Tải xuống ứng dụng
16.81% Pradhika's Bloody Incident / Chapter 37: Sebuah Alasan

Chương 37: Sebuah Alasan

"A-apa maksudmu, Nak! Jangan mengerjai papa seperti ini! Kamu pasti ingin menarik simpati papa dengan bercerita menyedihkan seperti itu, bukan?" tuduh Tuan Yudha. Entah kenapa matanya juga terasa memanas mendengar cerita Siji yang sepertinya baru pembukaan cerita itu.

Siji memaksakan senyum. Ia seperti menghantarkan energi positif bagi siapa pun yang melihat senyumnya. Namun, sayangnya itu tidak berlaku bagi papanya. Senyum yang ditampilkan Siji saat ini malah membuat Tuan Yudha khawatir.

"Kenapa kamu masih sempat tersenyum menjengkelkan begitu, Abang?" bentak Tuan Yudha.

Tuan Yudha mengalihkan wajah sejenak dari Siji hanya untuk mengusap air matanya. Ia tidak ingin Siji tahu jika papanya sedang menangis saat ini. Itu sangat memalukan, batin Tuan Yudha.

"Sudah Abang peringatkan tadi 'kan, Papa? Papa pasti tidak akan tahan mendengar ceritaku. Jadi, sekarang beritahu saja di mana hiasan milik keluarga Pradhika itu dan peta Abang tadi. Setelah itu, papa bisa tidur dengan nyenyak," bujuk Siji

"Lanjutkan ceritamu, Bang!" Keputusan papanya ini membuat Siji tersentak.

"Tadi 'kan ceritanya sudah, Papa. Abang ngantuk sekali sekarang. Hoaamm ...! Abang tidur dulu ya, Pa? Papa tadi pokoknya sudah janji. Besok papa harus menepati janji itu lho, ya? 'Kan tadi Abang udah cerita. Janji yang akan menunjukkan pada abang hiasan milik keluarga Pradhika."

Saat mengatakan kalimat itu, Siji hendak berlalu meninggalkan papanya di ruangan tengah. Namun, dihentikan oleh Tuan Yudha.

Tuan Yudha menyuruh anaknya duduk kembali di sisinya.

"Apa sempat terlintas di pikiran Abang, marah pada papa?" tanya Tuan Yudha serius. Dia merasa jika anaknya masih saja menutupi banyak hal dari dirinya. Jadi, dia merasa perlu menceritakan masa lalunya.

"Marah? Untuk apa, Pa?" timpal Siji, sambil mengernyit.

"Marah karena papa menyarankan untuk Abang mendonorkan ginjal untuk Adek Reiji misalnya." Saat mengatakan ini tatapan Tuan Yudha berubah teduh. Ibu jarinya mengarah ke pipi Siji untuk menghapus jejak air mata di pipi putranya yang sudah mengering.

Siji tersenyum singkat. Setelahnya, ia menyandarkan kepala ke sandaran sofa.

"Jujur, abang sangat marah pada papa saat itu. Abang ingat 'kan awalnya Abang tidak menyetujuinya. Abang ini bukan orang yang baik, yang akan merelakan ginjalnya begitu saja untuk kehidupan adiknya, Pa. Abang sempat berpikir jika papa itu egois, papa hanya mementingkan Reiji, dan tidak mempedulikan Abang.

"Kalau papa sayang Reiji, kenapa bukan papa saja yang mendonorkan ginjal papa pada anaknya sendiri? Kenapa harus menyuruh Abang, yang saat itu bahkan baru berusia 15 tahun dan belum tahu rasanya pacaran."


Load failed, please RETRY

Quà tặng

Quà tặng -- Nhận quà

    Tình trạng nguồn điện hàng tuần

    Rank -- Xếp hạng Quyền lực
    Stone -- Đá Quyền lực

    Đặt mua hàng loạt

    Mục lục

    Cài đặt hiển thị

    Nền

    Phông

    Kích thước

    Việc quản lý bình luận chương

    Viết đánh giá Trạng thái đọc: C37
    Không đăng được. Vui lòng thử lại
    • Chất lượng bài viết
    • Tính ổn định của các bản cập nhật
    • Phát triển câu chuyện
    • Thiết kế nhân vật
    • Bối cảnh thế giới

    Tổng điểm 0.0

    Đánh giá được đăng thành công! Đọc thêm đánh giá
    Bình chọn với Đá sức mạnh
    Rank NO.-- Bảng xếp hạng PS
    Stone -- Power Stone
    Báo cáo nội dung không phù hợp
    lỗi Mẹo

    Báo cáo hành động bất lương

    Chú thích đoạn văn

    Đăng nhập