Sundari merasa lega setelah berbincang-bincang dengan Aminah. Ia merasa akan jauh lebih baik jika Kartika keluar dari Saritem.
"Bu, jika Ibu memerlukan sesuatu katakan pada saya. Untuk Kartika apapun akan saya usahakan. Sebetulnya, saya sudah lama ingin keluar dari dunia malam ini, Bu. Tapi, saya masih belum bisa menghadapi dunia. Saya takut, jika orang banyak yang mencemooh saya. Saya akui bukan orang yang suci, tapi saya sendiri tidak pernah bermimpi untuk menjadi seperti sekarang ini."
"Pasti akan ada waktunya supaya Ibu bisa keluar dari sana."
"Amin, Bu. Semoga saja, baiklah bu. Saya harus pamit sekarang, saya meninggalkan Kartika sendiri di rumah tadi."
"Iya, hati-hati, Bu."
Sundari merasa lega saat mengetahui bahwa memang benar bahwa Bu Aminah akan menebus Kartika dari Saritem. Ia pun langsung berpamitan. Sampai di rumah, ia langsung mengetuk pintu kamar Kartika. Dan langsung memeluk gadis itu dengan penuh kehangatan.
"Kau akan hidup dengan lebih baik, nak. Ibu tadi sudah ke rumah Ibu Aminah dan, ternyata betul. Beliau akan menebusmu. Lega rasanya ibu, nak."
"Jadi, aku tidak perlu lagi melayani tamu-tamu kan, Bu? Aku bisa meneruskan mimpiku?"
"Iya, nak. Ibu akan tetap menepati janji untuk membiayai sekolahmu. Dan kau bisa terus sekolah. Meskipun kau tidak di sini lagi. Tapi, ibu akan selalu menjadi ibumu."
Kartika memeluk Sundari dengan erat. Hatinya begitu berbunga-bunga. Ia tidak tau bahwa sebenarnya ia harus membayar mahal untuk sebuah kebebasan. Ada tangan-tangan jahat yang siap menebarkan jala untuk menjerat dan membuat ia celaka.
**
Sania turun langsung menjemput Kartika sore itu. Sundari yang sebetulnya masih sedikit curiga terpaksa harus ikhlas melepaskan Kartika untuk ikut bersama Sania.
"Kenapa tidak hari ini saja Mbak suruh Denny menjemput Kartika? Kenapa harus besok?"
"Aku hanya ingin membelikan Kartika sedikit hadiah. Sudahlah kau jangan terlalu curiga begitu. Aku bawa sekarang ya," jawab Sania. Kartika pun memeluk Sundari dengan erat. Ia merasa begitu kehilangan.
Dengan seringai licik di wajahnya, Sania pun membawa Kartika pergi dari Saritem. Langsung menuju ke rumahnya yang mewah dan besar. Kartika langsung dibawa ke kamar utama yang terletak di lantai atas. Selama tinggal di rumah Sania, Kartika tau betul bahwa kamar utama di lantai atas itu adalah kamar istimewa. Bahkan Sania pun tidur di kamar utama di lantai satu yang tidak terlalu besar.
Kamar itu cukup besar dengan ranjang berukuran big size, kamar mandi di dalam dan juga televisi.
"Kau tidak boleh keluar, sampai besok lusa Denny menebus dan membawamu pulang. Jika kau lapar di dalam kulkas kecil itu ada buah-buahan dan juga ada panci elektrik untuk memasak air dan mie instan dalam cup. Ini tas milikmu," kata Sania. Dan, saat Kartika masuk ke dalam, terdengar pintu terkunci dari luar.
Entah mengapa perasaan Kartika tiba-tiba tidak enak. Namun, ia tetap berusaha untuk berpikiran positif. Untuk mengusir kegelisahan, ia pun menghidupkan televisi dan menyalakan AC kemudian berbaring di atas ranjang yang empuk itu sambil menikmati acara televisi. Suhu kamar yang begitu sejuk dan ranjang yang begitu empuk memanjakan Kartika sehingga gadis itu merasa ngantuk dan akhirnya ia jatuh tertidur.
Entah berapa lama ia tertidur saat tiba-tiba ia merasakan ada tangan-tangan yang meraba tubuhnya bahkan kebagian paling sensitif miliknya. Dan, saat ia membuka matanya ia merasa terkejut saat melihat lima orang pemuda ada di dalam kamar itu dalam kondisi tanpa pakaian. Kartika segera turun dari ranjang dan berusaha keluar dari kamar itu. Namun,pintu kamar itu tekunci dari luar. Kartika pun bertambah panik ia mulai menjeriy ketakutan. Namun, semua itu sia-sia saja.
"Kalian mau apa? Tolong, jangan sentuh aku!" seru gadis itu.
"Hahah, enak saja. Kami semua sudah membayar mahal pada Mami Sania untuk menikmati dirimu, manis. Jadi, lebih baik kau menurut saja dan layani kami semua."
Salah satu pemuda itu tampaknya sudah tidak sabar lagi, dengan cepat ia pun langsung menyergap Kartika dan langsung merobek pakaian gadis itu dengan kasar. Tanpa dapat menolak lagi, tubuh Kartika menjadi bulan-bulanan ke lima orang pemuda itu.
Kartika hanya dapat menjerit kesakitan saat ia diperlakukan dengan tidak semestinya. Dan semalaman itu tubuhnya benar-benar dipaksa melayani ke lima pemuda itu hingga akhirnya gadis cantik itu tidak sadarkan diri.
Pagi harinya saat Kartika tersadar ia masih dalam kondisi tanpa sehelai benangpun. Terdengar pintu dibuka dan Sania masuk dengan seringai liciknya.
"Selamat pagi, sayang. Bagaimana semalam? Hahahha, kau tentu puas bukan. Sekarang kau makan apa yang dibawakan oleh bik minah kemudian kau mandi, karena kau masih harus melayani beberapa tamu lagi."
Kartika terbelalak kaget.
"Ampun, Mami. Bukankah aku akan di kembalikan, kenapa aku masih harus melayani tamu?" tanya Kartika terbata-bata.
"Kau mau melawan, hah?!" bentak Sania.
"Aku lelah, Mami. Sungguh, semalam aku kelelahan," elak Kartika.
Namun, Sania adalah wanita berhati dingin, dengan tega ia menyeret tubuh Kartika ke kamar mandi. Dan wanita itu langsung menyalakan shower lalu menyiram Kartika hingga gadis itu kedinginan.
"Kau pilih mandi sendiri atau aku mandikan dengan kasar, hah!"
"Aku mandi sendiri saja,Mami," jawab Kartika ketakutan.
"Bagus! Setelah mandi kau makan sarapanmu, habiskan makananmu. Awas kalau kau macam-macam!"
Kartika hanya bisa mengangguk dan perlahan mulai menggosok tubuhnya dan mandi. Hatinya terasa sakit, ia merasa begitu kotor. Setelah mandi ia mengambil handuk dan menutupi tubuhnya. Tampak sepiring nasi goreng dan segelas teh hangat di atas nakas. Sementara pintu kamar sudah kembali terkunci. Karena lapar dan juga lelah, Kartika pun langsung menghabiskan makanan dan teh hangatnya.
Setelah selesai makan, Kartika kembali membaringkan tubuhnya di atas ranjang. Tangisnya kembali pecah. Hatinya terluka, ia merasa telah tertipu mentah-mentah. Sania memang licik, dia benar-benar tidak mau rugi sama sekali. Hingga akhirnya sepanjang hari itu entah berapa tamu yang harus Kartika layani hingga ia merasa tak sanggup lagi untuk berdiri.
**
NOVEL INI DIANGKAT DARI KISAH NYATA YANG SUDAH AUTHOR BERI BUMBU YAA