"BUBAR WOI BUBAR! NGGAK ADA GURU YANG MASUK KELAS!"
Seluruh anak kelas XI IPA 1 berseru gembira. Ada yang joget-joget, menaiki meja dan kursi, dan ada yang langsung berberes untuk segera pulang. Seperti itulah kiranya kondisi kelas saat mendapat kabar jam kosong.
"Cabut duluan, Bro!" Oscar sudah menteng tasnya dan berjalan keluar kelas.
"Mau pergi kemana itu anak?" tanya Alingga.
"Biasa," jawab Denis sambil memasukkan buku ke dalam tasnya.
"Anak IPS 2 juga dapat jam kosong, pasti pergi ngapel lah itu anak," imbuhnya.
"IPS 2?" lirih Alingga tampak berpikir.
"Kelasnya Alira?"
Denis mengangguk. "Otak lo encer kalo pas ngomongin Alira doang."
"Enak aja kalo ngomong," elak Alingga.
Meskipun Alingga bukan tergolong siswa teladan di sekolah, tapi nilai ulangannya juga tidak buruk-buruk amat. Ia juga jarang mendapatkan remidi saat ada ulangan harian atau ulangan kenaikan kelas.
"Alingga," panggil salah seorang siswi yang berjalan ke arah Alingga.
"Boleh minta tanda tangan lo?" tanya siswi tadi sambil menyodorkan sebuah novel buatan Alingga.
"Boleh," jawab Alingga ramah.
Siswi tadi terlihat menampilkan senyum saat Alingga mulai menuliskan namanya di lembaran pertama novel yang ia bawa.
"Jangan lupa nonton filmya di bioskop ya," Alingga tersenyum pada siswi tadi.
"Oke. Makasih, Al" ujar siswi tadi kemudian berlari keluar kelas.
"Berasa kayak artis lo, Al" kekeh Denis.
"Gantengan juga gue daripada mereka-mereka," ujar Alingga menyombongkan diri.
"Hedehh! Dipuji dikit aja sombongnya udah minta ampun," Denis tampak menggelengkan kepalanya.
"Kalo ada yang bisa disombongin, kenapa enggak?" Alingga tersenyum miring.
"Bodoamat bodomat. Mending lo anterin gue ke bengkel deh, Al. Biar dosa-dosa lo karena sombong tadi ilang," ujar Denis.
"Mau nebeng aja ribet amat," sahut Alingga.
Denis menyengir tanpa dosa. "Biar afdhol, harus ada basa-basinya dulu."
Alingga memilih diam dan tidak lagi menanggapi ucapan Denis. Ia mulai membereskan buku-bukunya lalu bersiap untuk pergi ke parkiran.
"Oh ya, Al. Yang kemarin pas lo lihat Alira sama Leo, itu ternyata mereka lagi--"
"Gue nggak peduli," potong Alingga sebelum Denis selesai berbicara.
Ekspresi Alingga kini sudah berubah total. Jika saat di kelas tadi Alingga masih bisa tersenyum ramah, namun untuk sekarang senyum tersebut sudah hilang dari wajah tampannya.
Denis yang menyadari hal tersebut tidak lagi bisa berkata-kata. Alingga sedang dalam mode galak dan tidak mau diganggu. Daripada mendapat amukan dari Alingga, lebih baik Denis diam saja.
"Eh, udah cabut aja si Oscar," kata Denis saat ia sampai di parkiran dan tidak melihat kendaraan milik Oscar.
Tin!
Denis terlonjak kaget mendengar suara klakson motor tepat berada di sebelahnya. Menampakkan motor sport milik Alingga dengan sang pemilik yang tengah duduk di atasnya.
"Sabar dong, Al. Orang sabar di sayang cecan loh," Denis menaiki motor Alingga sambil menasihati Alingga.
"Jangan marah-marah terus, entar lo malah jadi--WAAAAAA!!!"
"ALINGGA GILAK! KALO MAU MATI JANGAN NGAJAK-NGAJAK GUE!!!"
Tidak peduli dengan teriakan Denis, Alingga tetap melajukan motornya dengan kecepatan maksimum. Emosi yang masih ia pendam membuat dirinya hampir lepas kontrol. Apa yang ada di dekat Alingga akan menjadi target untuk melampiaskan emosinya.
"Turun," titah Alingga saat motornya sampai di depan bengkel.
"Dasar temen laknat!" kesal Denis setelah ia turun dari motor Alingga.
"Lo niat bantuin temen apa enggak sih?"
"Enggak," jawab Alingga santai.
Denis berdecak kesal mendengarnya. "Habis ini lo mau langsung pulang atau nongkrong dulu?"
Tentu saja Alingga akan langsung pulang. Tapi saat Alingga akan menjawab pertanyaan Denis, ia tidak sengaja menemukan sosok gadis yang sedang duduk tidak jauh dari tempatnya. Membuat niat Alingga seketika berubah.
"Gue cabut dulu. Ada urusan penting," ujar Alingga. Kembali memakai helmnya dan melajukan motornya menjauhi bengkel.
***
Author Nilam: Jangan lupa nanti malem kirim bab 12 dan 13 Al
Alira: Siappp bosss!
Alira berusaha menampilkan senyum meski dirinya benar-benar kelelahan. Masih beruntung hari ini sekolah diliburkan lebih awal. Setelah sebelumnya ada ulangan dadakan yang membuat tenaga dan pikiran Alira terkuras habis.
"Astaga … haus banget gue!" seru Alira. "Kenapa pake acara dompet ketinggalan segala sih?"
Coba saja Alira tidak kelupaan membawa dompet, sudah pasti ia membeli es saat ini juga. Tadinya Alira ingin sekali langsung pulang ke rumah. Tapi karena rasa kantuk yang tidak bisa Alira tahan, ia memutuskan untuk beristirahat sejenak.
"Coba aja ada yang ngasih gue minuman gitu. Bakal sungkem deh gue sama itu orang," ujar Alira tampak frustasi.
Ia kemudian menyandarkan tubuhnya ke belakang. Memejamkan kedua matanya untuk sesaat. Namun baru lima detik mata Alira terpejam, pipi kanannya terasa dingin dan membuat Alira seketika membuka matanya.
"Hai!"
Hampir saja Alira berteriak namun tertahan saat melihat wajah Alingga yang saat ini berada di hadapannya. Sangat dekat. Dan … sejak kapan Alingga ada di sini?
Smirk yang ditunjukkan Alingga membuat kesadaran Alira hilang. Kali ini, Alira tidak bisa bohong jika Alingga memang tampan. Pantas saja banyak yang menyukai Alingga.
"Kenapa bisa ganteng banget kayak gini?" batin Alira dalam hati.
Alira segera menggelengkan kepalanya. Tidak tidak. Alira tidak boleh goyah. Ia harus teguh dengan pendiriannya. Alira yakin bahwa dirinya tidak sedang terpesona oleh ketampanan Alingga.
"Iya gue tau kalo gue ganteng, Al. Jangan gitu dong natapnya, kan gue jadi baper," gurau Alingga yang kini sudah duduk di depan Alira.
"Apaan ih. Alay banget," sahut Alira dengan wajah judes.
"Buruan diminum. Itu minuman kalo dingin nggak enak," Alingga menunjuk minuman yang tadi ia bawa.
"Minuman punya lo, ngapain juga gue yang minum," tolak Alira.
"Gue beliin buat lo, Al" kata Alingga dengan suara lembut.
"Gue nggak suka minuman cowok," ucap Alira kembali menolak.
"Mana ada minuman kayak gitu dibilang minuman cowok. Orang yang jual aja cewek kok," kekeh Alingga.
"Tapi yang beli cowok, kan?" tanya Alira berniat menantang.
"Enggak juga. Itu lo bisa lihat sendiri," Alingga menunjuk ke arah penjual es yang berada di seberang jalan.
"Es buahnya udah abis, tinggal mega mendung doang. Ya masih untung lah gue kebagian. Daripada enggak? Nggak tega gue lihat muka jelek lo nahan haus kayak tadi," papar Alingga menunjukkan ekspresi serius.
"Gue nggak minta lo buat beliin gue minum. Ngapain juga lo repot-repot kayak gitu," ujar Alira.
"Lo nggak tau, Al? Gue ini tipe cowok yang punya kepedulian tinggi. Apalagi kalo sama cewek," Alingga terdengar membanggakan diri.
"Bukan peduli, tapi sok tebar pesona," Alira menyanggah pernyataan dari Alingga.
"Mana pernah gue tebar pesona. Enggak perlu gue tebar juga, udah pada nyamperin gue satu-satu," timpal Alingga.
"Sombong banget," ujar Alira berkomentar.
"Nggak papa sombong. Yang penting ganteng."
"Idih narsis banget lo," kekeh Alira tanpa sadar mulai tertawa karena ucapan Alingga.
"Gausah ketawa lo. Udah buruan diminum. Es pilihan gue nggak kalah enak dari yang lo minum kemarin," ujar Alingga sedikit memelankan kalimat terakhir yang baru saja ia ucapkan.
"Iya-iya. Bawel banget jadi cowok," sahut Alira yang akhirnya mau meminum es pemberian Alingga.
Melihat usahanya berjalan lancar membuat Alingga tersenyum puas. Setidaknya emosi Alingga sudah lebih stabil daripada tadi. Mood Alingga sedikit demi sedikit mulai membaik sembari terus menatap gadis yang sedang duduk manis di hadapannya.
***
10102021 (14.22 WIB)