Amanda yang tadinya merasa sangat yakin dan percaya diri untuk menemui pria paruh baya yang dipikirkannya akan menyetujui untuk mencabut perintah perjodohan yang dianggap sangat konyol, seketika berbalik badan dan menatap ke arah pria yang saat ini masih beranjak duduk di atas ranjang pesakitan.
"Apa katamu? Orang tuaku akan dibunuh jika aku menolak menikah denganmu? Bukankah kau juga menolaknya? Jadi, kau bisa mengatakan pada bosmu untuk mengatakan padanya mengenai keinginanmu. Bukankah keinginan dan perasaan dari seseorang itu adalah poin penting dalam pernikahan?"
Amanda yang masih menatap intens wajah pucat pria yang kini bersandar dengan bantal saat duduk, seolah menggantungkan hidupnya pada pria yang baru beberapa hari dijumpainya tersebut. Merasa sangat konyol dan gila jika menikah dengan seorang pria yang sama sekali tidak dicintai dan tidak pernah terpikirkan selama ini.