Tải xuống ứng dụng
93.54% Must Be Mine! (BL) / Chapter 29: "DASAR GAY...!!!"

Chương 29: "DASAR GAY...!!!"

"Apa kau mau mandi? Biar ku panaskan air." Tawar Tio pada Bian sewaktu keduanya baru saja memasuki rumah.

"Tidak." Perhatian Tio yang malah di balas sewot.

"Ku pikir kau akan tidur nyenyak jika sudah bebersih."

"Masa bodo."

Tio yang menghela napas, menepis sepatu kotor yang melayang nyaris mengenai wajahnya. Makin risih saat tubuh penuh keringat yang mengendal di kulit itu naik ke atas ranjang. Sangat jorok.

"Bi-" Tio menghentikan ucapannya yang berusaha menasehati. Cukup tau jika raut memberenggut dari wajah kecil itu masih terus meluapkan kekesalannya sejak tadi.

Dengan penuh kesabaran, memunguti pakaian Bian yang di lempar sembarangan, bantu meletakkannya di keranjang kotor. Pria mungil yang nampak malas-malasan itu menyembunyikan tubuh polosnya di balik selimut. Memejamkan mata terlalu erat, memaksanya menghentikan segera percakapan satu pihak mereka. Tak bodoh juga untuk Tio mengulik alasan mood buruk Bian saat ini.

"Kau lapar? Mungkin aku bisa mencarikan mu sesuatu-"

"Tidak, aku hanya ingin tidur."

Tak melepas bentuk rutinitas perhatiannya begitu saja. Sampai Tio yang masih tak bisa mengabaikan satu pertanyaan yang mengganggunya dari cerita Bian kemarin. Bibirnya gatal.

"Ehmm... Bi, apa aku boleh tanya sesuatu?"

"Erghh... Apa?!" Bian yang frustasi, selimut yang seperti berkibar akibat kedua kakinya yang menendang-nendang.

"Orang yang paling kau benci, karena kau tak sanggup untuk menyainginya, kan?"

Seketika pandangan Bian menyasar tajam. Pertanyaan yang terlalu sensitif, Tio yang jelas tak tau seberapa sakit hatinya Bian menghadapi kenyataan yang terlalu di perjelas itu.

Bughh

Melempar guling dengan mata melotot tajam. "Errghh...! Apa aku terlihat bersedia untuk menjawab pertanyaan mu?!"

"Ehm... I-tu-"

"Diam. Jangan menambah buruk suasana hati ku. Bukan tak mungkin kau akan ku benci karena mulut mu yang terlalu berisik. Sangat mengganggu."

Deg

Jantung Tio yang seketika berdentum begitu kencang, dadanya yang sampai terasa sakit.

Bian dengan suara yang begitu rendah. Pandangan berkobar-kobar sampai di detik-detik sebelum berpaling, Tio jelas-jelas melihat bola mata itu sayu, nampak berkaca-kaca.

Salah, rupanya niatannya untuk makin mempererat kualitas persahabatan mereka masih tak menemukan jalan. Bian masih terlalu tertutup untuk menceritakan segala perih yang di milikinya. Enam tahun seolah hanya angka tanpa arti. Kehidupan mereka yang bahkan kini di katakan seatap masih tak menjadi pertimbangan betapa ia bisa di percaya.

Tio hanya tau jika Bian sosok yang begitu kuat, bermulut pedas, merepotkan, juga mudah terangsang terhadap pria tampan kaya raya. Meski akhir-akhir ini mereka tak berada di lubang perselisihan di mana dirinya menjelma sebagai seseorang yang begitu suci sampai mengomeli Bian yang akan menjual diri, situasi baik di kehidupan sehat rupanya tak ada bedanya. Bian malah seperti makin kalut dalam permasalahan masa lalu. Bertambah sensitif seolah merasa diri cacat dalam segala hal.

Walaupun Tio juga tak membenarkan jika seks bebas adalah pengalihan Bian yang cukup efektif menarik keuntungan. Pada dasarnya Bian butuh seseorang yang tulus untuk menjadi milik sahabatnya itu satu-satunya.

"Ya, tapi jika kau bisa membuka hati untuk menerima seseorang dengan sepenuh hati." Pikir Tio.

Perkara sulit jika hati masih tak mampu menghapus bagian-bagian tak penting dari yang lalu-lalu.

Sedikit tak ada bedanya dari seorang pria yang terbelit luka lama yang nyaris mustahil di sembuhkan. Definisi hidup seolah hanya di artikan sebagai hari-hari yang membosankan sampai menunggu habis masanya jadi penghuni bumi.

Di sebuah ruangan besar, perabot mewah, temaram, dengan ranjang besar yang di isi dua insan penuh napsu.

Satu per satu lapis pakaian sang wanita di kupas habis sampai hanya menyisahakan celana dalam mini yang tak mampu menyembunyikan garis miss v nya.

Di dorong supaya telungkup, dengan garis punggungnya yang di kecup. Sampai garis batas terbawah, sang pria yang kemudian menarik turun kain tipis itu, menggigit bokong sintal dengan keras sampai membuat wanitanya terpekik kegirangan.

"Ahh... Eungghh... Di sana, sayang..."

Bagian-bagian yang tak ingin di lewatkan seinchi pun. Sang wanita kembali di sentak untuk telentang, kali ini payudaranya yang di remas-remas, di isap kuat berharap air susu keluar dari putingnya.

"Eunghh... Remas... Remas lebih keras... Erggh!"

Sang wanita yang melenguh kenikmatan setiap prianya menggerayah. Terkungkung erat, serta jemari besar yang terasa begitu mencekik habis pertahanannya.

Sentuhan kasar, menyasar titik-titik sensitif kewanitaannya dengan begitu agresif. Menyerahkan diri sepenuhnya untuk di sakiti dalam artian ternikmat.

Membuka kaki lebar-lebar saat merasakan sesuatu yang begitu besar terasa mengguncang inti terdalamnya. Mengangkat pinggul dan menggosok-gosokkan tanda gairah keduanya. Siap untuk di rojok habis-habisan.

"Ahh... Eungghh... Ya-ya, Tuan...!"

Sampai titik di mana sang wanita frustasi. Prianya terlalu lama bermain-main. Tangannya yang malah di tepis saat merasa jengah harus terus-terusan mengira-ngira tubuh atletis di balik kain pakaian itu. Sementara usahanya untuk sedikit mengimbangi malah di abaikan.

"Cium aku, sayang- akh!"

Tak di kira jika sang pria sampai harus sekasar itu, tangannya yang coba bantu mempertemukan bibir keduanya malah di cengkram erat sebelum di hempaskan.

Tubuh yang awalnya begitu menempel, mendadak di hadapkan pada jarak yang terlalu lebar saat pria itu buru-buru bangkit dari atas ranjang. Buang muka, mengacak surainya seolah begitu menyesali nyaris tiga puluh menit kemesraan mereka.

"Kau boleh pergi."

Dan kali ini, pria itu secara frontal meluapkan rasa jijiknya? Apa sebegitu buruk dirinya?

Masih berusaha tersenyum, sang wanita kemudian bangkit, coba meraih lengan sang pria untuk membujuk.

"Kenapa? Bahkan anda belum sempat mencoba vagi** saya yang sudah sangat basah."

"Maaf, tiba-tiba saja aku tak bergairah."

Plakk

Tamparan keras pun di layangkan pada sang pria.

"Ucapan anda benar-benar melukai perasaan saya, tuan."

"Sepertinya kau terlalu ambil hati, merasa bisa mendapatkan ku hanya karena dua kali ku sewa."

"Kau-!"

Sampai sang wanita di buat bungkam. Pria kaya itu sudah menunjukkan jelas posisi rendahannya.

"Tak perlu menggunakan suara tinggi. Tenang saja, bayaran mu untuk ini pasti ku kirim."

Sebelum makin di injak-injak, tak ingin pula rugi lebih banyak, mau tak mau mengemasi pakaiannya yang berserakan. Harga dirinya hancur berkeping-keping. Pergi dengan bersungut-sungut.

"Hei!"

"Iyah...?" Sampai di ambang pintu, wanita itu berpaling, berubah ekspresi begitu cepat. Masih begitu mengharapkan malam dahsyat bersama pria yang pernah menggempurnya habis-habisan.

"Apakah kau punya kenalan pria manis? Ku rasa, aku ingin mencoba variasi baru."

Bukan, bukan sebuah permintaan atas desakan gairah yang kembali timbul. Bukan pula sebuah ucapan perpisahan yang manis karena telah menggoreskan luka di hatinya beberapa menit lalu. Yang tak di sangka-sangka, melainkan pengakuan yang membuat sang wanita tertipu mentah-mentah.

"DASAR GAY...!!!"


Chương 30: "Privasi, aku juga ingin rehat dari kesuntukan."

Bian melarikan diri dari pekerjaan yang membuatnya stress. Naik ke lantai atas dengan memindik-mindik. Celingak-celinguk sekitar, segera sembunyi di balik tembok saat pegawai lain lewat.

Berpikir mendinginkan otak dengan mengeram di toilet adalah yang terbaik, sampai opsi lain terbesit membuat langkahnya cepat berpaling. Yang untungnya ruangan cukup besar dengan beberapa deret ranjang kecil itu sepi. Cepat-cepat ia menutup pintu. Loncat ke tempat terpojok, sambil meraih tirai untuk menyembunyikannya.

Sepatunya di lempar sembarangan. Menghela napas panjang, memijat pangkal hidungnya sampai merah. Bian benar-benar sangat lelah.

"Masa bodoh dengan urusan dapur. Mood ku terasa begitu hancur-hancuran belakangan ini."

Emosinya yang tak terkendali, bisa saja karena ia yang terlalu lama menumpuk hormon testosteron. Gairahnya terus tertahan karena kesibukan kerja yang makin mengekangnya ini. Kesenangan batinnya terus tersisih, sementara perkara-perkara pertengkaran membuat kejiwaannnya seperti terguncang. Ia nyaris hilang akal.

Dan Bian benar-benar membutuhkan pertolongan darurat. Merogoh kantung celana untuk mengambil ponsel. Menekan nomor telpon pria hidung belang yang satu-satunya di simpan.

Tuttt tutt

Nada dering berbunyi. Bibir dalamnya di gigiti saat merasa tak sabaran menunggu.

"Shitt!"

Yang berakhir membuatnya mengumpat penuh kekecewaan, tiga kali panggilan tak terjawab. Sementara selangkangannya yang sudah sangat mengidamkan tak mempan jika hanya di garuk.

Rencana membuat kisruh dengan menyelinapkan orang luar dan berbuat macam-macam di tempat kerja pun gagal. Yang sebelumnya tak sedikit pun berpikiran untuk mencoreng pencitraannya pada orang asing.

"Aku sedang sangat horny."

"...."

Gila! Sudah di katakan berulang kali jika Bian itu gila!

Setelah sebelumnya belagak dekat, curhat panjang lebar dengan menjelaskan orientasi seksualnya yang patut mendapatkan kedudukan sama rata. Nada bicaranya yang begitu lembut, menggiring anggapan seolah ia seorang pria lugu, menyedihkan dengan sedikit tertindas. Sampai hari ini begitu frontal mengatakan kondisi mendesaknya. Hal memalukan yang begitu lancar, lolos dari mulutnya tanpa kendala.

Tanpa malu, meski sepersekian detik setelahnya pipi Bian merah padam, panggilan masih berlangsung.

"Enghh... Sungguh, aku tau kau tak akan mungkin membalas ucapan ku. Tapi setidaknya, bisakah kau sedikit lebih berbaik hati pada ku?"

"...."

Seperti biasa, tak ada balasan. Namun rupanya Bian masih tak gentar untuk melancarkan aksinya.

Menata bantal supaya posisi sandarannya sedikit lebih tinggi. Jemarinya menggerayah, menarik turun resleting celananya. Gundungan kecil yang di usap-usap, membuatnya berdesir akibat perbuatannya sendiri.

Semakin intens, sampai Bian yang begitu cepat terangsang. "Eungh..." Mendesah pelan, sambil matanya merem melek.

"Sungguh, aku bukan tipe orang biasa memuaskan diri sendiri. Hanya saja kali ini tak ada cara lain, aku benar-benar ingin melepaskan beban." Lirih Bian tanpa daya, penuh permohonan.

"...."

"Aku ingin seseorang pria tampan mengungkung ku erat. Aku suka di kekang dengan lengan kuat. Aku suka jika seseorang begitu agresif," Bian menyibak kaos, satu lengannya berbagi tugas memelintir puting kemerahannya. "Ahhh... Aku suka yang kasar. Menghisap puting ku seolah berpikir jika melakukannya bisa menuntaskan rasa hausnya."

"....."

"Menyentuhi ku sekujur tubuh. Membuat ku menggeram makin keras akibat keterburu-buruannya menggeledah menu utama. Garang dengan mencabik pipi bulat bokong sintal ku."

"...."

Bian yang membayangkan skenario yang di buatnya sendiri saja sampai keringat dingin. Menggeliat seperti cacing kepanasan. Matanya terpejam dengan senyum yang begitu lebar. Seiring dengan kedua tangannya yang mengocok dan memelintir dua titik sensitifnya. Makin erotis.

"Telanjang. Berbagi saliva. Tumpang tindih. Saling mendesah. Ernggh.... Menurut mu, kenikmatan apa lagi yang bisa ku dapatkan?"

Tring

Tak di sangka jika bunyi pesan masuk akhirnya membalas. Dengan pandangan buramnya yang masih penuh kemerlip bintang, tak akan salah baca atau bahkan sampai salah kira panjang gambar pekerkasaan yang menjulang begitu tegak itu.

"Kita lihat, apakah kejantanan ku bisa memasuki lubang sempit mu. Tahan... Jangan sampai merengek, karena dua tiga ronde saja tak cukup untuk ku merojok lubang mu. Berharap tak sampai robek."

"Akhh... Bajingan! Punya mu sangat dahsyat!" Bian benar-benar memekik girang. Yang setelahnya malah nyaris membuatnya pingsan di tengah gairah.

Tring

Kiriman video singkat saat pria asing itu mengocok senjatanya.

Dari jarak jauh, sampai seribu langkah terasa makin dekat. Pria asing itu menerima pengalihan panggilan videonya. Meski sedikit tak sopan jika nampak wajahnya malah di balas pen*s?

"Hei, apakah kau juga terangsang?"

"Ergh..."

Seketika saja kaki ramping Bian saling mengapit. Otot-ototnya kaku seiring aliran darahnya mengalir begitu deras, menggelitik setiap helai bulu roma di tubuhnya. Pria asing itu menggeram.

Untuk pertama kalinya dalam sejarah, Bian begitu menantikan pelepasan hanya dengan panggilan video mesum.

"Sumpah. Aku tak perlu melihat bagaimana rupa mu. Bahkan hanya dengan mendengar erangan mu saja membuat ku ham-pir sam pai- Akhh-ahhh-ahhh...!"

"Akhhh-akhhh.... Eunghh... Isshh..."

Suara pertama yang akhirnya di dengar Bian, begitu seksi akibat erangan yang seperti penuh frustasi. Jiwa mereka seolah menyatu, bekerja sama memperoleh kenikmatan.

Mulut Bian bahkan tanpa malu di buka lebar, berharap cairan kental milik pria itu membasahi wajahnya. Begitu bersemangat, hampir sampai....

"Eunggh-eungh-eungh... "

Srekk

"Enghh- bangsat!"

Yang sialnya di gagalkan oleh suara tarikan tirai yang tarik kasar sampai terbuka lebar. Bodohnya Bian yang refleks melempar ponsel dan segera duduk dengan tampang bersalah.

"Akkh....! Tutupi punya mu!"

Jeritan Nadin yang nyaris menjebol gendang telinganya. Bian yang kelimpungan menaikkan resleting celananya sampai miliknya yang masih tegang hampir terjepit.

"Sialan! Apa yang kau lakukan di sini, eh?!"

Sampai pertanyaan Nadin yang membuat Bian mengernyit tak suka. Sialan! Mendadak kenapa Bian dungu? Seketika mimik wajahnya berganti pongah dengan dagu terangkat tinggi.

"Privasi, aku juga ingin rehat dari kesuntukan."

"Rehat?!"

"...."

Nadin yang sampai memukul-mukul kepalanya sendiri, seperti memaksakan diri untuk terus waras dari perkara yang membuatnya terkejut setengah mati.

"Baiklah, aku tau kalau kau aneh. Dan kenyataan yang baru ku saksikan ini, kau yang begitu mesum."

... Masturbasi?! Tapi, bagaimana bisa kau melakukan hal itu di tengah jam kerja, bangsat!"

"Memangnya ada larangan tertulis? Atau aku harus izin dulu pada mu sebelum melakukannya?"

Bukannya malu, Bian yang seolah menantang membuat Nadin begitu geram. "Dasar bajingan gila!"

"Berisik! Pergi sana!"

"Akan ku adukan perbuatan mu ini ke pak boss."

"Silahkan. Tapi jangan salahkan jika sering kali mulut ku pandai mengarang cerita. Misalnya... Kau yang menggoda kejantanan ku, dan akhirnya kita bercinta?"

"K-au!"

Seketika Nadin merona, membuat Bian tergelak saat wanita itu lari terbirit-birit setelah begitu pelan menamparnya.

"Wanita sinting!"

Buru-buru Bian mengulang panggilan terputusnya dengan harap-harap cemas. "Shit! Dia tak membalas panggilan ku."

Amat frustasi, sampai datang perusuh lain yang berhasil mengacak-acak suasana hatinya.

"Rupanya kau di sini, anak nakal!"

Hal yang belum terselesaikan sampai tuntas, bagian bawahnya ngilu. Di tambah perbuatan Devan yang menjewer keras sampai menarik tubuhnya.

"Akhh-akhh! Kau mau ku pukul ya, Dev!"


Chương 31: "Kau menyembunyikan sesuatu dari ku?"

"Enak saja, di pikir dia siapa sampai berani menganiaya ku? Ku laporkan pada kak Mike, baru tau rasa."

Gerutu Bian yang masih tak habis-habis mengingat peristiwa siang tadi. Langkah jalannya bahkan sampai menghentak-hentak dengan wajah mencerung. "Hiat! Hiat!!!" Tinjuannya melesat di udara membayangkan Devan yang menjadi sasarannya.

Bodohnya, pada situasi asli menjadikannya tak berdaya. Tak bisa membela diri perkara hak pribadi walau sememalukan apa yang telah di lakukan. Lagi-lagi memposisikannya seorang yang begitu jelas terkekang aturan. Devan menghukumnya dengan alasan menyalahi profesionalitas kerja. Di luar batas waktu kerja sesuai dengan yang di langgar, memerintahkannya untuk mengatasi masalah cucian perkakas sampai tangannya pucat keriput.

Mendadak makin memelas melihat makin banyaknya kecacatan di kesempurnaan jengkal tubuhnya. Lebih miris, "Aku yang akan mati kalau melaporkan tindakan kejam Devan. Alasan bajingan itu jelas-jelas merepotkan posisi ku. Aku yang masturbasi di tempat kerja? Sialan! Bukannya mendapatkan pembelaan, pasti aku yang akan di anggap lebih buruk oleh Mike."

Makin pusing, tak menemukan solusi untuk sekali saja menang dari dari Devan. Bian benar-benar butuh istirahat, melompat ke kasur bututnya dan bermimpi mesum, setidaknya untuk melanjutkan pelepasannya yang tertahan.

Tanggungjawab menutup restoran sepenuhnya. Karyawan lain ngibrit tak sudi untuk beberapa menit menunggu. Tak merasa perlu melakukan pengecekan ulang, mengabaikan deretan gerai di sekitarnya yang begitu sepi, pandangannya langsung tertuju pada motor gede tanpa pengemudi yang biasa nangkring siaga di sana.

"Ckck! Tio kemana, sih?!" Dongkol, meraih ponsel berniat untuk menghubungi sang kawan.

Tapi belum sempat nada dering panggilan terdengar, suara nyata yang melengking menyentak indra pendengarannya.

"PENJAHATTT... Tolong!!!"

Yang sangat familiar, sampai-sampai Bian sama sekali tak ada niatan untuk menghampiri sumber suara atau sekedar penasaran. Nadin bukan urusannya.

Bugghh

"Hoy! Jangan coba-coba ikut campur masalah kami, ya!"

Bughh

"AKHHH!!!"

Sampai akhirnya suara teriakan Nadin membuat kaki Bian refleks berlari secepat mungkin. Sungguh, benar-benar hanya keterjutan tanpa bisa di kendalikan, Bian tak merasa empati sedikit pun kalau-kalau terjadi hal buruk menimpa wanita itu.

Bughh

Bughhh

"RASAKAN INI! SETIDAKNYA BIAR KAU TAU TELAH BERURUSAN DENGAN SIAPA!"

Posisi restoran terletak di paling ujung, dekat taman. Malam hari begitu sunyi, gelap, meski terhalang pohon-pohon adalah jalan raya. Hal yang sempat terbesit namun masih membuatnya terkejut setengah mati.

Empat orang pria asing nampak begitu garang mengeroyok dua orang yang nampak tersungkur tak berdaya.

"Bangga sekali kau di lindungi kekasih mu, eh?! Baiklah, aku akan membuatnya makin romantis."

Bughh

"Akhh!"

Nadin yang bodohnya sok pahlawan, menamengi seorang pria di dekapannya dari pukulan-pukulan yang tak hentinya terus menyerang. Yang membuat Bian tersentak dan tak bisa lebih lama lagi menjadi penonton, sasaran para penjahat itu adalah Tio.

"Akhh!!! Sakitt!"

"Bangsat! Pergi kalian! Jangan sakiti kawan ku...!"

Teriakan Bian yang akhirnya mengintrupsi kegaduhan. Dengan tangan terkepal erat, mata melotot, napas menderu seakan tanpa gentar melawan beberapa pria bertubuh kekar yang kini menatapnya sebagai sasaran empuk selanjutnya.

"Jangan ikut campur!"

Makin parah, ucapan Bian yang menantang menyulut amarah mereka makin menjadi. "Preman tengik. Karena kalian menahan tukang ojek ku, waktu istirahat ku kini yang malah terganggu. Begitu bajingannya kalian!"

"Dasar lancang!"

Keempat preman yang serentak meninggalkan Tio dan Nadin yang seketika lega karena sejenak merasa terselamatkan. Bian yang menjadi ganti, namun bukan berkorban terlalu bodoh sampai menyerahkan tubuh remuknya untuk di hantam. Setidaknya, ia bisa memaksakan kedua kakinya untuk berlari secepat mungkin, sambil berteriak kencang,

"Tolong... Tolong...!!! Ada preman...!!!"

"Woy! Jangan macam-macam, kau!"

Situasi sekilas mirip tawuran sma di mana Bian pihak musuh tertinggal yang di jadikan target pengancaman. Hanya saja pria mungil itu begitu gesit. Mengecoh empat pria gempal yang sayangnya amat lamban seolah otot yang menggembung malah menjadi beban.

"Tolong...! Ada begal!!!"

Beruntungnya Bian yang sudah sampai tepi jalan, mendapatkan perhatian dari beberapa pengendara yang kebetulan lewat. Cukup ampuh membuat para bajingan itu lari ngibrit sebelum di hakimi masa.

"Dasar pengecut!"

"Aku akan menandai wajah mu, bocah!"

Bian takut? Tentu saja tidak!

Mengucapkan terimakasih pada beberapa orang yang berhenti dan tanpa sadar telah menolongnya. Kemudian menghampiri Tio yang tak kuasa menumpu mandiri tubuhnya, dengan sewot mengambil alih sang kawan dari Nadin yang memapah.

"Apa kau baik-baik saja?"

"Rasanya rahang ku hampir remuk, Bi..." Perhatian Tio yang begitu cepat berpaling, untuk Nadin. "Nona, bagaimana keadaan mu? Apa perlu ku antarkan kau ke rumah sakit? Takutnya ada luka dalam." Cemas, seolah keadaan mirisnya sendiri tak di pedulikan.

"Jangan berpikir kalau aku adalah wanita yang lemah. Sungguh, aku baik-baik saja."

"Mengorban diri untuk di pukuli seperti tadi?"

"Khawatirkan diri mu dulu. Entah berapa lama mereka mengeroyok mu sebelum kedatangan ku, bahkan wajah mu sudah babak belur, sekarang-"

"Tidak, aku baik-baik saja. Jika tak ingin ke rumah sakit, izinkan aku mengantarkan mu pulang-"

Bian makin kesal, merasa cadangan yang di abaikan.

"Diam." Menyentak lengan Tio di bahunya sampai membuat pria itu terhuyung. "Kau masih menawarkan bantuan pada orang lain saat di sisi bersamaan membuat ku kerepotan seperti tadi?! Bahkan waktu istirahat ku terlewat hanya karena kejadian ini!"

Bian benar-benar merajuk, amat sensitif terlebih saat berurusan dengan Nadin. Sialnya, sama halnya dengan Devan, posisinya selalu tak beruntung. Tio terlalu kesakitan sampai tak bisa bawa motor. Alhasil wanita itu bersedia bolak-balik mengantar mereka pulang.

"Kau pulanglah dulu, aku bisa menahan rasa sakitnya. Kau harus segera beristirahat."

Dan Tio yang menyarankan dengan begitu lemah. Sialan! Hanya dengan seperti itu sudah menjadikannya seperti orang egois yang tak punya hati.

Sampai di rumah, jangan harap Bian langsung tidur, alih-alih malah terganggu dengan interaksi dari Tio dan Nadin yang duduk berhadapan di atas tikar.

"Besok akan ku minta rekaman cctv nya, kalian harus melaporkan orang-orang bejat itu ke kantor polisi."

"Tak usah. Aku hanya pria miskin yang tak berani meminta keadilan atau segalanya akan makin runyam."

Awalnya ingin marah karena terganggu dengan keberisikan keduanya, kalau saja ucapan Nadin yang ada benarnya. Membuatnya terlonjak bangun dari baringannya.

"Aku setuju dengannya. Besok, kita ke kantor polisi!"

"Bi, sungguh... Ini mungkin hanya karena kesialan ku." Bujuk Tio supaya tak memperpanjang masalah. Saran Nadin mendapatkan keberpihakan dari Bian yang pemaksa.

Yang paling buruk, kawannya itu sampai menduga-duga sebuah kesialan menjadi akibat dari suatu perbuatan bejat. "Kau menyembunyikan sesuatu dari ku? Katakan, kau tak sedang lari dari tanggungjawab menikahi seorang gadis yang telah kau hamili sampai-sampai membuat seorang ayah murka, kan?"


Load failed, please RETRY

Chương tiếp theo sắp ra mắt Viết đánh giá

Tình trạng nguồn điện hàng tuần

Đặt mua hàng loạt

Mục lục

Cài đặt hiển thị

Nền

Phông

Kích thước

Việc quản lý bình luận chương

Viết đánh giá Trạng thái đọc: C29
Không đăng được. Vui lòng thử lại
  • Chất lượng bài viết
  • Tính ổn định của các bản cập nhật
  • Phát triển câu chuyện
  • Thiết kế nhân vật
  • Bối cảnh thế giới

Tổng điểm 0.0

Đánh giá được đăng thành công! Đọc thêm đánh giá
Bình chọn với Đá sức mạnh
Rank 200+ Bảng xếp hạng PS
Stone 0 Power Stone
Báo cáo nội dung không phù hợp
lỗi Mẹo

Báo cáo hành động bất lương

Chú thích đoạn văn

Đăng nhập

tip bình luận đoạn văn

Tính năng bình luận đoạn văn hiện đã có trên Web! Di chuyển chuột qua bất kỳ đoạn nào và nhấp vào biểu tượng để thêm nhận xét của bạn.

Ngoài ra, bạn luôn có thể tắt / bật nó trong Cài đặt.

ĐÃ NHẬN ĐƯỢC