Tidak nak, bukan begitu maskud kakek, aku tahu kau sangat mampu menangani perusahaan. Kau memiliki kemampuan dan insting seorang pengusaha melebihi dari kedua putraku, kemampuanmu dalam memimpin perusahaan melebihi papamu ataupun aku, dan itu bukan hanya sebuah pujian semata"
Dante menatap tajam Widanta. Ayolah kakek jangan membuatku penasaran dengan pertanyaanmu barusan. Katakan ada apa sebenarnya?. Jangan berbelit-belit dalam menyampaikan maksudmu, kau tidak terlihat seperti biasanya kakek, contohnya saja kunjunganmu pagi ini. Tiba-tiba datang ke rumahku dan memujiku seperti ini. Seingatku selama lima belas tahun aku menangani perusahaan, tidak sekalipun kakek bertanya atau memuji kinerjaku. Jangan membuatku semakin curiga mendengar banyaknya pujian yang kau lontarkan pagi ini kakek
Widanta sedikit mengaruk kepalanya karena merasa cucu kesayangannya yang memiliki insting yang tajam tidak bisa ia bodohi dengan semua basa-basinya. Apa salah kalau sekarang aku bertanya mengenai perusahaan yang sedang kau pimpin dan juga memberimu pujian yang memang layak kau terima.
Dante menatap datar Widanta. Aku sedang tidak punya banyak waktu untuk berdebat denganmu pria tua, hentikan semua basa-basih yang tidak perlu ini; sepuluh menit lagi ada rapat penting yang harus aku hadiri. "Jadi mari langsung pada maksud dan tujuan kakek datang ke mansionku!!", Dante mencoba tidak meninggikan suaranya, membentak Widanta itu yang sangat ingin Dante lakukan sedari tadi.
Widanta menatap Dante dengan tatapan teduhnya. Apa sekarang kau sedang mencoba mengusirku Dante?.
"Jangan tersinggung seperti itu pria tua. Aku benar-benar tidak punya banyak waktu. Seharusnya kakek memberitahuku dulu sebelum datang berkunjung. Begini saja aku berjanji akan mengatur waktu untuk kita berdua agar bisa mengobrol santai sambil bermain catur seperti yang kakek sukai. Tapi tidak hari ini, karena aku benar-benar sibuk dan memiliki sebuah janji penting. Sekarang kakek bisa tinggal dan menikmati waktu kakek sepuasnya aku tidak bisa menemani kakek aku akan meminta Suryo untuk menemani kakek mengobrol kalian kan sudah lama tidak mengobrol. Dante beranjak berdiri dari kursinya
"Aku belum mewariskan apapun padamu Dante!". Aku masih pemimpin tertinggi dan pemilik saham terbesar Jaya Group dan kau tidak bisa berlaku seenakmu padaku atasanmu, suara Widanta menggelegar menghentikan langkah Dante yang akan bergerak ke arah pintu keluar.
"Ooh sial!". Dante menatap dingin Widanta. Apa sekarang kau sedang mengancamku pria tua?. Apa itu tujuanmu datang ke mansionku?!", Dante yang sudah kehabisan kesabaran balik membentak Widanta
Widanta mengabaikan kemarahan Dante. Sekarang duduk dan berhenti menatapku seperti itu. Tatapan dan kata-kata kejammu tidak akan berhasil mengintimidasiku!, aku bukan bawahanmu nak yang akan takut mendengarmu berteriak padaku.
"Aku akan berangkat bekerja, silakan menikmati harimu kakek, Dante mengabaikan perintah Widanta dan melangkah keluar ruangan"
"Duduk!" perintah Widanta dengan nada dingin.
Dante bergeming.
"Ayolah nak, duduk!" pinta Widanta lembut. Widanta tahu bersikap keras pada Dante hanya akan mempersulit dirinya sendiri, Widanta sangat mengenal watak keras kepala yang ia wariskan pada cucunya itu. Aku butuh kerjasamamu anak muda. Sekarang duduklah dulu agar kita bisa membicarakan perihal yang membuatku mengunjungimu sepagi ini. Lagipula kau pemilik perusahaan, datang terlambat sesekali itu tidak akan masalah. Bujuk Widanta.
Dante menatap meneyelidik pada Widanta. Apa sekarang kakek sedang mengajariku untuk bermalas-malasan sebagai bawahan diperusahaanmu.
"Aahh jadi kau tersingung dengan kata-kataku barusan ya!". Aku tidak bermaksud menyinggung perasaanmu nak. Maafkan kakekmu yang sudah tua ini. Terkadang kakek tidak bisa mengontrol emosi kakek, karena usia tua ini mempengaruhi kinerja otak kakek.
"Sudahlah kakek, aku sadar sekarang kalau aku hanyalah salah satu dari bawahanmu. Aku terlalu percaya diri dan melupakan aku hanyalah bawahan yang kau pekerjakan di perusahaanmu yang kebetulan juga cucumu" jadi katakan apa yang ingin kau sampaikan, aku akan mendengarkan atasanku.
"Apa kau menuntut permohonan maaf dari pria tua ini nak?" Dante tidak menjawab. "Aahhh baiklah sepertinya aku telah benar-benar membuatmu tersingung". Maafkan kakek Dante, kau cucu kesayanganku dan satu-satunya orang yang kupercaya. Jadi berhentilah merajuk seperti anak lima tahu.
"Aku tidak sedang merajuk kakek, sebagaia bawahanmu mana aku berani merajuk itu sebuah kelancangan yang tidak termaafkan."
Widanta mengabaikan sindiran Dante. Cobalah dengarkan apa yang ingin pria tua ini sampaikan dan kakek berjanji ini tidak akan memakan waktumu yang berharga. Kakek janji kau akan tetap bisa menghadiri rapatmu itu nak.
Dante mendengus. Jadi itu artinya kakek tidak akan pergi sebelum aku mendengar apa yang akan kakek sampaikan, bukan?.
Widanta mengangguk.
"Baiklah silakan katakan, atasanku sudah memberiku izin untuk datang terlambat kepertemuanku. Aku rasa aku tidak punya pilihan selain duduk manis dan mendengarkan semua keluhanmu kakek, silakan dimulai, Dante kembali duduk di sopa yang ada diseberang Widanta, menatap malas pada Widanta yang menampilkan wajah serius.
"Kakek sangat lelah Dante, "SANGAT" nak. Widanta menekan kata sangat. "Dan sebelum aku menjadi sangat tua dan tidak berguna, sekali ini berbelas kasihlah pada kekekmu ini nak".
"Ayolah kakek, kau masih sangat kuat diusiamu sekarang, walau kuakui kau sudah tidak mudah dan sekuat dulu lagi!".
Widanta mengeleng. Tidak anak muda, semua kekuatanku sudah habis dimakan usia tuaku. Lihatlah tanpa tongkat ini aku tidak bisa berdiri tegak, tubuhku gemetar saat harus menopang seluruh bobot tubuhku. Tubuhku ini sudah sangat rentah diusia yang sangat tua ini, nak". Widanta berdehem membersihkan tengorokannya mencoba masuk pada inti pembicaraan yang ingin dibahasnya pada Dante. Kau masih ingat Rina kan?.
Dante ingin memaki Widanta saat mendengar nama isteri muda Widanta. Ya, dia istri muda kakek, yang lebih cocok jadi kakakku dari pada nenekku
Widanta Jaya mengangguk membenarkan.
"Ada apa dengan wanita itu, apa dia membawa kabur uangmu atau menghianatimu dengan mengencani pria yang lebih muda?"
"Jaga sikap dan ucapanmu Dante, Rina adalah istri kakek, itu artinya dia nenekmu. Rina wanita yang baik, tidak pernah sekalipun Rina berniat jahat atau berhianat dibelakang kakek". Rina bukan wanita tamak harta Dante jadi kau harus menghormatinya sebagai nenekmu 'nak.
"Ooh come on kakek...jangan harapkan omong kosong itu dariku, Rina hanya sepuluh tahun lebih tua dariku".
"Tetap saja Rina adalah nenekmu karena aku sudah menikahinya".
Dante mengeram. Aku tidak ingin mendebatnya sekarang, katakan apa yang ingin, kau sampaikan padaku!.
"Kami memilik seorang putra umur dua belas tahun".
Dante tidak pernah habis pikir kenapa Rina wanita yang berpendidikan dengan wajah cantik dan tubuh yang sangat mengoda mau menikahi pria tua seperti Widanta, padahal diluar sana akan banyak pria kaya yang akan dengan senang hati menjadikannya wanita simpanan atau kalau Rina beruntung akan ada yang memperistrinya. Ya walau Dante akui Widanta masih terlihat tampan diusianya yang sudah sangat tua.