Siang ini Gadis kembali ke rumah Faizal untuk menemui Sevia. Tepat saat Gadis datang Sarina dan Faizal sedang kebingungan.
"Om, Tante, kenapa?" tanya Gadis.
"Gadis, kami bingung. Tante ada panggilan untuk memasak di rumah orang. Sementara Om ada pekerjaan untuk membantu di gudang beras. Kami bingung siapa yang akan menjaga Sevia."
"Biasanya?"
"Biasanya kami bekerja saling bergantian. Salah satu dari kami akan menjaga Sevia," jawab Faizal.
Gadis tersenyum, ia melihat Sevia. Gadis cantik itu tampak normal-normal saja.
"Biar aku bawa ke rumahku, ya," kata Gadis.
"Jangan, nanti akan merepotkan."
"Tidak apa-apa, Om, Tante. Kalian bekerja saja yang tenang. Biar aku bawa Sevia bersenang-senang."
Faizal dan Sarina saling berpandangan. Mereka sedikit ragu, tapi akhirnya mereka menganggukkan kepalanya.
Gadis pun berpaling pada Sevia, dan mengamit tangan gadis itu.
"Kau mau ikut kan ke rumahku? Kita berenang di sana?" tanya Gadis.
"Berenang? Aku mau, aku mau!" Sevia berseru dengan riang.
"Ya sudah, ayo kita berangkat sekarang."
Gadis pun mengajak Sevia naik ke mobilnya dan melambaikan tangan pada Faizal dan Sarina.
"Kita mau ke mana, Bu?" tanya Slamet.
"Kita pulang, Sevia akan aku ajak berenang di rumah nanti, Pak. Kasian dia, jika harus dibiarkan sendiri di rumah. Apa lagi kalau harus di tinggalkan dalam keadaan terikat."
"Hah?! Apa sering seperti itu?"
"Om Faizal bilang, jika mereka terpaksa harus berkerja di waktu yang sama, maka Sevia akan di ikat di ranjangnya dan di tinggalkan sendirian karena khawatir dia akan kumat dan pergi keluar."
"Kasian sekali ya, Bu."
"Iya, entah lelaki mana yang kurang ajar padanya hingga membuatnya seperti ini."
"Ibu pernah menanyakan hal itu kepada orangtuanya?"
"Om Faizal tidak mau mengatakan apapun, Pak."
Setiba di rumah, Karina terkejut melihat Gadis yang pulang membawa Sevia.
"Loh, Sevia. Ayo, bawa dia masuk, Dis," kata Karina. Gadis pun langsung membawa Sevia masuk.
"Rumahmu besar, ya."
"Kau mau berenang?" tanya Gadis.
"Iya, aku mau!" seru Sevia girang.
Gadis pun membawa Sevia ke kolam renang. Sevia langsung melompat girang saat melihat kolam renang,bahkan ia hampir saja mencerburkan dirinya jika Gadis tidak menahannya.
"Ganti dulu pakaianmu dengan pakaian ini," kata Gadis sambil menunjukkan pakaian berenang, dan meminta Sevia untuk mengganti pakaiannya terlebih dahulu. Sevia pun mengangguk dan langsung mengganti pakaiannya. Ia dan Gadis pun asyik berenang. Sementara Karina menyiapkan beberapa cemilan dan minuman untuk Gadis dan Sevia.
"Nyonya bersama siapa itu, Nyonya Sepuh?" tanya Asih, salah seorang asisten rumah tangga mereka.
"Dia itu sudah kami anggap saudara sendiri, Mbak. Mbak mau masak apa untuk makan siang nanti?" tanya Karina.
"Rencananya mau membuat capcay, mie goreng, daging balado dan perkedel jagung juga acar timun, nyonya."
"Mie gorengnya ganti saja dengan udang goreng tepung, ya."
"Baik, saya akan siapkan semuanya."
Karina pun meninggalkan dapur sambil membawa nampan berisi minuman dan cemilan. Kemudian ia duduk di gazebo yang ada di pinggir kolam sambil memperhatikan Gadis dan Sevia yang sedang asyik berenang. Setelah keduanya merasa letih, mereka naik dan menghampiri Karina.
"Tante, ini buat kami?" tanya Sevia saat melihat bolu gulung keju yang dibawa Karina.
"Tentu saja ini buat kalian. Makanlah dulu," kata Karina.
Namun tiba-tiba saja Sevia mundur ketakutan, dan berteriak seperti kesakitan. Membuat Gadis dan Karina bingung.
"Ampun, aku tidak pernah menjadi wanita penggoda, kami saling mencintai! Tidak! Tidak!" jerit Sevia.
Gadis pun segera memeluk Sevia dengan erat dan membelainya.
"Ada aku di sini. Sttt, sabarlah, kita mandi dan ganti dulu pakaianmu, ya."
"Bawa dia ke kamar ibu, jangan ke kamarmu," kata Karina. Gadis pun mengangguk dan langsung membawa Sevia ke kamar Karina. Ia langsung mengisi bathtub di kamar mandi Karina dengan air hangat dan perlahan memandikan Sevia hingga gadis itu berhenti menangis dan sibuk memainkan bisa sabun sambil tertawa-tawa. Melihat hal itu, Gadis merasa sangat sedih. Setelah mandi dan memakai pakaian, Gadis pun mendandani Sevia. Ia memakaikan bedak dan lipstik. Lalu mengeringkan rambut Sevia dan menatanya sehingga terlihat cantik.
Melihat bayangan wajahnya di cermin, Sevia pun tersenyum.
"Aku cantik sekali," ujarnya.
"Ya, kau memang cantik sekali," kata Gadis.
"Jika aku tampil seperti ini, nyonya besar pasti akan setuju jika aku menjadi menantunya dan tidak akan membuat ayah susah," ujar Sevia membuat Gadis mengerutkan dahinya.
"Nyonya besar? Siapa nyonya besar itu, Sevia?" tanya Gadis.
Namun alih-alih menjawab, Sevia malah becermin sambil bergaya dan tersenyum sendiri. Gadis hanya bisa menghela napas panjang.
"Siapa nyonya besar itu, Bu?" tanya Gadis saat melihat ibunya masuk.
"Kau mandi dan ganti juga pakaianmu, nanti kau masuk angin," kata Karina alih-alih menjawab pertanyaan Gadis. Gadis hanya menghela napas panjang, rasa penasarannya semakin bertambah. Namun, ia menahan rasa ingin tahunya dan langsung keluar kemudian naik ke kamarnya untuk mandi dan berganti pakaian.
Tepat setelah Gadis selesai mengganti pakaiannya dan mengenakan make up tipis, Xabiru muncul di pintu kamar sambil tersenyum.
"Mas, kau pulang?"
"Aku ingin makan siang di rumah. Pak Slamet bilang, kau membawa putri Om Faizal ke rumah?"
"Iya,Mas. Om Faizal dan Tante Sarina akan bekerja. Aku tidak tega jika membiarkan Sevia di rumah sendiri. Kau tidak marah, kan?"
Xabiru memeluk Gadis, "Tentu saja tidak, sayang. Kau boleh juga membantu biaya pengobatan Sevia. Bawalah dia menemui psikiater atau psikolog atau dokter kejiwaan, sayang."
"Jika membawanya ke rumah sakit jiwa dan membiarkan Sevia dirawat di sana aku tidak yakin Tante Sarina dan Om Faizal akan tega. Kau tau sendiri kan, sayang bagaimana kondisi di rumah sakit jiwa itu. Sevia pasti akan sangat ketakutan."
Xabiru menghela napas panjang dan berpikir.
"Kalau begitu ke psikolog saja dulu. Buatlah janji dan bawa Sevia."
"Iya, baik Mas."
"Ya sudah, kita makan siang dulu, setelah itu aku akan kembali ke kantor," kata Xabiru sambil menggandeng tangan Gadis dan membawanya turun ke ruang makan.
Karina dan Sevia sudah duduk menunggu. Xabiru tersenyum pada Sevia, "Sevia, ini Mas Biru, suamiku," kata Gadis memperkenalkan. Sevia hanya mengangguk dan menundukkan kepalanya seperti ketakutan.
"Dia memang begitu jika melihat lelaki lain selain ayahnya," kata Karina.
"Oh, pantas saja kalau begitu. Apa pekerjaan Om Faizal sekarang ini, sayang?"
"Serabutan, Mas. Kadang menjadi tukang ojek, atau menjadi kuli. Apa saja yang penting mereka mendapat uang yang halal."
"Coba kau tanyakan, apakah beliau mau bekerja di perusahaanku. Setidaknya aku bisa memberinya gaji yang cukup. Jadi, Tante Sarina bisa lebih fokus mengurus Kesehatan Sevia."