Kemarin malam adalah hari panjang yang melelahkan untuk Vanka. Acara perayaan natal di rumah Tante Sita selesai tepat jam sembilan malam, dan dia datang pulang ke rumahnya yang adalah cluster rumah yang cukup mewah. Sejalan sepulang dari rumah Tante Sita ke rumahnya, Vanka hanya bisa berdiam diri.
Dia tidak mengharapkan dan menakuti kalau-kalau Mamanya atau kedua kakaknya itu mengajaknya bicara. Dia belum bisa menempatkan dirinya sebagai apa kabar yang sudah diketahuinya itu.
Ketika sampai di rumah pada tepat jam sepuluh malam, Vanka langsung saja tanpa basa-basi pergi ke kamarnya dan berpamitan sekenanya ke Mama, Papa dan kedua kakak perempuannya. Sehingga dia pun mulai bisa menidurkan dirinya tepat satu jam setelahnya, jam sebelas malam.
Hari sudah berubah pagi dan sekarang Vanka sudah terbangun dari tidurnya. Vanka yang bangun pagi di jam setengah tujuh ini, merasa jika dia tidak harus bergegas-gegas. Dia sedang libur sampai tanggal 7 Januari di tahun baru mendatang yaitu tahun 2010.
Maka darinya Vanka menganggap dia tidak perlu rajin, langsung membersihkan kasurnya seperti setiap harinya. Karena hari itu hari yang free untuknya.
Tapi, Vanka tidak lupa untuk mandi pagi saat itu. Sepertinya dia sudah memutuskan agar bagaimanapun dia harus tetap terlihat bahagia. Meskipun dia tau para anggota perempuan di keluarga intinya itu sudah buka-buka kabar tak sedap baginya.
Vanka harus menyiapkan dirinya agar terlihat segar dari dia yang sedari malam pulang dari acara perayaan natal tanpa menyentuh air sekalipun.
Ketika dia melihat bayangannya di kaca saat itu, Vanka sudah rapih dengan baju dress rumahan berwarna kuning muda dan menyiratkan jika dia sudah segar serta wangi badannya.
Setelah sudah melihat bagaimana penampilannya, langkah Vanka pun disengajanya menuju ke luar ruang kamarnya.
Mungkin saja dia bisa menemukan atmosfer baru sejak dia ingin melupakan kabar akan dirinya yang cukup buruk.
Ruang luar kamar Vanka terlihat baik-baik saja. Dia sudah melihat pintu kamar kedua Kakaknya yang sudah terbuka lebar dan keadaan tidak ada siapapun di dalamnya. Vanka mengintip kedua kamar Kakaknya itu.
Dan benar kedua Kakaknya sudah tidak ada di dalamnya. Dia mengira jika mungkin saja semua anggota keluarganya sudah sarapan di pantry lantai dasar atau melakukan aktivitas lainnya.
Langkah Vanka menuju ke ruang lantai dasar setelah melewati ruang keluarga di lantai dua, paling dekat dengan tangga di lantai dasar adalah ruang santai dimana adalah ruang bertempat Mama dan kedua Kakak perempuannya membicarakan dia lusa kemarinnya.
Di sana sudah terdengar adanya kehidupan, rupanya Mama dan Papa sedang berbincang di sana. Dan jika tidak salah, yang Vanka dengar dari suara lantang Papa. Sedang membicarakan tentang liburan tahun baru keluarga Natawijaya. Sepertinya kebanyakan keluarga besarnya akan berlibur lagi di tahun ini.
Untung saja langkah kaki Vanka yang mengendap-endap itu tidak diketahui oleh kedua Orangtuanya. Dan dia sudah ada di taman belakang dimana di sana ada kolam renang dengan beberapa tanaman hias yang dikoleksi oleh dia, kedua Kakaknya dan juga Mama, Papa.
Ternyata Vanka menemukan kedua Kakak perempuannya berada di sana. Tepatnya Vanka melihat mereka berada di salah satu sudut sedang duduk di kursi sandar lipat ala-ala yang ada di dekat kolam renang.
Mereka sedang duduk di sana. Dan kehadiran Vanka di taman belakang rumahnya pun diketahui oleh mereka berdua.
Dengan datangnya Vanka di taman belakang itu, saat dirinya sedang melihat burung parot milik Papa yang berkandang dari sudut yang berseberangan dari kolam renang.
Suara Kak Syika pun berseru memanggil Vanka, yang langsung menoleh ke arah kedua Kakaknya itu. Tepatnya Kak Syika memanggilnya. Dengan ragu Vanka pun menuju ke arah dimana kedua Kakak perempuannya itu berada.
"Hei, pagi. Apa kamu kemarin bisa tidur? Kenapa nggak gabung sama Mama dan Papa di ruang santai aja,dek? Kamu mau cari kita berdua ada dimana?" Kak Syika seperti biasa menyapa Vanka. Masih Kak Syika yang Vanka kenal.
Melihat Kakaknya masih bisa menyapanya dengan baik, adalah pertanda yang baik bagi Vanka. Artinya kedua Kakak perempuannya tidak benar-benar serius dengan ucapan mereka yang Vanka dengar secara diam-diam.
"Hai, Kak Syika. Vanka lagi nggak mau ganggu Papa sama Mama aja. Lagian tadi pas Vanka liat mereka lagi sibuk ngobrol. Jadi Vanka milih ke taman belakang aja," ujar Vanka ke Kak Syika.
"Hem,, Vanka lapar nih. Jadi Vanka ke pantry dulu ya. Kayaknya Mama sama Papa sudah ada di pantry. Apa Kak Lisya sama Kak Syika mau barengan sama Vanka?" tanya Vanka merasa lapar dan melihat dari kaca pintu masuk ke ruang dalam, jika sudah ada Mama dan Papa duduk di meja makan di pantry.
"Kamu duluan aja, deh dek," kata Kak Lisya sambil tersenyum ke arah Vanka. Seketika Vanka pun pergi ke dalam setelah kedua Kakaknya masih enak duduk di kursi sandar lipat di sana hanya sekedar berjemur sinar matahari pagi.
Sesampainya Vanka sudah masuk ke ruang pantry. Mama dan Papa memangil anak bungsunya yang baru datang dari taman belakang.
"Lhoh. Kamu kapan turun dari kamarnya? Kayaknya tadi Mama sama Papa lagi ngobrol serius, sampai nggak lihat kamu sudah turun. Kok ke sini nggak bareng sama Kakak-kakakmu lainnya?" Papa menyapa Vanka yang saat itu sudah duduk di kursi yang ada di hadapan kedua Orangtuanya.
"Dari enam menit yang lalu, Pah. Vanka sudah turun ke lantai dasar. Kakak-kakak katanya masih mau duduk di kuris lipat di luar sana, belum mau masuk," kata Vanka menjawab Papa, saat itu bertepatan saat Mbok Uut datang ke pantry.
Membawa makanan yang sudah jadi, dimasaknya di dapur luar dekat dengan tanam belakang. Sarapan hari ini adalah mie goreng ala jawa timur dengan buah potong. Saat itu pun semuanya langsung saja mengambil makan di piring masing-masing.
Tidak lama setelah Vanka sedang makan mie goreng khas jawa timur itu. Di saat suapannya yang sudah hampir tiga suapan itu, Kakak-kakak perempuannya kembali menuju ke pantry saat mereka sudah selesai bersantai duduk dikursi dan mengambil porsi sarapan sesuai porsi mereka berdua yang berbeda.
Keluarlah ucapan dari Papa yang saat itu mengatakan ke ketiga anak perempuannya yang sudah lengkap ada di pantry tepat sedang duduk di ruang makan.
Papa mengatakan jika tahun baru tahun mendatang ini mereka akan pergi liburan ke sebuah vila yang ada di puncak. Tepatnya Papa mengatakan jika akan ada liburan yang diadakan tepat dalam empat hari mendatang, Dimulai lusa besok harinya.
Ternyata liburan kali ini sudah direncanakan oleh keluarga besar Natawijaya yang juga menjadi bagian dari liburan awal tahun baru.
"Jadi, Papa dan Mama mau mengajak kalian. Kalau kalian mau ikut serta, dan nggak ada kesibukan. Karena Empat hari nanti dimulai hari Sabtu kita akan liburan di salah satu vila di puncak. Jadi, siapkan barang-barang kalian untuk lusa. Kalian akan berangkat pagi hari sekali. Dan tentunya semua keluarga Natawijaya juga akan ikut serta. Apa ada satu anak Papa yang keberatan dengan liburan menyambut tahun baru?" Papa bertanya ke ketiga anaknya, dengan tidak adanya keberatan maka Mama bisa langsung mengatur reservasi jumlah orang yang akan ikut serta untuk berlibur ke puncak.
Tapi, keadaan masih hening. Ternyata Vanka yang merasa tidak apa-apa dengan adanya liburan awal tahun baru ini, merasa jika kedua Kakak perempuan lainnya itu juga sama seperti dengannya.
Tidak merasa janggal dengan bagaimana perasaan orang lain di anggota keluarga inti itu. Membicarakan itu, salah satu Kakaknya yaitu Kak Lisya. Mulai menahan lemahnya otot matanya itu.
Sepertinya tidak akan ada apa-apa dari keberadaan liburan kali ini. Dan tentunya dia melihat adek bungsunya itu, dia mengetahui jika Vanka tidak mengetahui gerangan apa yang dia sedang rasakan.
Akhirnya dengan suara Lisya yang berusaha menyanggupi ke tidak mampunya itu, dia pun menjawab kepada Mama dan Papa yang ada di hadapannya saat itu juga.
"Iya. Sepertinya akan bagus kita semua pergi liburan menginap di vila puncak. Tidak ada yang perlu dipertanyakan lagi, Pah," kata Lisya saat itu menjawab dengan menaruh senyumannya ke depan kedua Orang tuanya.
Dalam hati ketika baru saja mendengar ucapan anak sulungnya itu, Mama pun membatin, "Sabar ya, Lisya. Mama tau ini tidak mudah,"
*****
Keadaan di rumah sekarang lebih longgar. Papa yang sedang pergi untuk main golf sendiri saja tanpa didampingi Mama, meninggalkan rumah yang hanya ada ketiga anak perempuannya serta Mama saja.
Sedangkan Vanka sedang berada di dalam kamarnya, karena Vanka lebih suka meluangkan waktunya ketika di rumah untuk bersantai di dalam kamarnya. Dan Mama yang biasanya sibuk dengan kegiatan menyulam jika ada waktu senggang dan berada di lantai dua dimana adalah ruang keluarga berada.
Tepat pada sore hari ini, ada seorang perempuan yang sedang gusar di dalam kamarnya. Dia adalah Lisya. Sebenarnya dia biasa tidak sendirian, karena adik nya yaitu Syika sering menemaninya di saat mereka ada waktu longgar.
Tapi kali ini, Lisya mengatakan ke Syika yang mengajak agar salah satu bermain ke kamar masingnya. Agar dia tidak dianggangu untuk sisa waktu hari ini saja.
Apa yang dilakukan Lisya sekarang adalah sedang membolak-balikkan majalah remaja. Dia mencoba agar pikirannya tidak melantur. Tapi di tengah-tengah halaman majalahnya itu, dia mulai susah fokus.
Lisya sekarang sedang bimbang dengan perasaannya. Karena tadi pagi Papa mengumumkan jika semua keluarga akan berlibur ke puncak, tapi Lisya masih berharap agar Papa dan Mama mau mengajak bicara Vanka. Mengenai apa saja yang selama ini sudah disembunyikan ke Vanka dan itu juga ada kaitannya dengan dia.
Lisya masih hitung-hitung jika saja semua masih dibiarkan saja. Maka dia harus benar-benar menganggap jika tidak mungkin semua akan kelar dengan semudah itu dan secepat itu juga.
Mengetahui itu, Lisya beranggapan percuma saja jika Vanka juga tidak mencari jalan keluar dari kejadian disengaja yang ada tujuannya agar Vanka mengetahui siapa sebenarnya dia.
Merasa harus berbicara dengan Mama mengenai perasaan Lisya saat ini, dia mulai turun dari ranjangnya dan membuka pintu kamarnya. Dia hendak mencari dimana Mama berada untuk bicara perasaannya kali ini.
Dan menemukan Mama di ruang keluarga, sedang menyulam. Lisya segera menyapa Mama yang saat itu bertanya kenapa anak sulungnya itu menemuinya.
"Kenapa nak, kok turun cari Mama? Apa kamu mau bicara sama Mama?" Mama yang tangkas jika Lisya memang ingin bicara dengannya bertanya.
"Mah, Lisya mau tanya. Apa Mama sama Papa nggak ajak Vanka bicara serius tentang masalah antara aku sama Vanka?" Lisya yang kalut hanya bisa berbicara jujur untuk saat itu.
"Iya, Lisya. Itu semuanya ada waktunya. Mama sama Papa yang mau bicara ke Vanka pun juga harus mikirin dulu tentang efeknya juga buat Vanka. Mama tau kalau kamu nggak mau kita berlama-lamaan dengan keadaan seperti ini. Dan Mama tau ini juga susah buat kamu, apalagi Mama juga. Jadi, kamu harus bersabar dulu ya," jelas Mama ke Lisya yang duduk di sebelahnya. Mukanya menjadi lemas saat tau Mama menjawabnya jika Mama menunggu waktu yang tepat.
"Iya Lisya tau mah. Tapi kan lebih baik kalau Vanka juga nggak dibiarin lama-kelamaan sama apa kabar yang sudah dia dengar juga, Mah," kata LIsya memberi masukan ke Mamanya.
"Menurut Mama, lebih baik kita kasih rasa penasaran ke Vanka sebanyak-banyaknya. Karena menurut Mama tanpa Mama dan Papa ajak bicara Vanka, dia akan tau lama-kelamaan. Jadi, kalau kita mau selesai dengan cara baik, mungkin kita tunggu aja Vanka yang mau ajak kita bicara duluan daripada Mama dan Papa," Mama memberi jawaban agar Lisya memahami kenapa semuanya tidak akan terjadi terlalu cepat.
Karena itu Lisya tau alasan Mama ada benarnya. Dan pada akhirnya Lisya pun mengatakan agar Mamanya berjanji suatu waktu nantinya supaya benar kalau pihak keluarga akan memberi kabar ke Vanka tentang sebenarnya. Dia tau , bersabar adalah salah satu opsi yang ada baiknya.
"Kalau gitu, Mama janji ya ke Lisya. Kalau Mama benaran suatu harinya mau bicara ke Vanka kalau sebenarnya dia bukan keluarga kita. Lisya, bisa sabar kok Mah. Cuman Lisya hanya merasa nggak adil aja kalau Vanka sudah tau. Dan keadaan masih ngambang. Gitu," kata Lisya yang saat itu mengaku jika dia mau Mamanya mengatakan ke Vanka jika dia sebenarnya bukan bagian keluarga ini.
"Iya, nak. Sudah kamu mau nemenin Mama apa balik ke Kamar lagi?" tanya Mama yang melihat Lisya akhirnya berpamitan menuju ke kamarnya lagi.
Setelah melihat Lisya, anak sulung perempuannya sudah tidak ada di sekitarnya itu. Mama kemudian bergumam.
"Maafkan Mama, ya Lisya. Lebih baik kita nggak unjuk bicara ke Vanka. Karena kita nggak mau, Vanka tau apa sebenarnya kesalahan kamu dan kita semua. Lebih baik agar nama baikmu masih ada, nak," gumam Mama yang saat itu menghambat proses menyulam yang dilakukannya.
Mama sepertinya masih pesimis untuk bisa mengambil tindakan. Dia tidak mau anak sulung perempuannya juga punya masalah besar jika harus dihadapi oleh salah satu anak nya yang lainnya.