạng PS
    Stone -- Power Stone
    Báo cáo nội dung không phù hợp
    lỗi Mẹo

    Báo cáo hành động bất lương

    Chú thích đoạn văn

    Đăng nhập