***
"Tuan! Kapal perang Liviel mendekati wilayah laut kita."
Evan yang sedari tadi tengah asik menikmati kopi hangatnya bersama Laurentia segera mengalihkan kedua manik mata dengan cepat. Ia memandang seorang pemberi pesan yang datang dengan keadaan pakaian yang basah kuyup, di luar memang sedang turun hujan dengan intensitas yang sedang.
Pemuda itu berdiri dan melangkah mendekati pagar lantai dua dengan tetap matanya beradu pandang dengan pembawa pesan tersebut. Laurentia ikut berjalan mendampingi Evan, terus menerus berada di samping pemuda tersebut.
"Sekitar sepuluh kapal ukuran sedang, Tuan," ucap pembawa pesan.
"Evakuasi warga di pesisir, siapkan meriam yang kita simpan dan panggil seluruh pemanah yang berada di baris depan pertahanan," tegas Laurentia, ia tahu apa yang perlu dilakukan mengingat strategi dan sistem pertahanan pulau ia sendiri yang merancang dengan tetap melalui persetujuan Evan.
Kedua kaki ia rapatkan dengan cepat, wajahnya tegas seraya mengangguk hormat. Pembawa pesan tersebut pergi setelah berpamitan kepada atasannya.
"Persiapkan pasukan berpedang, lindungi area tiga dari pertahanan luar kita," ucap Laurentia kepada anak buahnya.
Petang itu, orang-orang yang mengira tidak terjadi apa-apa berubah riuh dengan kesibukan mereka masing-masing. Mulai dari menteri, jenderal, hingga komandan tiap satuan pasukan terlihat mondar-mandir mempersiapkan tugas mereka masing-masing, mencegah kemungkinan terburuk bisa terjadi.
Di antara kesibukan orang-orang tersebut, hanya Evan saja yang terlihat santai dan tidak panik. Dirinya cukup yakin pasukan yang dimiliki Cassariel mampu menghalang serangan dari Liviel, bahkan dengan sombongnya, ia berpikir kalau pasukan Cassariel tidak akan mendapatkan korban jiwa satu pun.
"Di mana Bella dan Hiro?" tanya Evan, Laurentia tidak menjawab dan hanya menunjuk dua kamar yang berada di pojok lantai dua.
"Apa mereka sedang beristirahat?"
"Aku pikir tidak. Mereka berdua sepertinya sedang mempelajari sesuatu dengan buku-buku yang mereka bawa dari perpustakaan kerajaan," jelas Laurentia.
Evan menyediakan perpustakaan kerajaan di Cassariel dengan mengangkut semua buku-buku yang tersedia di ruang rahasia pahlawan. Benar, Evan sendiri yang memimpin tim ekspedisi untuk membawa semua jejak sejarah milik Pahlawan Maximilian.
"Panggil mereka semua. Aku ingin melatih kemampuan mereka setelah satu tahun berlatih penuh denganku," pinta Evan, Laurentia mengangguk seraya pergi sesuai dengan perintah Evan.
Ia tak mampu menyembunyikan rasa senangnya, kecerobohan Liviel dengan melanggar perjanjian yang sudah kedua pihak buat mengakibatkan kerajaan besar itu tak bisa lagi mengelak ketika Evan menginvasi daratan.
Dengan penyerangan tiba-tiba mereka, akan Evan tunjukan bagaimana kapasitas dari pasukan Cassariel kepada kerajaan. Ia memang tidak memiliki armada laut yang kuat, tetapi ia memiliki pasukan yang tangguh dan kuat dalam pertarungan infantri.
Hiro dan Bella datang, keduanya masih menggunakan pakaian berlatih mereka. Evan segera mengalihkan pandangannya dan memandang satu persatu hingga menimbulkan kebingungan di benak kedua remaja tersebut.
"Kita sedang diserang oleh Liviel. Aku ingin kalian turun ke sana dan menunjukan latihan-latihan yang sudah kita lakukan."
Hiro bersemangat, sedangkan Bella ketakutan. Lelaki itu bahkan sudah menggenggam tombak pahlawan miliknya yang ternyata bisa mengecil dan membesar sesuai kebutuhan, berbeda dengan Bella yang masih mencengkeram tongkat sihirnya dengan erat, pandangannya tertunduk memikirkan bagaimana jika ia justru merepotkan banyak orang.
"Apa kau takut, Bella?" tanya Evan, lembut.
"Aku hanya cemas jika aku justru merepotkan para pasukan dan mengakibatkan banyak orang yang tewas," lirih Bella, enggan menatap Evan.
Hal yang dirasakan oleh Bella adalah sesuatu yang wajar. Anak seusia mereka tidak patut untuk diterjunkan langsung ke medan perang yang sesungguhnya. Namun, tak bisa dipungkiri bahwa keadaanlah yang membuat mereka harus melakukannya.
"Jangan khawatir. Kau akan bertugas bersama pasukan medis. Jadi, fokus saja dengan sihir penyembuhmu dan selamatkan orang-orang yang kau takutkan itu."
Mendengar perkataan Evan yang mengizinkannya berada di barisan belakang membuatnya senang, setidaknya itulah yang ingin ia lakukan di tugas pertamanya di lapangan. Hiro pun ikut menyemangati Bella dengan berjanji dia akan melindungi perempuan tersebut jika dalam bahaya.
"Pergilah. Buat aku bangga karena sudah melatih kalian," pinta Evan, memeluk keduanya dengan erat seraya mengecup pelan pipi Hiro dan Bella bergantian.
Mereka berdua segera pergi dengan ditemani Laurentia yang Evan perintahkan. Hiro segera maju ke garis depan, meninggalkan Laurentia yang masih berdiri menemani Bella di pos medis.
Evan berjalan menaiki anak tangga untuk sampai di lantai paling atas dari gedung pemerintahannya, lantai empat. Pintu kayu terbuka dan terlihatlah hamparan luas atap gedung yang biasa digunakan untuk mengibarkan bendera Kuda Putih kebanggaan warga Cassariel.
Sejauh mata memandang, Evan bisa melihat kesepuluh kapal perang Liviel yang berada sejajar antar satu sama lain. Tak hanya kapal musuh, tetapi pemuda itu juga melihat pergerakkan dari pasukan dan warga yang pergi mengungsi.
Sudut mata Evan tertuju kepada dua orang yang berada di kapal kelima, kapal perang yang berada di tengah barisan kapal Liviel tersebut. Terlihat keduanya memegang tongkat sihir berwarna biru dengan tinggi yang sama.
Pintu atap terbuka, salah satu ajudan Laurentia berjalan menghampiri Evan dengan membawa pesan buruk dari medan perang.
"Ada apa?" tanya Evan.
"Dua pendeta kerajaan muncul, meriam kita disapu bersih oleh mereka."
Evan membelalakkan kedua mata, kaget dan syok dengan situasi terkini di garda depan pertahanan Cassariel. Kedua orang itu benar-benar pendeta yang kuat dan menyeramkan, mereka bisa menjadi batu hambatan Evan ketika ambisi menguasai Liviel terjadi.
"Siapkah trebuchet!" pinta Evan, ajudan itu mengangguk.
Sebelum pria itu pergi, Evan menghentikan langkah ajudan tersebut dan menitipkan pesan khusus kepada Bella dan Laurentia.
"Bilang pada Bella, gunakan sihir pohon miliknya untuk menghancurkan minimal dua kapal perang mereka."
Ajudan itu akan menyampaikan pesan Evan pada remaja tersebut. Ia segera pergi dengan langkah cepat meninggalkan gedung pemerintahan menuju tempat-tempat yang akan ia tuju, Bella dan gudang senjata.
Bella tidak mau melakukannya, sihir pohonnya mengharuskan dirinya berada sedekat mungkin dengan bibir pantai. Laurentia meyakinkan Bella kalau remaja perempuan itu tidak akan terluka selama berada di pinggirnya.
Setelah bujuk rayu yang alot, akhirnya Bella menyetujui untuk pergi ke garda depan pertahanan Cassariel. Selagi bergerak, ia memerhatikan Evan yang tampak tenang berdiri di atap memerhatikan jalannya perang dengan kedua matanya.
Lima trebuchet sudah berdiri kokoh. Mereka langsung menyiapkan batu besar dan melemparkan batu tersebut mengarah ke tiga kapal yang berada di sisi kanan barisan. Laju batu yang cepat dan pandangan yang kabur karena hujan menyebabkan mereka tak mampu mengelak dari serangan trebuchet tersebut.
Dua kapal karam dan kru di dalamnya berusaha menyelamatkan diri. Namun, mereka gagal karena para pemanah Cassariel langsung menghujam mereka dengan ribuan panah dalam waktu cepat.
"Kita hancurkan kendaraan mereka saja dulu. Lalu menangkap setiap orang yang mencoba kabur," gumam Evan, memandang jauh ke pesisir pantai dengan kedua tangannya bertumpu pada pagar beton atap gedungnya tersebut.
Sesuatu yang Evan tunggu-tunggu akhirnya muncul, tiga kapal terjerat sihir pohon milik Bella, bahkan aura hijau yang terang muncul menyinari tempat tersebut. Evan mengepalkan tangan, bersemangat dan bangga atas usaha keras yang mereka lakukan.
"Aku tidak pernah meragukan kekuatanmu, Bella!" puji Evan, berteriak kencang.
Kini, tersisa lima kapal. Awalnya Evan berpikir akan mudah menjatuhkan dan menenggelamkan mereka. Namun, perisai pelindung yang diciptakan dari kedua pendeta itu membuat mereka mampu melarikan diri dari tempat tersebut.
Kemenangan yang manis untuk Cassariel, kemenangan yang hebat untuk kedua remaja kebanggan Evan, dan kemenangan yang penting untuk ambisi Evan. Pemuda itu berjalan menuruni tangga hingga sampai ke lantai dua, terlihat para anak buahnya merayakan kemenangan ini dengan penuh suka cita.
"Perkuat sisi luar, bangun menara pengawas dan rekrut lebih banyak orang untuk bergabung dengan kita," pinta Evan, dengan serentak anak buahnya mengangguk dan memberi hormat kepada Evan.
"Kemenangan yang penting bagi kita. Sekali lagi, kita bersiap untuk menginvasi daratan!" tegas Evan mengacungkan pedang pahlawan yang terpasang di punggungnya.
Laurentia datang menghampiri Evan di tengah sorak sorai anggotanya, ia menyelamati atas kemenangan Evan. Namun, pemuda itu membantah dan mengatakan kalau kemenangan ini berkat strategi Laurentia yang sigap.
"Buatlah strategi menakjubkan untuk tujuan kita," pinta Evan, Laurentia mengangguk dengan senyuman yang terulas lebar.
Kedua remaja kebanggaan Evan tiba, seluruh pejabat di gedung ini menyoraki dan memuji kemampuan mereka yang menakjubkan. Bahkan ada di antara para pejabat pemerintahan yang memprediksi kalau mereka akan menjadi orang terkuat di kerajaan setelah Evan.
"Tidak buruk, kan?" tanya Evan, senang.
"Rasanya berbeda seperti ketika menyerangmu, Guru." Bella tersenyum dengan kedua mata yang terpejam, remaja perempuan itu sudah tumbuh menjadi gadis periang dan percaya diri saat ini.
Berbeda dengan Bella, Hiro belum mendapatkan apa pun dari perang singkat ini. Ia mengesalkan sikap pengecut prajurit Liviel yang enggan turun dan bertarung layaknya pria.
"Haha! Kalian akan mendapatkannya suatu hari nanti," ucap Evan.
Evan mengajak ketiganya untuk pergi ke luar gedung pemerintahan untuk merayakan kemenangan ini. Kapal-kapal Liviel memang pergi, tetapi mereka akan kembali dengan jumlah yang besar dan masif, sesuatu yang ditakutkan Evan mungkin saja terjadi di lain waktu.
Ksatria Agung dan Pendeta Suci, Maximillian ke-7 dan Sophie. Mereka berdua akan segera melancarkan serangan kedua ke Cassariel.
Creation is hard, cheer me up!