Tải xuống ứng dụng
0.67% Mengejar Cinta Janda Perawan / Chapter 2: Balasan Ayah

Chương 2: Balasan Ayah

"Benarkah? Kamu yakin? Tidak akan menyesal?" tanya ayah Burhan dengan dinginnya. Beliau tak seperti biasanya, karena memang sedang memikirkan dan menimang keputusan anaknya itu. Pikirannya sungguh kalut. Di dalam hati Burhan nantinya akan mencoba merayu dan membujuk Bianka agar dia tak salah jalan dalam memanggil keputusan. Barangkali itu adalah keputusan Bianka yang masih labil, jadi harus dibicarakan secara kekeluargaan lagi. Lagian menurut ayah Burhan, anaknya itu tidak tau apa-apa, pastinya dia hanya mengikuti apa yang dikata pacarnya. Jadinya nanti ayah Burhan bisa membolak-balikkan fakta sedikit, supaya Bianka tersadar dan sedikit terpojokkan.

Bianka yang merasakan nada suara ayahnya sungguh sangat berbeda dari biasanya. Ia pun terus menatapi ayahnya, dengan sesekali menatapi ibunya. Ibu Bihana hanya mengedipkan matanya pelan ketika mata hitamnya sudah menatapi Bianka. Bingung juga harus bagaimana di tengah kebingungan suaminya dan dirinya itu. Jadinya kini antara anak dan ibunya itu sudah bertukar pandangan.

"Ayah, Bianka sangat yakin, Bianka sungguh mencintai Betran dan ingin menikah dengannya meskipun hanya lewat online sementara tak apa, yang penting dia nanti pulang kok, dia berjanji akan berusaha untuk pulang, katanya dia melakukan itu karena takut aku diambil orang, lagian gara-gara masih ada covid iu, Ayah, makanya dia sulit untuk pulang untuk sementara waktu," jelas Bianka, memberikan jawaban untuk ayahnya. Suara Bianka terdengar sangat bersedih, bahkan dia terdengar ketakutan. Takut kalau ayahnya itu tak menyetujuinya dan memarahinya.

Awalnya ayah Burhan tak menatapi putrinya dan dengan seksama hanya sok sibuk memandangi pohon padinya yang segar dan menghijau. Namun, ketika mendengar suara anaknya yang terdengar sumbang dan ketakutan itu, akhirnya Burhan menoleh ke arah Bianka. Menggeser badannya dan mendekat ke arah Bianka. Karena memang sedari tadi mereka duduk di atas gazebo yang atapnya terbuat dari rumput ilalang itu. Tapi tempat duduk Bianka jauh dari ayahnya karena ragu-ragu, sementara Bianka hanya duduk sangat menyamping di samping ibunya, makanya ayah Burhan kini mencoba mendekati anaknya dengan bicara dari hati ke hati.

Tangan Burhan pun diulurkan dan menepuk pundak anaknya itu dengan pelan. "Nak, apa kamu tau kalau nikah itu bukan main-main seperti pacaran? Melainkan hanya sekali seumur hidup?" Bianka mengangguk dengan menundukkan kepalanya, tak berani menatapi ayah Burhan.

"Lalu? Misalnya dia tidak pulang-pulang terus terpincut dengan wanita lain di sana, apa yang harus kamu lakukan? Apakah kamu akan mendatanginya? Atau bahkan menyantet dia secara online begitu? Jadi apa-apa sekarang serba online? Lalu ... kenapa gak masuk paketan saja si Betran kalau sulit untuk pulang, langsung dikirim paketannya ke mari, pastinya akan bisa pulang dengan menyamar sebagai paketan, bagaimana? Keren dan praktis bukan? Bukankah kehidupan yang seperti itu yang kamu inginkan, Nak? Simpel dan praktis. Jadi ... Ayah hanya bisa menasehati saja, lalu semua keputusan kembali kepada kamu lagi," lanjut ayah Burhan dengan panjang lebar seperti itu. Setelah itu Burhan menghembuskan nafasnya dengan kasar lalu mengusap wajahnya yang sudah tak muda lagi.

Ibu Bihana yang juga tak mau kalau anaknya salah jalan. Beliau juga ikut menimpali ucapan suaminya itu dengan langsung memeluk Bianka dari samping dengan sangat erat. "Hmmm iya, Nak, betul apa yang dibilang Ayahmu itu, bukan karena Ibu dan Ayah tidak merestuinya, tapi kamu harus memikirkan dulu matang-matang, kalau salah itu sudah tak bisa diganggu-gugat, kita tak ingin kamu terluka, Nak, itu saja!"

Sementara Bianka hanya mengangguk pelan saja dan memikirkan ucapan ayah dan ibunya itu, kedua orang tua Bianka pun menikmati makanan yang mereka bawa dan belum sempat dimakannya karena terjeda karena kedatangan Bianka itu, jadi baru sekarang mereka memakannya.

Ibu Bihana yang melihat putri si mata wayangnya diam saja seperti itu, rasanya dia ikut sedih. Tangannya yang sudah tak menyentuh Bianka lagi karena menyiapkan makanannya itu, ia pun akan mencoba menenangkan Bianka lagi. Namun, Burhan langsung mencegah Bihana dengan mencekal tangannya.

Kedua orang tua Bianka kini saling bertukar pandangan dan Burhan pun menggelengkan kepalanya. Dalam kodenya itu berkata jangan ikut campur, biarkan Bianka berfikir dalam angannya sendiri. Ibu Bihana yang memahami itu dia mengangguk patuh dan meneruskan menyiapkan saja, lalu mencicipinya. Beliau masih sesekali menatapi anaknya dengan mata yang sedikit nanar. Bihana pun membatin.

'Nak, kenapa kamu seperti ini? Apakah kamu benar-benar cinta dengan dia? Apa harus seperti ini? Tidak bisakah berganti dengan pria lain? Atau menunggunya? Ehhh tapi benar juga, kalau menunggunya jelasnya kamu akan jadi perawan tua, Nak. Hmmm lalu Ibu harus berbuat apa untukmu, Ibu sungguh sangat bingung. Semua keputusan ada pada kamu dan ayahmu, kamu harus mencoba berbicara kepada ayahmu dari hati ke hati.'

Dalam lamunannya Bianka benar-benar berfikir. Disamping membenarkan ucapan ayahnya dia juga galau sekarang. Takut kalau dia tak bahagia, takut kalau Betran berpaling darinya dengan orang lain. Tapi ucapan Betran masih terngiang di telinganya. Ucapan tentang saat pulang langsung bisa bersama karena sudah menikah, bisa buat anak dan semua itu. Bahkan kata cinta yang Betran ucapkan setiap hari dalam teleponnya, sangat merasuk di dalam hati dan pikirannya.

Kedua tangan Bianka pun mengepal keras. Dia sudah memantapkan pikirannya matang-matang dengan ucapan bismillah, setelah sedari tadi bergulat dengan pikirannya dan memegangi kancing bajunya. Menghitung kata iya dan tidak berdasarkan kancing bajunya. Dan saat kancing baju itu menandakan tidak, seperti keraguan kedua orang tuanya. Akhirnya Bianka memutuskan untuk berkata iya dengan kemantapannya, karena hatinya sudah berkata iya dengan sangat bersemangat.

Pertama-tama Bianka menghembuskan nafasnya dengan kasar, setelah itu dia menatapi ayah dan ibunya dengan seksama. Lalu berucap. "Ayah, Ibu, keputusan Bianka tetap sama, yaitu tetap akan menikah dengan Betran, apapun yang terjadi kita saling mencintai, dan kita sudah berjanji satu sama lain, jadi intinya kita sudah saling percaya, jadi ... Bianka mohon restuilah kita, intinya semua resiko pastinya akan Bianka lakukan, ya Ayah, Ya Ibu. Bianka mohon!"

Permohonan Bianka itu sungguh sangat tulus, hingga kedua tangan dikatupkan seperti itu. Air matanya sudah berlinang di pelupuk matanya. Membuat kedua orang tuanya jadi tak tega dan menghembuskan nafasnya dengan kasar. Sesekali Burhan menggeram karena tak habis pikir dengan anaknya itu. Karena dulu dia orang yang sangat penurut, tapi sekarang karena cinta dia bisa melakukan apa saja.

Maka dari itu, ayah Burhan memutuskan dengan menahan rasa kesal di hatinya. Beliau pun membalas permohonan Bianka itu, sementara ibu Bihana hanya diam, karena menurut ibu biar ayah saja yang menyelesaikannya selaku kepala keluarga.

Balasan ayah Burhan, dengan tanpa memandangi anaknya. "Nak, kalau itu keputusanmu, Ayah bisa apa? Yang penting kamu hidup bahagia, selebihnya kalau kamu tidak bahagia jangan salahkan kita sebagai orang tuamu, karena kita sudha mendidikmu dengan baik, itu sudah urusanmu sendiri, jadi semoga kamu bahagia, pastinya kita akan selalu ada untukmu, meskipun kamu bukan anak yang penurut seperti dulu lagi."


Load failed, please RETRY

Quà tặng

Quà tặng -- Nhận quà

    Tình trạng nguồn điện hàng tuần

    Rank -- Xếp hạng Quyền lực
    Stone -- Đá Quyền lực

    Đặt mua hàng loạt

    Mục lục

    Cài đặt hiển thị

    Nền

    Phông

    Kích thước

    Việc quản lý bình luận chương

    Viết đánh giá Trạng thái đọc: C2
    Không đăng được. Vui lòng thử lại
    • Chất lượng bài viết
    • Tính ổn định của các bản cập nhật
    • Phát triển câu chuyện
    • Thiết kế nhân vật
    • Bối cảnh thế giới

    Tổng điểm 0.0

    Đánh giá được đăng thành công! Đọc thêm đánh giá
    Bình chọn với Đá sức mạnh
    Rank NO.-- Bảng xếp hạng PS
    Stone -- Power Stone
    Báo cáo nội dung không phù hợp
    lỗi Mẹo

    Báo cáo hành động bất lương

    Chú thích đoạn văn

    Đăng nhập