"Terima kasih Abraham, apakah ini dari Shem?" Adaline berjalan melewati Abraham.
"Bukan, maaf saya sendiri yang berinisiatif, karena mungkin tuan putri lapar, jadi aku tidak tahu makanan tuan Putri apa biasanya? Pangeran juga tidak memberitahuku, jadi aku ambilkan yang ada saja, maaf bila tidak suka tuan Putri"
"Terima kasih banyak Abraham, ini roti dan buah, siapa saja akan menyukai makanan ini, begitu juga aku," balas Adaline.
"Aku ingin duduk di luar kamar ini Abraham, di dalam terus membuat aku sesak," dia berjalan keluar daru kamar gelap itu. Dia duduk di lantai bersama Panglima dari pangeran Shem.
"Ayo, temanilah aku makan, jangan sungkan." gadis itu menawari Abraham.
"Saya sudah makan Tuan putri, itu semua buat anda," Abraham menyaksikan Adaline memakan semua makanan dengan lahapnya. daei pagi sampai menjelang malam dia tidak memakan apapun.
"Apa peperangan sudah usai?" tanyanya.
"Sudah yang mulia, Kerajaanmu sudah kami kepung, dan tak mungkin bisa berkutik lagi.
"Apa kau dengar bagaimana nasib Ayah dan Ibuku?" Adaline menanyakan lagi.
"Aku tidak tahu Tuan Putri, mungkin Tuan Shem tahu besok, karena hari ini dia ke istana. Kalau aku. Tidak tahu sama sekali kabar istana karena tugasku berada disini, menjagamu dan memantau pergerakan rakyat dan prajuritmu." penjelasan Abraham disampaikan kepadanya.
Sementara jauh di seberang sana. Istana kerajaan Sadrach sangat heboh dengan berhasil di cekalnya Raja dan Ratu Serafin. Raja Ignasius dan Ratu Librivia. Keduanya menjadi tawanan yang dibebani hukuman mati, begitu juga adik Adaline, Pangeran Andrew yang masih berusia sepuluh tahun.
"Apa kamu punya permintaan terkahir sebelum kepalamu ini lepas dari ragamu?" Ucap Raja Theophilus dengan penuh Amarah.
"Tidak, meskipun aku memberi permintaanku, kau tak mungkin mengabulkannya." jawab Raja Ignasius. Taja Ignasius tampak begitu tegar, namun sang Ratu Librivia menangis tak henti-hentinya.
"Kami akan segera menemukan Putrimu dan kalian bisa bersama-sama ke Neraka sekeluarga, Ignasius! Inilah hukuman yang pantas kalian dapatkan PENGHIANAT!!!" Teriak Raja Theophilus.
"PANGERAN TELAH TIBA!!!" teriak salah seorang pengawal. Raja tiba-tiba berlari menemui putranya.
"Mana calon istrimu itu? Dia sudah ditunggu keluarganya untuk ke Neraka bersama!" Amarah Raha Theophilus menggebu-gebu.
"Ehm ... masih dicari oleh Abraham, Ayah" jawab Pangeran.
"Bukankah tadi aku sudah dengar bahwa Abraham telah berhasil menangkapnya terlebih dahulu?" Bantah Ayahnya.
"Iya tadinya, tapi tiba-tiba para ksatria Serafin merebut Tuan Putrinya itu Ayah, Abraham kualahan karena di dalam istana masih banyak lawan,"
"Mana dia sekarang?!" bentak Raja.
"Dia masih di sana Ayah, memantau keadaan dan berusaha mencari Putri Adaline, beserta beberapa pengawal dan prajurit juga berjaga-jaga.
Raja terlihat sangat kecewa, ia sangat menginginkan hari ini mengekskusi keluarga istana Serafin ini di depan umum, di penggal dan kepalanya akan dijadikan pajangan di museum khusus istana, tapi sepertinya Raja harus berbesar hati untuk menunggu satu anggota kerajaan lawannya yang masih buron dan belum ditemukan.
"Apakah Raja dan Ratu Serafin sudah disini Ayah?" tanya Shem kepada Ayahnya.
"Sudah! Tinggal anak perempuannya itu!" jawab sang Ayah.
Shem segera berlari menuju ruang tahanan yang dikelilingi penjagaan yang sangat ketat. Shem melihat dengan mata kepalanya sendiri, kedua orang berpengaruh besar itu sedang bersimpuh tak berdaya dan sangat menyedihkan.
Raja Ignasius tampak masih penuh dendam dan amarah, sementara sang Ratu hanya berlinang air mata menatap dirinya yang perlahan-lahan mendekati mereka berdua.
Shem merasa tak pantas berkata-kata kepada Raja Ignasius, hatinya juga sangat kecewa dan terluka dengan sikap penghianatannya kepada Kerajaanya, kepada dirinya. Dirinya dan Adaline harus menanggung dampaknya karena kesalahan fatal Ayahnya Adaline ini. Shem segera menatap Ratu Librivia yang berurai air mata.
"Apa yang terjadi Ratuku? Bagaimana bisa seperti ini? Kenapa kalian ingin menghancurkan Kerajaanku? bila Red Xavier Crystal tidak berada pada tempatnya, maka Kerajaan Sadrach akan hancur." Shem meraih kedua tangan Ratu Librivia. Dia mencium tangan itu.
"Raja di hasut para penasehat dan beberapa Kerajaan lain untuk bekerja sama dalam hal ini, Raja tak ingin menghancurkan kerajaan kalian, tapi hanya ingin memiliki Crystal itu. Sehingga menjadi Kerajaan yang paling hebat dan menguasai seluruh penjuru Dunia. Aku juga tak menyangka suamiku mengabulkan kerjasamanya ini. Dan terjadilah semua ini Pangeran ... Ampunilah kami Tuanku," Ungkapan Ratu, ibunya Adaline yang menangis terisak-isak.
"Aku sangat menyesal Ratu. Maafkan aku tak mampu berbuat apa-apa Ibu Ratu, aku hanya seorang Pangeran yang masih jauh dibawah perintah Raja. Aku tak mungkin melawan aturan Kerajaan Sadrach.
"Kalau begitu, kabulkan satu permintaan kami sebelum kami di hukum mati," Teriak Ratu Librivia.
"Katakan Tuan Ratu,"
"Selamatkan Adaline. Dia sama sekali tidak tahu apa-apa tentang kejahatan ini, jangan bunuh dia juga. Selamatkan dia Pangeran," Ratu memohon dengan memelas.
"Dia setia kepadamu, tidak ada laki-laki lain selain kamu dihatinya pangeran. Dia sangat mencintaimu. Sebelum semua terjadi seperti ini. Tiada hari tanpa memikirkanmu."
"Aku tak tahu Ratuku, apakah aku bisa membantumu. Apakah aku bisa menyelamatkannya. Semua kekuasaan dan keputusan ada di tangan Ayahku." Shem menjawab sekaligus segera meninggalkan mereka.
Sungguh hatinya tak akan tega melihat kedua orang yang pernah dekat dengannya ini akan di hukum mati, terutama Ratu Librivia yang sangat lembut, tidak mungkin Ratu ikut serta dalam proyek pencurian itu. Hanya saja dia adalah istri dari Raja penghianat yang harus ikut serta mendapat hukuman. Ia juga memikirkan Adaline. Apa yang harus ia lakukan untuk menyelamatkan gadia yang dicintainya itu?
Jujur saja, Shem juga merasakan hal yang sama, tak ada yang bisa menggantikan posisi Adaline dihatinya. Meskipun berkali-kali dirinya mengunjungi Kerajaan-kerajaan lainnya. Dia tak pernah jatuh hati lagi kepasa tuan Putri lain, hanya Adaline yang mampu mengisi hatinya. Pangeran Shem segera menuju ke kamarnya. Dia merenung ... Dia berfikir keras ... Dia merindukannya.
"Adaline, telah kusimpan seribu kenangan, sejak saat kau menyandarkan dirimu dalam pelukanku. Sejak itu aku telah tanamkan gelora asmara yang membakar jiwaku, hingga kau mampu membuatku terlena akan adanya cinta yang menggebu di dada," bisiknya lirih menatap jendela kamarnya.
Mata Shem menerawang jauh dan bertanya kabarnya? Baru beberapa jam ia bertemu gadia itu, namun kini dia telah memenuhi pikirannya.
"Oh iya. Aku lupa meminta Abraham untuk mencarikan Adaline makanan." Shem berlari untuk mencari satu pengawalnya. Ia ingin memberi tugas kepada pengawalnya untuk memberikan makanan kepada Abraham. Pasti Abraham paham kalau makanan itu untuk Adaline.
Shem segera mencari beberapa makanan istana yang sangat lezat. Ia bungkus dengan rapat dan segera ia serahkan kepada pengawalnya. Tak lupa Shem juga membungkus rapat, sangat rapat gaun adik perempuannya untuk mengganti gaunnya Adaline yang sudah seharian dia pakai.
Salam Hangat readers, semoga terhibur. Dukung penulis dengan berikan komentar, review dan jangan lupa lempar power stone ke buku ini. Terima kasih dan jangan lupa bahagia.